Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

65 Persen APBD Maluku Dikuras Untuk Belanja tak Langsung

65 Persen APBD Maluku Dikuras Untuk Belanja tak Langsung (Ilustrasi).
AMBON, INFO BARU--Postur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD Provinsi Maluku selama ini, komposisinya 60 hingga 65 persen dihabiskan untuk belan tidak langsung semisal belanja rutin pegawai atau aparatur.

Direktur Eksekutif Mollucas Economy Reform Institute (MOERI), Tammat R Talaohu, yang dimintai tanggapannya oleh Info Baru di Ambon, Kamis (18/9) menegaskan, hal tersebut butuh peran anggota DPRD Provinsi Maluku periode 2014-2019 yang baru dilantik, 16 September 2014.

“Artinya sebagian besar APBD Provinsi Maluku itu disalurkan dihabiskan untuk belanja yang tidak berhubungan dengan pengentasan kemsikinan, pembentukan lapangan kerja. Sehingga belanja APBD Maluku selama ini tidak berhubungan dengan pergerakan sector riil,” tegasnya.

Menurutnya, tugas berat 45 anggota dewan Provinsi Maluku harus lebih ekstra meningkatkan kinerja mereka. “Bagaimana bisa, anggota DPRD Maluku itu wajib peka terhadap kebutuhan masyarakat yang riil saat ini,” tandasnya.

Tammat menyatakan, tugas berat 45 anggota DPRD Maluku periode 2014-2019 harus mengubah postur APBD Maluku.

Dalilnya, belanja APBD Maluku selama ini sudah tidak sesuai dengan janji Pemerintah Daerah Maluku untuk mengurangi atau mengentaskan masalah kemiskinan di negeri yang kental dengan budaya Pela dan Gandongnya itu.

“Maluku masuk peringkat keempat daerah termiskin di Indonesia. Jadi, Komposisi postur APBD Maluku sudah saatnya dirubah. Sehingga pemanfaatannya tidak selalu mubazir,” tegasnya.

Dikatakan, jika 65 persen APBD Maluku selama ini dihabiskan untuk belanja tidak langsung (rutin), maka saatnya diubah oleh DPRD Maluku dari 65 hingga 70 persen dimanfaatkan untuk belanja langsung terkait program-program pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja serta memperbanyak intervensi pendanaan ke daerah-daerah (kabupaten/kota), yakni pemberdayaan ke masayarajat pedesaan di seluruh pelosok Maluku.

Disamping itu, Tammat juga menyarankan pembangunan infrastruktur diantaranya jalan, jembatan, dermaga/penyemberangan, telekomunikasi, kelistrikan, pengairan dan lain sebagainya harus gencar dilakukan.

Dalilnya, pada 2015 Indonesia sudah masuk atau menjadi pasar bersama ASEAN. Sehingga jika Maluku tidak segera berbenah maka cukup menjadi penonton. “Produk-produk Asia akan masuk. Dan memungkinkan kita tidak akan lagi mengkonsumsi sayur dari Waiheru atau dari Pulau Seram, tapi kita akan mengkonsumsi sayur dari Filipina, Thailand atau Malaysia. Jadi, DPRD Provinsi Maluku harus serius terhadap hal ini,” harapnya.

Lanjutnya, 45 DPRD Provinsi Maluku periode 2014-2019 juga harus lebih produktif. Kaitannya dengan sejumlah produk legislasi berupa Peraturan Daerah (Perda) misalnya, perlu ditingkatkan pula yakni DPRD harus melibatkan public sebanyak mungkin termasuk setiap pengambilan keputusan di DPRD Provinsi Maluku dilakukan secara transparan ke public agar publik merasa terwakili.

“Biar public itu merasa memiliki APBD, Perda, maupun seluruh keputusan-keputusan yang diproduksi oleh DPRD Provinsi Maluku. Itu bisa dilakukan jika DPRD Maluku mau membuka akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat,” ulasnya.

Lantas jaring aspirasi DPRD Maluku selama ini menurut anda, ditanya demikian, Tammat menandaskan, hal itu sudah berjalan tapi lebih banyak ke simbolis. Dimana faktanya banyak aspirasi masyarakat yang mentok atau masih disumbat oleh DPRD Maluku itu sendiri.

“Jaring aspirasi memang dilakukan dan ditampung tapi tidak jalan. Karena jaring aspirasi itu sudah dibiayai oleh Negara. Jika aspirasi masyarakat tidak ditampung, maka pembiayaan mubazir. Kemudian mau lewat mekanisme yang mana lagi,” tukasnya.

Menurutnya, agar bisa diefektifkan maka seluruh saluran untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat ke DPRD Maluku sudah harus dibuka seluas-luasnya. Alasannya,  sarana untuk menyampaikan informasi bukan hanya melalui jaring aspirasi seperti yang dilakukan DPRD Maluku selama ini.

“Sekarang sudah ada teknologi jadi harus dibuka melalui itu. Biar semua masyarakat di pelosok Maluku yang ada di pedalaman bisa menyampaikan aspirasi mereka melalui media internet ke DPRD. Gedung dewan harus dibuat merakyat. Jangan dibuat seperti menara gading,” celutuknya. (MAS)