Sikapi Penolakan Warga SBB, MUI Surati Gubernur-Bupati

AMBON, INFO BARU--Adanya berbagai penolakan warga terhadap renovasi total bangunan Mesjid Almuhajirin, di Dusun Waimeteng, Kota Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), untuk tempat pelaksanaan event MTQ tingkat Provinsi 2015 mendatang, kini disikapi secara serius oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) SBB.
Sikap simpatik MUI terhadap sejumlah keluhan warga itu tertuang dalam surat permohonan peninjauan kembali yang dilayangkan ke Gubernur Maluku, Said Assagaff dan Bupati SBB, Jacobus Puttileihalat.
“Menindak lanjuti tuntutan warga tersebut, MUI sudah melayangkan surat ke Pemerintah Provinsi dan Kabupaten untuk meninjau kembali lokasi pelaksanaan MTQ sekaligus meminta proses pekerjaan renovasi mesjid yang sedang berjalan, dihentikan,” Kata Ketua MUI SBB, Muksin Attamimi saat dihubungi Info Baru via seluler, Rabu (24/9).
Menurut Attamimi, pada prinsipnya MUI tetap mendukung segala kebijakan yang diambil Pemerintah, namun secara prinsipil penolakan warga itu juga patut direspon secara positif dan selanjutnya harus ditindaklanjuti Pemprov dan Pemkab SBB, karena kondisi kekinian dilokasi proyek pembangunan rumah ibadah dimaksud, memang tidak menghendaki lagi untuk bisa dibangun sebuah mesjid yang besar. Begitu pun daerah Piru, secara umum tidak layak dijadikan pusat kegiatan MTQ.
Dia katakan, penolakan warga tersebut bukan di ada-adakan tapi memang karena kebutuhan, olehnya Pemda SBB harus memenuhinya. Jika pemda tetap ngotot melanjutkan proses pekerjaan renovasi, dia berani menuding Pemda SBB tidak ikhlas menjalankan tugas sebagai tuan rumah MTQ.
“Target Pemda SBB hanya proyeknya saja, kalau untuk kemaslahatan masyarakat dan hasil positif dari even Provinsi tersebut tidak ada sama sekali. Karena jika ada perhatian Pemda SBB, maka keluhan masyarakat itu harus dipenuhi, sebab ini bukan kebutuhan orang per orang,” ujar Attamimi.
Mantan Ketua Komisi B DPRD SBB itu mengatakan, alasan penolakan warga bukan saja karena bangunan mesjid tersebut berada ditempat yang tidak layak, tetapi merujuk kepada proposal penawaran yang disepakati pihak DPRD, proyek pembangunan tersebut bukan dalam bentuk renovasi tetapi pembangunan Mesjid Raya baru.
Lebih lanjut, selain akan meredam tuntutan warga, kata Attamimi, pembangunan mesjid baru dilokasi berbeda juga akan menghemat biaya sekitar Rp.2,3 miliar. Karena proses reklamasi pantai yang sedang dilakukan untuk pelebaran halaman mesjid menelan anggaran hampir tiga Miliar rupiah.
Untuk diketahui, pekerjaan renovasi total mesjid Almuhajirin, Dusun Waimeteng tersebut dikerjakan oleh PT Isoiki Mina Karya, dengan anggaran sebesar Rp.7 miliar. Pekerjaan fisik gedung mesjid dijatahi Rp.4,3 miliar, sedangkan untuk reklamasi pantai/penimbunan memakan biaya sebesar Rp.2,7 miliar.
Sesuai dokumen penawaran yang disetujui DPRD SBB, status proyek tersebut bukan dalam bentuk renovasi atau sejenisnya, namun yang disepakati adalah pembangunan mesjid raya baru di lahan kosong.
“Di Piru itu kan banyak lahan kosong, jangankan tanah hibah, beli dengan harga yang mahal pun Pemda SBB mampu membayarnya. Karena anggaran untuk pembangunan mesjid itu totalnya 7 miliar. Coba dihitung mana yang lebih menghemat anggaran antara reklamasi/penimbunan pantai sebesar Rp.2,7 miliar atau membeli lahan kosong seharga 200 sampai 500 juta. Jika, yang dipilih adalah membeli lahan kosong maka, bisa ada penghematan anggaran sebesar Rp.2,2 miliar,” jelasnya.
Dia lantas mengusulkan, sebaiknya pembangunan Mesjid Raya itu ditempatkan di daerah pemukiman warga muslim. Alasannya, supaya tidak menggangu waktu istirahat warga lainnya saat saat aktivitas ibadah sedang berlangsung.
“Logikanya sederhana, masa kita harus membangun mesjid dikampung orang, itu kan salah. Jadi idealnya dan supaya tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan dimasyarakat sehingga dapat menyita aktifitas kerja Bupati SBB, mendingan pembangunan mesjid raya tersebut dilakukan ditempat lain saja. Menurut kami idealnya di depan Mapolres SBB atau minimal ditempat yang ada pemukiman warga muslimnya, supaya aktifitas ibadah tidak menggangu waktu istrahat warga non muslim disekitar,” usul Attamimi.
Melalui berbagai pertimbangan yang ada, MUI SBB juga mengusulkan agar seluruh proses pelaksanan MTQ, dipusatkan di kecamatan Kairatu, khususnya Desa Waimital (Gemba).
“Kota Piru hanya menjadi lokasi untuk acara pembukaan saja. Pertimbangnanya, di Piru tidak ada sarana dan prasarana yang memadai untuk keberlangusungan kegiatan. Selain itu, dari hasil survey yang kami lakukan, mayoritas warga menginginkan pelaksanaannya di Gemba,” terangnya. (R0L)