Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ratusan Pelayat Banjiri Pemakaman Gayatri di TPU Taman Bahagia

Ratusan Pelayat Banjiri Pemakaman Gayatri di TPU Taman Bahagia (Foto: Tribunnews.com).
AMBON, INFO BARU--Ratusan pelayat membanjiri pemakaman Jenazah Gayatri Wailissa (17) di tempat pemakaman umum (TPU) Taman Bahagia di Kawasan Tantui Ambon, Sabtu (24/10/2014). Ratusan orang hadir dalam prosesi pemakaman anak sulung dari seorang pembuat kaligrafi, Dedi Darwis Wailissa dan Nurul Idawati tersebut.

Bukan saja sanak saudara yang ditinggalkan, para pejabat daerah di Ambon, hingga para mantan guru Gayatri dan para sahabat. Tidak luput juga turut hadir pada acara pemakaman  para prajurit TNI dan sejumlah pejabat Kodam XVI Pattimura.

Berdasarkan Pantauan Info Baru sebelum pemakaman, setibanya di Bandara Internasional Pattimura Ambon menggunakan pesawat penerbangan Garuda, sampai di Bandara Internasional Pattimura jenazah langsung diarak ke Masjid Raya Al Fatah Ambon untuk di shalati.

Tak hanya kedua orang tua Gayatri dan keluarga, banyak warga yang hadir ikut merasakan kesedihan Anak Ajaib yang meninggal pada usia masih belia, sementara prestasi yang disandang di masa usianya terbilang langkah di Dunia. Para pelayat menangis saat jenazah dimasukan kedalam liang untuk dimakamkan untuk menghadap sang kuasa. Dengan dua agar almarhumah dapat diterima oleh Allah SWT atas perjuangan yang selama ini kepada Nusa dan bangsa.

Meninggalnya Gayatri Wailissa, mantan duta ASEAN asal Maluku yang menguasai 14 bahasa asing meninggal dunia pada Kamis 23 Oktober 2014 malam. Meski telah dinyatakan meninggal pada pukul 19.00 WIB oleh tim dokter RS Adi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, jantung perempuan berusia 17 tahun itu dikabarkan sempat berdetak pada beberapa menit kemudian.

“Kata dokter, Jantungnya masih normal ginjal masih baik, nadinya masih normal, suhu tubuhnya masih norma, hanya otaknya yang sudah mati, ini ajaib,” ungkap Dedi Darwis Wailissa ayah almarhum kepada Wartawan usai pemakaman, Sabtu (25/10).

Almarhum di mata keluarga, lanjut Darwis merupakan sosok yang baik hati dan ramah taman, tidak sombong dan selalu membagi keasih kepada semua orang.

“Gayatri buat keluarga anaknya baik, tidak pernah menyusahkan orang tua, seandainya memerlukan uang tidak berani meminta. Jika ingin beli buku saat orang tua tidak punya uang, maka amlarhum meminjam di temannya,” kisahnya dengan penuh tangis.

Semasa hidupnya, tidak ada satu pesan yang disampaikan kepada orang tuahnya, hanya saja lanjut Darmis masih terbayang perkataan saat masih duduk di bangku SMA kelas II.

“Pesan-pesan moril tidak pernah, hanya terbayang dikapala saat SMA Kelas II mengatakan, pak beta bekerja untuk bangsa dan Negara dan mati untuk bangsa dan Negara, kalau mama dan bapak itu pribadi,” ujarnya.

Lanjutnya dalam perjalanan kematinanya, dirinya dikenang oleh masyarakat banyak, dan hal ini terbukti dengan kepergian sang penguasa 14 bahasa ini kepada orang tuanya.

“Beta ingin mati dikenang oleh masyarakat banyak,” ungkap Almarhum yang dikatakan Darmis. Bukan saja itu, dalam buku catatan (Notes) pribadinya terlah tertulis sebuah kata yang selalu disimpang di bawah tempat tidur almarhum.

“Waktu yang kemarin dia tidak mungkin kita akan lagi, dan waktu yang akan datang belum tentu kita akan ketemu, gunakan waktu mu sebaik-baik mungkin,” tutupnya.  (SAT)