Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Gamawan Fauzi tak Layak Jadi Menteri

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melantik Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Periode 2014/2019, Senin, 10 Maret 2014 di Kantor DPRD Provinsi Maluku (Foto: Rusli Sosal/IB).
AMBON, INFO BARU--Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi usai melantik gubernur-wakil gubernur Maluku di gedung DPRD Provinsi Maluku Senin (10/3), gara-gara menyatakan perkara hukum pilkada Maluku soal putusan PTUN itu akan ditindaklanjuti oleh KPU Maluku, hal itu menandakan Mendagri tidak mengakui putusan hukum di Indonesia.

Kepada Info Baru Selasa (11/3) di Ambon, pernyataan Gamawan Fauzy tersebut dibalas dengan kritikan pedas oleh Christian Sahetapy, salah satu Pakar Ilmu Komunikasi asal Maluku, yang mana menyebut Gamawan Fauzi tak layak menjadi Menteri.

Menurut dia, selaku Mendagri seharusnya Gamawan Fauzi memiliki basic hukum pemerintahan yang kuat dan jelas.

Namun Faktanya kata dia, Gamawan Fauzi malah melempar tanggung jawab dengan menyatakan putusan inkrach PTUN nanti akan ditindaklanjuti oleh KPU Maluku.

Padahal KPU Provinsi Maluku dimasa Kepemimpinan Idrus Tatuhey telah diberhentikan atau di pecat termasuk sanksi teguran keras telah diberikan kepada anggota KPU Maluku juga Bawaslu provinsi Maluku oleh DKPP-RI, karena terbukti melanggar kode etik dalam penyelenggara pemilu saat pilkada Maluku 2013.

Mantan anggota DPRD Provinsi Maluku ini menegaskan, pernyataan Gamawan Fauzi dinilai seperti bukan seorang negarawan. Sehingga Christian menyebut yang bersangkutan tidak layak untuk menjadi menteri.

“Jika pernyataan seorang Menteri mengatakan seperti ini terkait perkara hukum pilkada Maluku, maka Gamawan Fauzi mempunyai jalan pikiran yang kotor. Karena selaku pejabat negara tidak memahami masalah hukum,” kritiknya.

Selaku menteri lanjutnya, Gamawan Fauzi harus menjunjung tinggi lembaga hukum apalagi terkait administrasi pemerintahan, tidak boleh hanya mengetahui poroses hukum di MK-RI saja.

Menurut dia, Mendagri harus  mengetahui dan memahami tugas dan fungsi lembaga peradilan hukum lainnya di negara Indoensia, dan bukan hanya melihat dan memahami hukum dari satu aspek semata.

“Semua lembaga hukum di Indonesia mempunyai peranan dan tanggung jawab yakni menegakan keadilan dan kebenaran. Seharusnya Mendagri mengakomodir semua putusan hukum terkait pilkada Maluku, bukan kepetningan pribadi oknum-oknum tertentu yang dikedepankan,” ketusnya.

Ia mempertanykan disiplin ilmu Gamawan Fauzi dimana selaku Mendagri hanya bisa mengetahui hukum sebatas MK-RI saja.

“Kok Menteri tidak mengetahui putusan PTUN. Selaku seorang negarawan harus memahami semua lembaga hukum yang didirikan di negara Indoneisa donk. Ini sebagai langkah menjawab semua persoalan administrasi di negara,” tandasnya.

Menyoal lantas bagaimana dengan tanggung jawab yang dibebankan Mendagri kepada KPU Provinsi Maluku dalam hal ini mantan Ketua KPU Idrus Tatuhey dan kawan-kawan, menurut Christian, alasan tersebut hanya sekedar mencuci tangan.

“Menurut Mendagri putusan PTUN dan PT.TUN kemampuannya bersifat lokal. Menteri jangan menghindar diri dari kesalahan yang dibuat. Pernytaan terseut hanya sekedar menghindar karena sudah salah dimana Keppres pengesahan gubernur-wakil gubernur Maluku illegal itu telah ditandatangani,” bebernya.

Menurut dia, KPU sudah diberikan sanksi tegas dan menurut DKPP karena KPU Maluku telah terbukti melakukan pelanggaran etik penyelenggara pemilu sehingga ketua KPU Maluku dipecat dan para anggotanya di berikan sanksi teguran keras.

“Artinya, KPU Provinsi saat pilkada Maluku 2013 sudah tidak  menjunjung asas kejujuran, hukum, keterbukaan. Itu berarti disisi bihevior (tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan linngkungan) dan hal ini juga dianut Mendagri dimana telah terlibat dalam konspirasi kotor.

Pasalnya, Mendagri sudah terlanjur dengan berbagai kesalahan yang dibuat dalam manajemen administrasi negara yakni melantik gubernur-wakil gubernur Maluku yang cacat hukum.

“Dari segi ilmu kominikasi, Mendagri tidak mengelola semua keputusan hukum dengan kordek. Tapi mengelola dengan ambidala, karena menanggapi semua itu dengan emosional, tanpa kecerdasan intelektual,” kritiknya.

Sahetapy menegaskan, semua pesan Mendagri tersebut adalah mengesankan sikap acrobat politik.
Dimana lanjutnya, dari otak acrobat politik tersebut faktanya telah melanggar hukum dengan neorol-neorol yang kotor pula.

Dikatakan, dari sisi kelembagaan Kementerian yang memiliki mitera kerja dengan berbagai lembaga hukum di Indonesia, maka Mendagri tidak boleh mengeluarkan pernyataan kontradiksi baik soal hukum, manajeman, administrasi yang dikelola untuk kepentingan penegakan hukum, sehingga dapat diwujudkannya proses politik yang demokratis, bersih dan jujur.

Apalagi komunikasi Mendagri selalu dibangun dengan para mitra kerja yang sama-sama adalah lembaga di tingkat pusat.

“Jika pemikiran semua menteri seperti Mendagri yang menyimpang itu, lantas kita harus berharap kepada siapa,” celutuknya.

Ia menegaskan, PT.TUN dan DKPP adalah lemabag milik negara yang legal. Dimana tugasnya sesuai struktur yang diatur negara, semuanya berada dalam struktur yang rapi untuk menata  kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan hukum.

Sehingga bagi dia, penegak hukum di Indonesia sudah amburadul. Dengan demikian peluang siapaun orangnya akan melawan hukum di  Indonesia.

“Mendagri lebih baik mundur dari jabatannya. Selaku menteri tidak becus dan tidak bijaksana dalam kebijakannya. tanggung jawab dalam negeri harus memberikan penjelasan kepada masayatakat secara substansial, bukan pernyataan secara parsial. Orang seperti ini mengapa bisa menjadi mendagri. Kan aneh,” timpalnya.

ia juga meinta presiden untuk memilih menteri yang berkualitas, dimana harus menegakan supermasi hukum dan lebih condong terhadap kepentingan rakyat, bukan menteri yang hanya mengamankan kepentingan orang tertentu atau kolegnya di lingkup Kemendagri.

“dugaan kami, pelantikan bisa terjadi karena ada transaksi gratifikasi antara Said Assagaf-Zeth Sahuburua (SETIA) dengan Mendagri. Sebagai orang komunikasi saya melihat ada benang merahnya. Kok bisa melanggar hukum. gratifikasi dilakukan untuk mengamankan pasangan SETIA, sehingga Mendagri melempar tanggung jawab kepada KPU. Karena takut kedoknya terbongkar. Konspirasinya ya transaksi,” tudingnya. (SAT)

Posting Komentar untuk "Gamawan Fauzi tak Layak Jadi Menteri"