Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

BPK Harus Audit Pengelolaan Anggaran di Dishub SBB

Ilustrasi.
AMBON, INFO BARU--Direktur eksekutif Suara Aspirasi Rakyat (SAR) Maluku, Robert Kakiay, kepada Info Baru Jumat (9/5), mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Maluku segera mengaudit anggaran lingkup Dinas Perhubungan (Dishub) kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sejak 2012 hingga 2014.

Pasalnya, sistem pengelolaan anggaran di Dishub kabupaten SBB menyusul kasus kapal patroli cepat, lembaganya menemukan berbagai kejanggalan terkait proses penggunaan anggaran secara internal.

Menurutnya, setiap kebijakan keuangan yang dikeluarkan oleh kepala dinas, Peking Caling maupun sejumlah pejabat atau bawahan lingkup kabupaten SBB tersebut, ditengarai tidak transparan dan dari kebijakan itu disinyalir adalah bagian dari tindakan memperkaya diri sendiri.

Salah satunya lanjut Robert, soal penggunaan anggaran dinas sebesar Rp 150 juta per bulan untuk biaya operasional Speed Boad milik pemerintah kabupaten yang dikendalikan oleh Kadishub SBB.

Menurut Robert, pengelolaan keuangan daerah di dinas perhubungan SBB wajib di curigai oleh lembaga mana saja yang memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan, karena penggunaan Rp 150 secara rutin tiap bulan hanya untuk biaya operasional satu unit Speed Boat patut pertanyakan.

“Jadi menurut kami tidak masuk akal. Kami menganggap Rp 150 juta yang di pakai habis untuk  biaya operasional Speed Boat hanya sebagai modus mencari untuk keuntungan secara pribadi,” Ujarnya.

Sehingga ia kembali mendesak, BPK untuk segera merespon secara cepat laporan adanya kejanggalan dimaksud  karena jika dibiarkan begitu saja maka kemungkinan besar ada upaya pengkaburan informasi pasca berita ini dimuat.

Selain mendesak BPK untuk mengaudit system pengelolaan keuangan di Dishub kabupaten SBB, SAR juga meminta kepada Kejaksaan Tinggi Maluku segera menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) melalui proyek pembelian Speed Boat milik Pemkab SBB senilai Rp 2,7 miliar yang ditengarai dilakukan tanpa melalui tender maupun tanpa rapat dan persetujuan paripurna DPRD kabupaten SBB.      

Padahal, lanjut Robert, namanya proyek jika harga nominalnya di atas  Rp 200 juta maka semestinya ditenderkan.

“Proyek pembelian Speed Boat seharga Rp 2,7 Miliar itu semestinya melalui pihak ketiga, bukan swakelola karena nilai proyeknya di atas Rp 200 juta. Jika melalui pihak ketiga maka harus melalui tender,” jelasnya. (MG-01)