Bongkar Oligarki Pengusaha di Maluku

AMBON, INFO BARU--Sejumlah proyek pembangunan yang dialokasikan melalui APBD dan APBN hampir pasti hanya dikelola segelintir pengusaha yang berafiliasi dengan kekuasaan.
Padahal, oligarki dan dominasi mengelola program pembangunan itu tidak dibarengi dengan kualitas pekerjaan terbaik. Aksi mengambil untung adalah tujuan. Akibatnya, hak-hak rakyat sebagai sasaran pembangunan dikorbankan termasuk pengusaha pribumi.
“Kami melihat banyak kontraktor secara teknis berkawan sangat baik dengan pimpinan proyek, konsultan serta lembaga pemerintah. Hasilnya kongkalikong, asal jadi tanpa rasa tanggungjawab besar kepada rakyat. Apalagi lembaga legislatif kita mandul, evaluasi tidak dijalankan beberapa lembaga berwewenang dengan maksimal. Maka kami mengkritik semua ini untuk diperbaiki,” demikian diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) Maluku, Ramli Marasabessy, kepada Info Baru, Sabtu (4/10).
Serakahnya lagi, menurut Marasabessy, proyek bermiliaran rupiah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN rata-rata dikuasai oleh para kontraktor non Maluku atau orang luar, yang notabenenya para pengusaha berdarah Tionghoa. “Faktanya demikian, dan sudah pasti Pemda Maluku sendirilah yang mematikan para kontraktor pribumi,” tegasnya.
“Di luar atau permukaan tampilannya bagus, namun di dalam keropos. Niatnya, yang penting untung. Dan saya harus jujur karena faktanya terjadi demikian,” bebernya.
Ia membandingkan sejumlah proyek besar di jaman kolonial dengan proyek-proyek yang dikerjakan kontraktor di Indonesia khususnya di Maluku. “Jangan jauh-jauh lagi. Dinding benteng Victoria, sampai sekarang masih utuh, bagus dan berkuatitas. Padahal, benteng victoria hampir 500 tahun dibangun. Coba lihat talud pantai atau bangunan-bangunan yang dibangun kontraktor kita. Belum 50 tahun sudah rusak, bahkan ada talud pantai 2 tahun sudah rusak. Ini fakta yang harus jujur kita ungkapkan,” ulasnya.
Selain itu, sejumlah proyek yang didanai APBD maupun APBN yang hanya ditangani segelintir pengusaha di Maluku itu, seharusnya bisa dibagi kepada kontraktor menengah atau kontraktor kecil. Namun itupun dilahap semua oleh kontraktor besar.
Lanjutnya, bagaimana nasib ribuan kontraktor kecil di Maluku. Mereka berhak hidup dan mendapat hak-hak untuk bekerja, sebab kontraktor kecil juga membayar pajak kepada negara.
“Kami sebagai bagian dari dunia pengusaha merasa ada ketidakadilan. Pengusaha besar dengan kualitas kurang baik mendominasi, bekerja berdasarkan oligarki kekuasaan dan oligarki politik, kami rasa akan memunculkan bencana. Oleh sebab itu, kami sarankan kepada pemerintah, lembaga-lembaga yang terlibat dalam dunia usaha kontraktor agar memantau serta bersikap adil terhadap sesama,” tandasnya.
Asosiasi Kontraktor Nasional, menurut Marasabessy datang ke Maluku untuk memperjuangkan nasib pengusaha-pengusaha kecil menengah. Pihaknya siap menampung kontraktor-kontraktor muda yang belum mendapatkan pekerjaan, padahal untuk mengurus kelengkapan perusahaan saja, kontraktor-kontraktor kecil ini berhutang.
“Hemat kami, kontraktor kecil dan menangah, kontraktor pemula ini harus hidup. Kami siap memperjuangkan nasib kontraktor kecil. Kami juga siap memfasilitasi ini dengan pihak-pihak yang berkepentingan terutama pihak pemerintah sehingga semua merasakan kue pembangunan. Jangan hanya kontraktor besar yang diperhatikan, ini kan tidak adil,” kesalnya. (MAS)