Pihak Dibalik Perizinan Perusahan Tebuh Harus Betanggungjawab
“Ini kebijakan yang sangat bertentangan dengan Undang-undang, sehingga perizinan tersebut cacat demi hukum. Artinya, izin yang dikeluarkan Bupati Teddy Tengko dan Gubernur Maluku tidak sah, karena sebelum mengeluarkan izin, pihak-pihak terkait dituntut untuk mengkaji secara seksama UU dengan bersandar pada berbagai aspek, salah satunya yakni aspek AMDAL,” tegas Barends.
Katanya, segala pelanggaran dan tindakan manipulatif yang dilakukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terbesar di negara ini. Sehingga dia meminta seluruh wakil rakyat untuk berkata jujur dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat di Kepulauan Aru.
“Kalau aspirasi masyarakat di daerah itu tidak diperhatikan dengan baik, maka yakin dan percaya beberapa tahun kedepan rakyat Aru akan mengalami kekeringan besar-besaran. Karena mengizinkan PT Menara Grup untuk mengelola 600 ribu hektar lahan warga, sama halnya dengan membunuh masyarakat,” katanya.
Ditegaskan, hal tersebut merupakan kejahatan kemanusian, pasalnya dia sistematis, meluas dan terencana. “Ini kejahatan kemanusia,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Barends, PT Manara Grup harus segera di hentikan aktivitasnya, dan Komisi B DPRD Maluku harus mengakomodir berbagai aspirasi terkait pencabutan izin usaha tersebut.
Ditambahkan, terkait kasus ini, pihaknya langsung membawahnya ke KPK RI, karena mereka tidak lagi percaya dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan lembaga hukum lain yang ada di Maluku.
Sementara itu Ketua Komisi B DPRD Maluku, Marcus Pentury mengatakan dari aspek prosedural, izin yang dikeluarkan Bupati Aru cacat hukum, alasannya sederhana, yakni izin tersebut dikeluarkan sejak 2 Mei 2010 lalu.
Menurutnya, izin dikeluarkan harus berdasarkan dokumen, karena ini menyangkut izin perkebunan. Salah satu prinsif penting adalah AMDAL.
Mestinya, lanjut politis Partai Demokrat itu, AMDAL harus meminta pemerintah baik kabupaten maupun provinsi untuk nmencabut izin usaha perkebunan tersebut.
Dalam kesempatan itu salah satu anggota LSM yang tergabung dalam koalisi Save Aru, Rudy Fovid mengungkapkan, DPRD Maluku merupakan tempat pelarian masyarakat yang paling terakhir.
Katanya, semua lembaga-lenbaga kemasyarakatan, wartawan, bahkan DPRD yang pernah berteriak tentang kemerdekaan tak dapat berbuat apa-apa.
“Ini adalah kesempatan raksasa bagi alat-alat negara. Sehingga DPRD Maluku dan DPRD di kabupaten setempat dapat mencari solusi dalam menyelesaikan persoalan itu. Selain itu saya meminta untuk pihak-pihak terkait menjaga ketat areal yang ada, agar tidak ada kesempatan bagi para penjahat untuk masuk ke sana,” harapnya.
Saat ini paling banyak investor di Aru, sehingga DPRD Maluku harus memverifikasi segala peraturan yang ada, karena disegala peraturan dan prinsip hukum yang ada, mungkin masih terdapat satu UU yang lebih spesifik lagi. (TWN)
Posting Komentar untuk "Pihak Dibalik Perizinan Perusahan Tebuh Harus Betanggungjawab "