Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kasus Dana Inpres Rp 4,4 triliun Wajib Tuntas

Ilustrasi.
AMBON, INFO BARU--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi melalui dana Inpres 6/2003 Rp 4,4 Triliun untuk mebamngun kembali (recovery) Provinsi Maluku pasca konflik horizontal pada 1999.

Pasalnya, dana talangan untuk membangun kembali Maluku pasca konflik 1999 kuat dugaan telah diselewengakan pihak Pemda Maluku sehingga negara merugi mencapai Rp 1,6 triliun.

Koordinator Solidaritas Anti Korupsi (SOMASI INDONESIA), Anyonk Latupono kepada Info baru Minggu (9/2) kemarin meminta ada ketegasan Ketua KPK Abraham Samad yang pernah bertandang di Ambon-Maluku berdialog sekaligus berjanji bahwa KPK akan serius menuntaskan sejumlah kasus dugaan tipikor yang di Provinsi Maluku.

Janji tersebut kemudian ditagih oleh Latupono yang mana bersama rekan-rekannnya sudah beberapa kali berdemonstrasi di KPK untuk mendesak lembaga superbody milik negara itu segera menuntaskan dugaan gratifiikasi rumah pribadi milik mantan gubernur Maluku K.A Ralahalu yang ditengarai pembangunannya turut menggunakan dana Inpres 6/2003.

Menurut dia, KPK sempat dibekali dengan surat tugas nomor SPT.2143A/10-13/10/2010, yang saat itu ditandatangani Deputi Bidang Pencegahan KPK, Muhammad Sigit.

Ia menyayangkan, dari pengusutan kasus jumbo tersebut KPK telah diamankan di bandara udara Malaysia sehingga kasus inipun tidak berkembang atau pengusutannya putus di tengah jalan.

 “Kami meminta agar KPK dapat memgungkap kasus dugaan tipikor dengan modus gratifikasi rumah mantan gubernur Maluku itu diusut hingga tuntas. Jangan-jangan KPK juga sudah masuk angin?,” celotehnya.

Sedi8kit menukik lagi, menurut Latupono sebelumnya kasus dana inpres ini mantan gubernur Maluku atau mantan Sekda Maluku Said Assagaf pernah disidik oleh pihak Polda Maluku.

 Namun lanjutnya, seiring waktu berjalan kasus tersebut hilang bak ditelan Bumi atau terkesan Polda Maluku tidak becus mengusutnya hingga tuntas atau berhenti di tengah jalan tanpa alasan yang jelas.

Beranjak dari ketidakbecusan penanganan kasus dugaan tipikor melalui dana Inpres nomor 6/2003 Rp 4,4 triliun yang belakangan diketahui merugikan engara mencapai Rp 1,6 trioliun tersebut seara kelembagaan SOMASI Indonesia menuntut KPK segara menuntaskannya dengan jalan segera memanggil mantan gubernur Maluku, K.A. Ralahalu dan mantan Wakil Gubernur Maluku, Said Assagaf untuk diproses sesuai hukum.

Tak sampai disitu, Latupono juga mendesak KPK segera memanggil dan memeriksa mantan gubernur Maluku dan mantan Sekda Provinsi Maluku yang atau mantan Wagub Maluku Said Assagaf, lantaran yang bersangkutan diduga kuat terlibat dalam korupsi dana Inpres Nomor 6/2003, sehingga negara merugi Rp 1,6 triliun.

Menurut Latupono, KPK harus segera mengambil-alih untuk menangani kasus dana Inpres 06/2003 Rp 4,4 Triliun yang telah merugikan negara Rp 1,6 Triliun tersebut.

Dalilnya, penegak hukum di Maluku dalam baik aparatrur Kejati Maluku maupun Polda Maluku terkait penanganan sejumlah kasus tipikor termasuk kasus dugaan tipikor dana Inpres 06/2003 Rp 4,4 triliun itu telah diamankan sehingga para penyeleweng anggaran negara hingga kini bebas dari jeratan hukum.

Untuk itu menyangkut gratifikasi rumah pribadi mantan gubernur Maluku K.A Ralahalu, KPK harus memeriksa mantan Wakil Gubernur Maluku Said Assagaf yang juga terlibat korupsi, lantaran dana Inpres Nomor 6 tahun 2003 Rp 4,4 Triliun itu menyebabkan Negara merugi Rp 1,6 Triliun.

“Kami meminta KPK segera memeriksa mantan gubernur Maluku dan mantan Wakil gubernur atau mantan Sekda Maluku Said Assagaf dalam kasus korupsi dana Inpres 06/2003 tersebut. Karena yang paling bertanggungjawab di dana inpres Rp 4,4 triliun itu adalah mereka berdua,” sentilnya.

Latupono menegaskan, jika tuntutan tersebut sep[erti yang telah disampaikan ia bersama rekan-rekannya kala berdemonstrasi di gedung KPK beberapa waktu lalu belum juga ditindaklanjuti maka, ia tak segan-segan untuk kembali turun ke jalan yakni di gedung KPK untuk menuntut komitmen Abraham Samad dan kawan-kawan dalam memberantas perkara korupsi di Indonesia termasuk di Maluku.

Seperti dilansir Info Baru Senin 13 Januari 2014, dana Inpres 6/2003 bukan dipakai untuk recoveri Maluku secara totalitas, sebagaian besar anggarannya dimanfaatkan untuk proyek mercusuar yang merugikan masyarakat.

Berikut, pembangungan rumah dinas Wakil Gubernur Maluku, renovasi gedung DPRD Maluku, kantor perwakilan Maluku di Jakarta, pembangunan Vip bandara Internasional Pattimura Laha Ambon, Rumah Dinas Kapolda Maluku, Rumah Dinas Pangdam XVI/Pattimura termasuk pembangunan pagar Lantamal Halong, pelabuhan Tulehu, reklamasi pantai di Tantui, pembelian dua unit kapal cepat, termasuk pembangunan dan rehabilitasi sejumlah rumah ibadah di Maluku, padahal tidak semua rumah ibadah rusak akibat konflik 1999.

Sasaran pemerintah pusat mengucurkan dana Inpres 6 2003 Rp 4,4 triliun ini adalah untuk merecovery atau membangun kembali Provinsi Maluku termasuk masyarakatnya pasca dilanda konflik 1999 lalu.

Total anggaran yang sudah direalisasikan selama tahun 2005-2007 mencapai Rp 2,159 triliun. Dana tersebut berasal dari setiap Departemen Rp 1,499 triliun dan dana cadangan umum (DCU) Rp 659,7 miliar yang diberikan kepada Pemda Provinsi Maluku.

Fatalnya, implementasi di lapangan ternyata tidak sesuai harapan atau target seperti dalam laporan pertanggungjawaban Gubernur Maluku pada 23 Juli 2007 silam. Di mana dana itu digunakan untuk membangun proyek yang sama sekali tidak mengalami kerusakan saat konflik 1999 silam.

Alokasi dana Inpres No 6/2003 itu ditutup pada 2007 lalu Gubernur Maluku mengajukan aksi pelaksanaan Inpres untuk tahun anggaran 2008 mencapai Rp 150 miliar dan mengajukan ke DPR serta telah dikucurkan sayangnya pengguaan dana segara tertsebut tidak jelas. (MAS)

Posting Komentar untuk "Kasus Dana Inpres Rp 4,4 triliun Wajib Tuntas"