DPRD Maluku Harus Terbuka ke Publik, Soal Dana Aspirasi 2010-2014

AMBON, INFO BARU--Tokoh Masyarakat Maluku Usman Basir kepada Info Baru di Ambon, meminta DPRD Provinsi Maluku harus transparan untuk membuka ke publik soal penggunaan dana aspirasi yang diterima 45 anggota dewan periode 2009-2014 masing-masing 2,5 miliar, yang diduga kuat telah disalahgunakan.
“Ini penting agar publik bisa mengetahui sebenarnya APBD 2010-2013 yang dialokasikan untuk dana aspirasi 45 anggota DPRD provinsi Maluku 2009-2014 sebenarnya digunakan untuk apa,” ujarnya.
Menurutnya, akibat didongkraknya dana aspirasi 2010-2013 kepada 45 anggota DPRD Maluku itu APBD Maluku bukan hanya mengalami defisit tapi juga soal pembiayaan atau belanjanya tidak pada proporsi yang sebenarnya.
“Kami minta ketegasan dari seluruh anggota DPRD Maluku agar bisa terbuka soal dugaan penyimpangan yang terjadi pada dana aspirasi 2010-2013 hingga 2014 tersebut,” harapnya.
Menurutnya dugaan penyelewengan APBD Maluku 2010-2014 oleh 45 anggota DPRD provinsi tentunya sangat merugikan daerah termasuk negara.
“uang negara adalah berasal dari uang rakyat yang dipakai 45 anggota DPRD Maluku itu mengapa harus ditutupi. Jadi, sekali lagi kami mintakan agar DPRD provinsi Maluku secara kelembagaannya bisa transparan ke publik Maluku sebenarnya sejauh mana dana aspirasi yang diterima diogunakan apa sudah sesuai dengan mekanisme anggaran atau tidak,” sentilnya.
Menurutnya, sebenarnya pengalokasian anggaran untuk program aspirasi sangat begitu besar dimana kebijakan itu menyebabkan APBD provinsi Maluku ikut tersedot atau dihamburkan atau berpotensi korupsi.
“Dugaan penyimpangan anggaran yang sebetulnya berkedok program atau proyek di lingkup SKPD, namun penggunaannya sulit dipertanggungjawabkan kepada public,” katanya.
Usman menyatakan, harusnya soal penganggaran dan penggunaan dana aspirasi dilakukan lewat mekanisme dan juklak yang jelas. Bahkan esensi pertanggungjawabannya pun harus transparan dan akuntabel. Jika itu tidak dilakukan maka otomatis bertentangan dengan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi publik.
Ia mencontohkan, di provinsi lain sebenarnya dana aspirasi sudah banyak dihapus, menngingat sistem penggunaannya lemah dan banyak bermasalah. Tapi justru DPRD Maluku begitu getol memainkan anggaran sayangnya lemah dalam pengawasan.
Menurutnya, dana aspirasi itu justru dirancang hanya untuk mempermudah korupsi atas kongkalingkong antara pihak eksekutif maupun legislatif.
Dimana kebijakan itu juga telah bertentangan dengan UU No. 17 tahun 2003, UU Nomor 1 tahun 2004, UU Nomor 32 dan UU Nomor 33 tahun 2004.
Dalam UU Nomor 17 tahun 2003 menjelaskan, kekuasaan pengelolaan keuangan negara ada pada Presiden dan dikuasakan pada Menteri, diserahkan kepada Gubernur/ Bupati / Walikota, bukan pada dewan.
Berikut UU Nomor 1 tahun 2004 menerangkan pula, pengguna anggaran bertanggung jawab kepada Presiden/ Gubernur/ Bupati/ Walikota. Pengguna di sini adalah Kementerian dan Lembaga eksekutif. Sedangkan Dewan sebagai lembaga legislatif tidak diatur.
Sehingga lanjutnya, bisa saja dugaan publik benar kalau 45 anggota DPRD Maluku 2009-2014 itu telah melakukan penyimpangan anggaran dan harus mendapat konsekuensi hukum sehingga wajib diproses oleh aparat penegak hukum di Maluku.
Selkain itu, Usman juga meminta BPK perwakilan Maluku untuk segera melakukan audit investigatisi terkait dana aspirasi yang digunakan oleh 45 DPRD provinsi Maluku Periode 2009-2014 itu.
“Jika mereka (DPRD) merasa benar maka harus terbuka dong. Kalaupun ada dugaan disana berarti terlepas dari berbagai tekanan politik dan pertimbangan lainnya, aparat penegak hukum harus turun tangan untuk mengusut dugaan korupsi dana aspirasi DPRD provinsi Maluku periode 2009-2014 tersebut,” tandasnya. (SAT)