Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Koordinasi Lintas Sektor Bisa Atasi Illegal Fishing

Ilustrasi Illegal Fishing.
AMBON, INFO BARU--Wakil  Ketua DPD komiten Nasional pemuda Indonesia (KNPI) Maluku Tengah Bidang Kelautan dan  Perikanan, Amrullah Usemahu, kepada Info Baru Selasa (20/5) mengatakan, Untuk mengatasi praktek pencurian  ikan (Illegal Fishing) di wilayah perairan Maluku pemrintah daerah Maluku harus meningkatkan fungsi pengawasan melaui pola koordinasi lintas sektor antara angkatan laut (AL), Polisi Perairan (Polair), termasuk pihak Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan Republik Indoneria (PSDKP-RI).

Menurutnya, pola pengawasan penting diterapkan oleh pemda Maluku mengingat sekarang, Maluku masih memiliki begitu banyak keterbasan terkait sarana dan prasarana pengawasan di wilayah maritim.

Menyangkut pengawasan di lapangan, kata Amrullah, aparat yang berwenang sering tidak kompak antara instansi yang satu dengan lainnya, dan yang terjadi hanyalah saling melempar tanggungjawab.

Menurutnya, maraknya praktek pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah perairan Maluku terjadi di empat wilayah  pengelolaan perikanan (WPP) masing-masing, laut Seram, laut Arafura,  laut Banda dan laut Aru saat ini, wajib disikapi secara serius oleh Pemda Maluku.

Salah satu langkah yang paling tepat dalam memberantas praktek illegal fishing di perairan Maluku, menurut Amrullah, harus segera dilakukan modernisasi sarana dan prasana pengawasan.

Ia menilai, pola penanganan pengawasan wilayah perairan laut Maluku selama ini yang diterapkan pemda Maluku banyak memiliki kelemahan, alhasil sering dijadikan sebagai senjata oleh para pencuri ikan lebih leluasa dalam menjalankan operasinya.

“Berbagai cara digunakan untuk mengeruk hasil laut kita.  Salah satunya penyalahgunaan SIUP yang  dikeluarkan oleh Pemerintah via KKP maupun DKP ,” ungkapnya.

Misalnya lanjut dia, ada kapal yang beroeprasi dengan ijin penangkapan  ikan di wilayah Zona Ekonomi Exlusif (ZEE) di Indonesia khusunya pada perairan Arafura, lantaran lemahnya pengawasan sehingga kapal masuk pada  daerah penangkapan lain di laut Aru. Celakanyalagi , kapal itu menangkap ikan pada daerah  terotorial 12 mil.

“Hal ini harus disikapi serius oleh pemerintah lewat  pengawasan intens di lapangan. Jika terus dibiarkan maka  negara akan merugi triliunan rupiah per tahun,” tandasnya.

Diungkapkan, berbagai temuan tindakan Illegal Unreportered Unregulated (IUU) Fishing  di Tanah Air yang merugikan negara hingga Rp 17 triliun per  tahunnya.

Apalagi dengan ditetapkannya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718 yang meliputi laut Arafura, laut Aru dan laut Timor, tentu akan menjadi surga bagi para pencuri tersebut. dimana WPP 718 itu sangat  memegang nilai strategis bagi produksi perikanan nasional.

Ditambahkan, modus pencurian ikan biasa dilakukan secara berkelompok dan kebanyakan dilakukan oleh kapal  ikan aisng. “Mereka menggunakan cara pencurian  ikan dengan memakai badan usaha Indonesia dengan  mengimpor kapal dari asal negaranya,” celotehnya.

Bahkan kata dia, nelayan asing melakukan transshipment hasil curian ikan  baik di laut juga di darat. Selain itu, kapal asing yang menangkap ikan sering mengelabui petugas dengan menggunakan dua bendera  Indonesia dan negara tujuan dimana kapal ikan itu akan  dibawa.

“Ketika sandar di pelabuhan disamakan  sebagai kapal pengangkut. Untuk itu butuh komitmen, sinkronisasi kerjasama  antara aparat kepolisian dan TNI AL serta PSDKP RI  agar memberantas pelaku tindak IUU Fishing ke depan,” jelasnya.

Pasalnya, Illegal fishing harus diberantas tuntas sehingga rakyat  dapat merasakan hasil pengelolaan laut secara terarah, terpadu dan berkelanjutan. “Yang pastinya berujung pada  kesejahteraan rakyat itu sendiri,” pungkasnya. (MG-01)