Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

KAHMI Kota Ambon Tolak Penghargaan Adipura

Arak-arakkan masyarakat Kota Ambon menyambut Piala Adipura (Foto: Embong Salampessy).
AMBON, INFO BARU--Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Ambon, secara tegas menolak penghargaan Adipura yang baru diraih Kota Ambon, pada Kamis (5/6). Penegasan penolakan tersebut di sampaikan Wakil Sekretaris KAHMI Kota Ambon, Hamid Wasahua, Jumat (6/6).

“Bila melirik pada realitas kondisi Kota Ambon kekinian, sudah tentu sangat bertolak belakang  dengan aspek penilaian dari prasyarat untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Karena itu, KAHMI Kota Ambon secara resmi menolak penghargaan Adipura,” tegas Wasahua

Wasahua katakan, penghargaan tahunan yang diberikan Presiden RI tersebut, merupakan salah satu program prioritas dalam pengendalian pencemaran lingkungan, dari berbagai kegiatan domestik serta penghargaan bagi Kota/Kabupaten yang memiliki komitmen dalam mewujudkan kota bersih dan hijau  atau Clean and Green City.

Dari tujuan penghargaan dimaksud, lanjut Wasahua, bila kita sandingkan dengan realitas lingkungan Kota Ambon yang ada, maka sangatlah keliru jika pemerintah kota dengan bangga menerima trofi Adipura tersebut.

Pasalnya, sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2011 tentang Adipura, lanjutnya, ada dua fokus penilaian atau pemantauan sehingga suatu kota dapat meraih peng¬hargaan Adipura, yaitu fisik dan non fisik yang dilakukan terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, pengendalian pen¬cemaran air dan pengendalian pencemaran udara.

“Kita realistis saja. dari aspek penilaian, kondisi fisik lingkungan kota ambon dalam hal kebersihan dan keteduhan kota serta pengelolaan lingkungan kota secara non-fisik, yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap sama sekali belum memenuhi Kriteria,” terangnya.

Dia menambahkan, selain itu juga dari aspek penunjang untuk kenyamanan masyarakat kota, pada indicator kondisi fisik lainnya seperti, kemacetan, penataan pasar masih amburadul, tumpukan sampah seperti hiasan, serta lapak (kios) dan parkiran liar masih belum tertatah dengan baik, padahal semuanya itu adalah kebutuhan kenyamanan masyarakat.

“Kemacetan yang hampir terdapat di semua titik jalan, penataan Pasar Mardika dan Batu Merah yang masih terlihat amburadul, terlihat tumpukan sampah sisah banjir dan sampah produksi rumah tangga masih tersebar di mana-mana. Lapak (kios) dan parkiran liar yang menggunakan sebagian besar badan jalan raya dan trotoar, semuanya itu sampai hari ini masih tidak tertangani secara baik oleh pemkot,” ujarnya.

Lantaran itu menurut Wasahua, KAHMI menilai, penghargaan Adipura tersebut hanyalah sebagai sebuah modus untuk pencitraan pemerintah Kota Ambon di mata masyarakat dan pemerintah Pusat saja. Namun dampaknya untuk warga Kota Ambon sama sekali tidak membawa manfaat yang signifikan.

“Penghargaan Adipura itu hanya akan menguntungkan Walikota Richard Louhanapessy dan Wakil Walikota  (Wawali) Sam Latuconsina saja. Sementara untuk warga Kota Ambon sama sekali tidak membawa manfaat yang apa-apa,” katanya.

Sementara Wakil Walikota Ambon, Sam Latuconsina saat dikonfirmasi wartawan (4/6) mengatakan, keberhasilan Kota Ambon meraih trofi Adipura tidak terlepas dari kerja keras Pemkot dan masyarakat Ambon.

Mewakili pemerintah kota Ambon, dirinya mengucapkan banyak terima kasih serta memberikan apresiasi yang tinggi atas partisipasi warga dan masyarakat kota yang sudah membantu menjaga kebersihan di kota ini, hingga Kota Ambon dapat meraih penghargaan Adipura tahun ini.

Menurut Wawali, penghargaan Adipura diperoleh karena Kota Ambon dinilai bersih dan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan penghargaan tersebut.

“Walaupun pada beberapa titik masih ada sampah, namun pada umumnya Kota Ambon dinilai bersih sehingga Pempus memberikan penghargaan Adipura,” katanya.

Wawali menegaskan akan mempertahankan penghargaan yang diberikan Pempus dengan menjaga dan meningkatkan kebersihan di Kota bertajuk Manise ini.

Sekadar diketahui, Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986 dan sempat terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi “Kota Bersih dan Teduh”. Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. 
                
Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu.
Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kategori kota metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001-1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai dengan 100.000 jiwa).

Kriteria penilaian Adipura terdiri dari dua indikator pokok, yaitu, Indikator kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota serta  Indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap. (R0L)