Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pemkab Buru Didemo, Buntut tak Libatkan Pemilik Lahan Gunung Botak

Aksi Demonstrasi Lembaga Parlemen Jalanan, Pembebasan dan Masyarakat Adat Kabupaten Buru di Kantor Bupati Buru Kota Namlea, Sabtu (29/8). (foto: : Abdullah Ely).
NAMLEA, INFON BARU--Lembaga Parlemen Jalanan dan Pembebasan Kabupaten Buru dan beberapa tokoh adat setempat, Kamis (28/8), menggelar aksi demonstrasi di kantor Bupati Buru, juga berlanjut Sabtu (29/8) pekan kemarin.

Aksi demo tersebut menolak pembentukan Konsorsium Lea Bumi (Gunung Botak-Red). Karena diduga hanya dimotori oleh beberapa oknum pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru semata.

Pendemo menolak pembentukan Konsorsium Lea Bumi karena tidak melibatkan pemilik lahan yang sah. Sehingga dinilai kebijakan tersebut illegal lantaran tidak menjunjung tinggi nilai-nilai adat Rechenscaaf Kaiely.

Aksi demo serupa juga dilakukan di Polres Pulau Buru. Di depan Mapolres Pulau Buru, para pendemo mendesak agar Kapolres Pulau Buru segera memanggil sekaligus memeriksa oknum pejabat di lingkup Pemkab Buru terutama Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumberdaya Mineral (ESDM), menyusul atas kebijakan yang terkesan sepihak tersebut tidak melibatkan pemilik lahan yang sah.

Dalam orasinya, Koordinator aksi Ahmad Belasa mengatakan, pemkab Buru telah menerapkan kebijakan politik adu domba di internal keluarga Raja, tatanan adat istiadat dan pemilik lahan yang sah secara hukum.

Sikap Pemkab Buru dengan membentuk Konsorsium Lea Bumi (Gunung Botak-Red), dinilai adalah bentuk pengkhianatan yang dilakukan pemda setempat terhadap tatanan Pemerintahan Adat Negeri Kaiely.

Dikatakan, pembentukan Konsorsium itu adalah Divide et impera atau politik pecah belah/adu domba yang dilakukan oleh Pemda Buru.

Sehingga hal itu dimaknainya sebagai ketidakmampuan dan kebingungan Pemda setempat dalam mengelola wilayah pertambangan emas di Gunung Botak.

Ia bahkan menuding, kebijakan dibentuknya Konsorsium hanya dibaluti kepentingan terselubung demi meraih keuntungan berlipat.

Lanjutnya, Konsorsium yang dibentuk itu memang menjadi solusi. Tapi, hal tersebut dinilai sarat kepentingan para elit di kabupaten berjuluk Retemena Barasehe tersebut.

Kebijakan tersebut juga dinilai tidak transparan karena Pemkab Buru tidak mampu menjelaskan siapa investor dibalik pembentukan Konsorsium gunung Botak itu, sehingga ia menilai hal itu memperjelas kalau kebijakan tersebut hanya konspirasi dan taktik pihak Pemkab Buru yang sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau KKN.

“Kadis Pertambangan dan Energi Sumberdaya Mineral Kabupaten Buru, Ir Masri Bugis, diduga kuat terlibat atau sebagai konspirator. Aji Hentihu serta Wael  Masur disinyalir kuat juga sebagai boneka Pemda Kabupaten Buru,” katanya.

Hal serupa juga disampaikan Ketua Lembaga Parlemen Jalan dan Pembebasan Kabupaten Buru, Hasan Assagaf.

Menurutnya, mengacu surat pemberitahuan penutupan areal pertambangan gunung botak secara resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan ESDM Kabupaten Buru yang ditanda-tangani tertanggal 25 Agustus 2014, dengan tujuan agar para penambang emas pada hari itu juga segera mengosongkan areal gunung botak.

Surat itu menerangkan pula, agar para penambang mendaftarkan diri kembali pada Sekretariat Konsorsium Koperasi IPR Lea Bumi yang berlokasi di jalur F, Desa Wansait.

Untuk itu, ia menghimbau kepada seluruh masyarakat yang beraktivitas di gunung botak agar tidak mendaftarkan diri sebagai penambang di Konsorsium Koperasi IPR Lea Bumi.

Alasannya, karena Konsorsium Lea Bumi illegal karean tidak melibatkan pemilik lahan yang sah atau tidak mengikuti prosedur yang sebenarnya.

Sebelum membubarkan para pendemo menuntut pihak pemkab Buru segera menutup aktivitas pertambangan di gunung botak (Lea Bumi), karena kebijakan yang diambil illegal serta bertentangan dengan kepentingan masyarakat adat setempat yang mestinya mendapat perlindungan dari pemerintah daerah.

Kemudian sesuai Keputusan Menteri ESDM bernomor 4002. K/30/MEM/2013 adalah tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Kepulauan Maluku pendemo menilai, hal itu bukan satu-satunya sumber hukum bagi Pemkab Buru untuk menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas di Gunung Botaktermasuk Konsorsium.

Penafsiran kata kebijakan tidak dapat dilakukan atau diambil menjadi alasan oleh Pemkab Buru dalam rangka menempuh solusi untuk mengelolah pertambangan gunung botak demi kepentingan kesejahteraan rakyat Bupolo.

Namun bagi pendemo, alasan itu tidak tepat karena masih banyak serangkaian proses hukum dan langkah mediasi sebagai tanggungjawab Pemda Buru hingga sekarang belum mampu diwujudkan.
Sikap Pemda Buru juga dinilai tidak kooperatif dan tidak menghargai hak masyarakat adat mengenai pengelolaan tambang gunung botak.

“Aksi demo dan tuntutan kami merupakan wujud penegakan hukum dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera tanpa diskriminasi serta membela dan mempertahankan hukum adat yang merupakan manifestasi dari satu-kesatuan khasanah kekayaan Negara yang telah hidup ratusan tahun silam,” tandasnya.

Dimana sesuai UUD 1945, lanjutnya, merupakan sumber hukum tertinggi dan fundamental sifatnya atau memiliki legitimasi bentuk hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya.

“Tugas kami generasi untuk mempertahankan, menjaga dan melestarikan warisan leluhur negeri ini (Buru-Red). karena merupakan kesepakatan para pemangku adat dan para pendiri negara.

“Dalam pasal 18 B ayat 2 “ negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang,” terangnya.

Pendemo juga mempertanyakan keberadaan Konsorsium Lea Bumi, dan siapakah sebenarnya otak dibalik Konsorsium Lea Bumi tersebut.

Pendemo berdalil, tuntutan ini demi harga diri leluhur mereka. Sehingga sejengkal pun tanah mereka tidak akan diberikan kecuali telah ada kesepakatan bersama.

Sementara itu, wartawan Koran ini yang hendak mengkonfirmasikan masalah tersebut ke pihak Dinas Pertambangan dan ESDM serta beberapa pejabat terkait yang bertanggung jawab, namun belum berhasil ditemui lantaran baik pihak Dinas Pertambangan maupun pejabat terkait lainnya di Pemkab Buru itu, dikabarkan sedang melakukan perjalan Dinas ke Jakarta. (MG-02)