Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Bupati-Sekda Kabupaten SBB Harus Jadi Tersangka

Anggaran Bansos Rp11,6 Miliyar Bocor

Bupati-Sekda Kabupaten SBB Harus Jadi Tersangka (Ilustrasi).
AMBON, INFO BARU--Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), anggaran Bantuan Sosial (Bansos) kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun 2011 sebesar Rp 11.632.114.743,00,- (sebelas miliar enam ratus tiga puluh dua juta sertatus empat belas ribu tujuh ratus empat puluh tiga rupiah), yang merugikan Negara miliaran rupiah. Dalam kasus ini mantan Kepala Dinas PPKAD Kabupaten SBB, Djainudin Kaisupy dan Bendahara PPKAD SBB, dinilai hanya dikorbankan oleh Bupati SBB, Jacobus Frederik Puttileihalat dan Sekretaris Daerah (Sekda) SBB, Mansur Tuharea.

Pernyataan ini disampaikan Fadli Bufakar, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Seram Bagian Brat (HIPMASEB), kepada Info Baru di Ambon, Sabtu (11/10).

Menurut Fadli, penetapan APBD tahun 2011, Pemkab SBB menganggarkan Bansos sebesar Rp 5.645.000.000,00,- (Lima miliar enam ratus empat puluh lima juta rupiah). Dengan Perda No 01 tahun 2011, kemudian ditindak-lanjuti dengan Peraturan Bupati (Perbup), Kabupaten SBB Nomor 01 Tahun 2011, tentang penjabaran APBD dan belanja daerah kabupaten SBB tahun 2011.

Namun Perbup nomor 01 tahun 2011 tentang penjabaran APBD dan belanja daerah kabupaten SBB tahun 2011 itu dirubah oleh Bupati SBB Jakobus Frederik Puttileihalat dan Sekda SBB, Mansur Tuharea tertanggal 27 Desember 2011, dengan Perbup Nomor 13 tahun 2011 tentang perubahan atas Perbup Nomor 01 tahun 2011 tentang penjabaran APBD dan belanja daerah kabupaten SBB. Terdapat penambahan anggaran pada Bansos sebesar Rp 5.645.000 .000.00,- (lima miliar enam ratus empat puluh lima juta rupiah).

Sehingga total dana Bansos kabupaten SBB adalah Rp 11.632.114.743,00,-. Dana Bansos yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah dan lengkap Rp 9.046.764.743,00-  (Sembilan miliar empat puluh enam juta tujuh ratus enam puluh empat juta rupiah).

Sedangkan realisasi dana Bansos sebesar Rp 585.350.000,00,- (dua miliar lima ratus delapan puluh lima juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah), tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak disertai dengan bukti yang sah dan lengkap.

Diungkapkan, setelah penyidik Kejati Maluku memeriksa Djainudin Kaisupy, dan menunjukan Perda Nomor 13 tahun 2011 tentang APBD Perubahan kabupaten SBB tahun 2011, justru hal itu membingungkan. Karena tidak ada penetapan APBD Perubahan tahun 2011.

Lanjutnya, sesuai keterangan Ketua DPRD kabupaten SBB periode 2009-2014 Frans Purimahua menyatakan pada 2011 tidak ada penetapan APBD Perubahan oleh DPRD kabupaten SBB.

Dikatakan, Perda No 13 tahun 2011 seperti yang ditunjukan penyidik Kejati Maluku ditandatangani oleh Bupati SBB Jakobus Frederik Puttileihalat dan Sekda SBB, Mansur Tuharea tertanggal 27 Desember 2011.

Dijelaskan, sebagai dasar hukum, UUD 1945, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tipikor. UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan. Dan UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Lanjutnya, Djainudin Kaisupy diangkat sebagai Kepala Dinas PPKAD oleh Bupati kabupaten SBB Jacobus Frederik Puttileihalat dengan SK Bupati Nomor: 821.4/360/2007 tertanggal 28 September 2007 tentang pengangkatan pejabat eselon II lingkup Pemkab SBB.

Untuk itu, ia menilai penjabaran Perbup kabupaten SBB Nomor 01 tahun 2011, dirubah dengan Perbup Nomor 13 tahun 2011 dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 81 ayat 1.

Dikemukakan, penyusunan APBD dengan perkembangan dan atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan apabila terjadi, a.  perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD. B. keadaan yang mengharuskan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar jenis kegiatan dan belanja. C. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun belanja. (D). keadaan darurat dan (e) keadaan luar biasa.

Dikatakan Kabupaten SBB pada 2011, tidak termasuk dalam keadaan darurat dan atau keadaan luar biasa. Namun yang terjadi adalah penggunaan dana Bansos di kabupaten SBB, tidak tersentuh pada keluarga penerima dan atau keluarga sasaran. Sehingga menimbulkan kerugian Negara. Kebijakan ini untuk mengamankan kebocoran dana Bansos, oleh Bupati SBB Jacobus Frederik Puttileihalat dengan mengeluarkan Perbup No 13 tahun 2011 tertanggal 27 Desember 2011 menggantikan Perbup No 01 tahun 2011. Langkah itu bertentangan dengan UU.

Ia menegaskan, Jacobus Frederik Puttileihalat (Bupati SBB) dan Sekda, Mansur Tuharea harus bertanggungjawab terhadap penggunaan dana Bansos yang mengakibatkan kerugian Negara.

“Jadi, Kadis PPKAD SBB, Djainudin Kaisupy dan Bendahara PPKAD yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Maluku, wajar jika bupati dan Sekda juga harus bertanggungjawab dari penggunaan dana Bansos yang tidak tepat sasaran di kabupaten SBB pada 2011,” tegas Fadli.

Menurutnya, PP Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah pasal 81 ayat 2 berbunyi, dalam keadaan darurat Pemda dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.

Merujuk penjelasan Pasal 81 ayat 2 PP 58 tahun 2005 itu, ternyata Jacobus Frederik Puttileihalat (Bupati SBB), dan Sekda SBB, Mansur Tuharea juga patut bertanggungjawab atas kebocoran anggaran Bansos 2011 Rp 11,6 Miliar yang menyebabkan Negara merugi miliaran rupiah.

Bahkan, UU Nomor 1 tahun 2004 pasal 18 ayat 3 juga menjelaskan, pejabat yang menandatangani yang mengesahkan dokumen dan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran APBN/APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Sehingga yang menjadi dasar dan atau bukti penggunaan Bansos adalah mata anggaran Bansos termuat dalam Perda No 1 tahun 2011, tentang APBD kabupaten SBB tahun 2011. Kemudian dijabarkan dalam Perbup No 01 tahun 2011. Perda maupun Perbup terkait kasus ini, ditandatangani oleh Bupati SBB dan Sekda.

“Oleh karena ini dari aspek pertanggungjawaban penuh terhadap penggunaan uang yang salah dan mengakibatkan kerugian Negara di kasus ini adalah Bupati SBB dan Sekda SBB,” jelasnya.

Untuk itu, ia meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, I Gede Sudatmadja, segera memanggil Bupati SBB, Jacobus Frederik Puttileihalat dan Sekda SBB, Mansur Tuharea agar dimintai pertanggungjawaban mereka berdua. Alsannya, penerbitan Perbup No 13 tahun 2011 yang menggantikan Perbup 01 tahun 2011. Lantaran kebijakan dua pentinggi penting Kabupaten Saka Mese Nusa itu, dinilai telah bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku.

“Amanat PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 81 ayat 2 UU dan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah pasal 81 ayat 2 sudah jelas. Untuk itu kami meminta Kajati Maluku harus segera memanggil Bupati SBB Jacobus Frederik Puttileihalat, dan Sekda SBB Mansur Tuharea, untuk diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka lantaran bocornya anggaran Bansos kabupaten SBB 2011 karena buah dari kebijakan iprosedural mereka berdua,” tegasnya. (MAS)