PNS Malteng Diekploitasi
AMBON, INFO BARU - Menjelang pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) calon Gubernur Maluku Abdullah Tuasikal menggunakan para birokrat (PNS) sebagai alat untuk memuluskan jalan menapaki singgasana kekuasaan di Kabupaten Maluku Tengah selama dua periode.
Praktek kotor ini rupanya diwariskan Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal yang juga kakak kandung Abdullah Tuasikal. Bupati mengintruksikan kepada semua pegawai di Pemkab Malteng diharuskan mencari 10 orang untuk memilih Abdullah Tuasikal yang maju sebagai Gubernur Maluku.
“Kami ditugaskan Bupati Abua Tuasikal untuk mencari minimal 10 orang untuk memilih Abdullah Tuasikal sebagai calon gubernur Maluku,” ungkap salah satu kepala sekolah di Kecamatan Leihitu meminta namanya tidak dikorankan kepada Info Baru kemarin di Ambon
Baginya, cara ini biasanya dilakukan Abdullah Tuasikal pada sdetiap ajang Pilkada. Rupanya, lanjut dia, cara ini juga digunakan kakak kandung Abua Tuasikal guna memenangkan Abdullah Tuasikal pada Pilkada Maluku 2013-2018. Menurut dia, seorang kepala daerah baik itu Gubernur/WakilGubernur, Bupati/wakil Bupati, Walikota/wakil Walikota, sangat tidak dibenarkan sesukanya sendiri mengganti pejabat atau mengganti CPNS dengan alasan apapun kecuali yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
Apalagi, menjelang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Maluku saat ini, tidak dibenarkan mengeksploitasi PNS ataupun CPNS sebagai alat politik, sebagaimana dipraktekkan Bupati Abua Tuasikal saat ini di Maluku Tengah. Siapapun jangan melakukan politisasi PNS/CPNS.
“JIka kami tidak mengikuti perintahnya Abua Tuasikal, maka kami akan dipindahkan ke daerah-daerah terpencil dengan alasan PNS siap ditempatkan dimana saja,” jelasnya.
Aturan tentang larangan PNS terlibat politik praktis hanya isapan jempol. Kenyataannya Abdullah Tuasikal ketika menjabat sebagai Bupati Malteng dua periode, sangat mudah menyeret PNS dalam pusaran pertarungan Pilkada.
Padahal, masyarakat memiliki harapan besar dengan perguliran kekuasaan Orde Baru ke reformasi.
Momen-momen itu, selama ini dilakukan di Kabupaten tertua di Maluku ini, akibatnya Kabupaten Maluku Tengah tidak memiliki kualitas yang bagus, sehingga ketika terpilih menjadi pemimpin pasti tidak berintegritas dan pro rakyat.
Agar kualitas Pilkada itu baik, maka sangat ditentukan tiga hal, yakni pertama, penyelenggaraan Pilkada yang bersih tanpa adanya kecurangan, penyelewengan kekuasaan yang dilakukan calon kepala daerah.
Kedua, profesionalisme serta akuntabilitas lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan dan pengawasan pilkada. Ketiga, pemilih rasional yang memilih pemimpin bukan karena sogokan, ikut-ikutan, maupun intimidasi, tapi mempertimbangkan pilihannya berdasarkan visi, misi, dan program yang pro terhadap rakyat.
Dirinya menegaskan, visi-misi dan program yang pro terhadap rakyat hanya pada calon gubernur pasangan Herman. A Koedoeboen-M.Daud Sangadji (MANDAT) Nomor 4 yang diusung PDI Perjuangan. (SAT)
Praktek kotor ini rupanya diwariskan Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal yang juga kakak kandung Abdullah Tuasikal. Bupati mengintruksikan kepada semua pegawai di Pemkab Malteng diharuskan mencari 10 orang untuk memilih Abdullah Tuasikal yang maju sebagai Gubernur Maluku.
“Kami ditugaskan Bupati Abua Tuasikal untuk mencari minimal 10 orang untuk memilih Abdullah Tuasikal sebagai calon gubernur Maluku,” ungkap salah satu kepala sekolah di Kecamatan Leihitu meminta namanya tidak dikorankan kepada Info Baru kemarin di Ambon
Baginya, cara ini biasanya dilakukan Abdullah Tuasikal pada sdetiap ajang Pilkada. Rupanya, lanjut dia, cara ini juga digunakan kakak kandung Abua Tuasikal guna memenangkan Abdullah Tuasikal pada Pilkada Maluku 2013-2018. Menurut dia, seorang kepala daerah baik itu Gubernur/WakilGubernur, Bupati/wakil Bupati, Walikota/wakil Walikota, sangat tidak dibenarkan sesukanya sendiri mengganti pejabat atau mengganti CPNS dengan alasan apapun kecuali yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
Apalagi, menjelang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Maluku saat ini, tidak dibenarkan mengeksploitasi PNS ataupun CPNS sebagai alat politik, sebagaimana dipraktekkan Bupati Abua Tuasikal saat ini di Maluku Tengah. Siapapun jangan melakukan politisasi PNS/CPNS.
“JIka kami tidak mengikuti perintahnya Abua Tuasikal, maka kami akan dipindahkan ke daerah-daerah terpencil dengan alasan PNS siap ditempatkan dimana saja,” jelasnya.
Aturan tentang larangan PNS terlibat politik praktis hanya isapan jempol. Kenyataannya Abdullah Tuasikal ketika menjabat sebagai Bupati Malteng dua periode, sangat mudah menyeret PNS dalam pusaran pertarungan Pilkada.
Akibatnya, birokrasi lumpuh total dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik dan instrumen melaksanakan kebijakan. Ini adalah fakta yang tidak bisa ditutupi lagi.
Padahal, masyarakat memiliki harapan besar dengan perguliran kekuasaan Orde Baru ke reformasi.
Momen-momen itu, selama ini dilakukan di Kabupaten tertua di Maluku ini, akibatnya Kabupaten Maluku Tengah tidak memiliki kualitas yang bagus, sehingga ketika terpilih menjadi pemimpin pasti tidak berintegritas dan pro rakyat.
Agar kualitas Pilkada itu baik, maka sangat ditentukan tiga hal, yakni pertama, penyelenggaraan Pilkada yang bersih tanpa adanya kecurangan, penyelewengan kekuasaan yang dilakukan calon kepala daerah.
Kedua, profesionalisme serta akuntabilitas lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan dan pengawasan pilkada. Ketiga, pemilih rasional yang memilih pemimpin bukan karena sogokan, ikut-ikutan, maupun intimidasi, tapi mempertimbangkan pilihannya berdasarkan visi, misi, dan program yang pro terhadap rakyat.
Dirinya menegaskan, visi-misi dan program yang pro terhadap rakyat hanya pada calon gubernur pasangan Herman. A Koedoeboen-M.Daud Sangadji (MANDAT) Nomor 4 yang diusung PDI Perjuangan. (SAT)
Posting Komentar untuk "PNS Malteng Diekploitasi"