Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kepala Balai Sungai Gagal

INFO BARU - Kepala Balai Sungai Wilayah Maluku dan Maluku Utara, Muhamad Marasabessy dinilai gagal menyusul bencana Wae Ela. Padahal pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 107 miliar guna mengantisipasi longsoran gunung Ulakhatu yang terletak di Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

Sementara Badan Meteorogi, Klimatologi dan Geofisika Ambon sebelumnya sudah memperingati pemerintah Provinsi Maluku, melalui Balai Sungai Wilayah Maluku dan Maluku Utara di bawah pimpinan Mat Marasabessy, untuk tidak membuat bendungan.

Pergerakan tanah yang dapat dideteksi, karena waduk tersebut bukan buatan, tapi alami karena patahan di sungai Wae Ela akibat longsoran gunung Ulakhatu pada 13 Juli 2012, sehingga waduk tersebut bisa jebol karena tingkat deformasi kerak dan kecepatan lempeng tektonik untuk lebih dari 1 mm / tahun.

Waduk Wae Ela terbentuk setelah sekitar 2.100.000 m3 material berupa batu, tanah dan pasir menghalangi aliran air, dan karena itu juga maka terbentuklah dam yang menampung air kurang lebih sebanyak 19.800.000 M3.

Sudah barang tentu dengan adanya waduk Wae Ela maka akan ada pula kekhawatiran masyarakat Desa Negeri Lima jika natural dam terbesar nomor 1 di Asia Tenggara itu sampai jebol. Mengingat struktur natural dam ini tidak bisa dikatakan kokoh lantaran material tanah yang menjadi badan waduk merupakan tanah labil dan masuk dalam kategori tanah yang gampang mencapai titik jenuh (Jenuh Air) belum lagi debit air yang selalu meningkat lantaran intensitas curah hujan yang tinggi di waduk tersebut.

Kekhawatiran Masyarakat Negeri Lima akhirnya terbukti. Hari kamis tanggal 25 Juli 2013, sekitar pukul 12.30 Wit air telah meluap melewati pembatas (Pasangan Batu kali) yang dibangun guna mengantisipasi tinggi muka air yang selalu naik dan akhirnya menjebol Wae Ela.

Untuk hal ini BMKG (Badan Meteorologi dan Klimatologi) pantas di acungi jempol lantaran telah berhasil melakukan kalkulasi yang sangat tepat mengenai kemungkinan jebolnya Waduk buatan tersebut, karena pengaruh intensitas curah hujan.

Kinerja dari BMKG ini lantas disambung oleh BNPB yang menyatakan bahwa kemungkinan besar tanggal 25 juli akan terjadi Dam Break pada Dam Wae Ela. Namun hal ini tidak diikutsertakan dengan kesigapan pihak-pihak yang terkait dengan bencana yang telah diramalkan ini.

Dinas Pekerjaan Umum melalui Kepalai Sungai Mat Marasabessy tidak mampu mendesak pihak kontraktor untuk segera menyelesiakan proses pembangunan spill way dalam satu tahun setelah waduk terbentuk.

Kepala Balai SungaI dan pihak Kontraktor pun harus bertanggung jawab atas dana miliaran rupiah yang dikukurkan. Mega proyek tersebut paling lambat dapat diselesaikan dalam kurun waktu 8 bulan. Mengingat kontraktor yang menangani konstruksinya tergolong perusahan yang besar dengan seabrek pengalaman dan bukankah data teknis untuk konstruksi telah dikantongi? Jika alasan yang dikemukakan adalah lantaran cuaca maka hal itu adalah alasan bodoh dan tidak masuk akal. Bukankah selama masa pengerjaan yang mencapai satu tahun, mereka didampingi dua buah pompa air berkapasitas super besar? Belum lagi dana ratusan milliard telah dikucurkan untuk program pembangunannya.

Bukankah intensitas curah hujan selama setahun terkesan wajar, dan baru mencapai puncaknya terhitung 12 bulan setelah Dam Wae Ela terbentuk. Lantas apa yang kontraktor kerjakan selama sebelas bulan yang telah berlalu? Tidak cukupkah waktu selama itu untuk melakukan pemadatan material serta pembangunan spill way?.

Berdasarkan penuturan masyarakat bangunan penyanggah yang dibuat di bibir Dam yang berfungsi untuk memperlambat luapan air tidak menggunakan Konstruksi beton bertulang, melainkan hanya berupa pasangan Batu kali. Bagaimana mungkin konstruksi seperti itu bisa menahan tekanan air dari isi waduk terbesar di Asia Tenggara tersebut. (SAT)

Posting Komentar untuk "Kepala Balai Sungai Gagal "