Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mahkamah Konstitusi Hanya Sekedar Bantal Cap KPU

Kericuhan di MK buntut dari kekecewaan masyarakat atas putusan MK.
AMBON, INFO BARU-Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilkada Maluku, Kamis (14/11) yang berujung kericuhan itu, dinilai lebih dahsyat dan melukai para pencari keadilan dan kebenaran di republik ini.

Mantan anggota DPRD Maluku, Chris Sahetapy mengatakan, berbagai kalangan pemimpin termasuk para hakim MK yang menuding keributan anak-anak Maluku di MK sebetulnya hanya pengalihan perhatian publik terhadap kesalahan terbesar MK dalam keputusan terhadap Pemilukada Maluku.

Dalam rilisnya yang diterima redaksi Info Baru Rabu kemarin, Chris Sahetapy mengatakan, apa yang telah diputuskan oleh MK adalah sebuah bentuk kejahatan hukum. “Tindakan mereka para hakim MK tersebut menyimpang dari hukum yang sebenarnya. Dalam komunikasi kompetensi adalah mengalihkan issu atau perbincangan melewati pagar seperti yang disitir oleh Juergen Habermas,” jelasnya.

Dikatakan, kesengajaan itu yang dijelaskan oleh Prof Dr J.E.Sahetapy. Para hakim MK berasal dari partai politik yang mempunyai kepentingan politik, sehingga baiknya lembaga MK dibubarkan saja. “Dalam bahasa komunikasi politik kontemporer disebut argumentum ad popolum. Sementara keributan itu pastinya sudah masuk dalam wilayah hukum untuk mereka yang bersalah dihukum,” terangnya.

Menurut Sahetapy, pernyataan Ketua MK, Hamdan Soelva dan yang lainnya tentang kebenaran keputusan MK menurut data para pemohon di MK sangat memalukan lebih dari keributan yang dibuat, karena MK telah menyetujui kejahatan yang terjadi dalam Pemilukada Gubernur Maluku.

“Proses yang buruk, kotor ini akan menghasilkan pemimpin yang jauh dari harapan rakyat Maluku. Karena prosesnya sudah cacat, maka bisa jadi pemimpinnya juga tidak berkwalitas, karena dimulai dari proses yang sangat buruk, curang dan kotor.

Sahetapy juga menysalkan pernyataaan Patrialis Akbar sesaat setelah kericuhan tanggal 14 November, dalam dialog bersama Herman Koedoboen, bahwa MK memutuskan sudah sesuai keputusan KPU Maluku. “Media-Media tidak mempublikasi persoalan Pemilukada Gubernur Maluku sebenarnya. TVOne hampir tidak memberikan kesempatan kepada Herman Koedoebon,karena takut dibongkar pelanggaran hakim MK. Jadi MK adalah bantal cap KPU yang tidak menghiraukan Bawaslu Maluku sebagai penyelenggara Pemilu, yang telah mengungkapkan berbagai kecurangan dan tanda tangan palsu saksi MANDAT yaitu JhonJokohael,” urainya.

Dengan keputusan MK berdasarkan kemauan KPU Maluku, maka MK  tidak lebih dari sebuah lembaga sosial yang membuat bantal cap untuk mengesahkan semua pekerjaan yang tidak profesional dari KPU Maluku. “Keputusan MK terhadap Pemilukada Maluku menolak pemohon perkara No.91,92,94 lebih dahsyat keributannya dari keributan yang dibuat dalam ruang MK 14 November 2013. Malah sangat menyakiti rakyat Maluku dan berdampak besar bagi kelangsungan kepemimpinan masa depan Indonesia. Ini sebuah pelecehan hak-hak kedaulatan rakyat Maluku,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, Indonesia sebagai negara hukum, tapi sering hukum dipakai sebagai alat kejahatan untuk meraup keuntungan sebesar besarnya. Untuk itu rakyat sebagai pemegang kedaulatan harus memberikan kontribusi besar dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia.

“Ini harus diingatkan agar jangan kita menerima begitu saja keputusan MK yang selama ini merusak hak-hak demokrasi rakyat Indonesia yang dimotori olek mantan Ketua MK Akil Mochtar, dimana mereka yang ada sekarang juga adalah anak buahnya,” ujarnya.

Dia mengakui, dugaan diatas tidak akan meleset karena persoalan hukum di Indonesia sudah masuk dalam wilayah kerawanan untuk tidak ditegakkan. Untuk itu butuh kontrol dari seluruh rakyat terhadap lembaga-lembaga hukum di Indonesia. (ALY)

Posting Komentar untuk "Mahkamah Konstitusi Hanya Sekedar Bantal Cap KPU "