46 Tahun, Negeri Lesluru Tanpa Raja Adat
AMBON, (INFO BARU) - Calon raja adat negeri Lesluru Kecamatan TNS Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) petrus Tutkey menuding mengungkapkan, sudah 46 tahun atau sejak 1967-2013, negeri Lesluru belum memiliki raja adat devinitif.
Hal tersebut dikarenakan ada konspirasi terselubung yang diperankan oleh Camat TNS dan Bupati Maluku Tengah (Malteng).
Demikian hal ini diungkapkan Petrus Tuktkey ahli waris Raja adat negeri Lesluru Kecamatan TNS Kabupaten Malteng, kepada Info Baru, Jumat (7/6), di Ambon.
Kata Petrus, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor I tahun 2006 tentang Pemerintah Negeri (Perneg), sepatutnya negeri Lesluru dikembalikan kepada asalnya atau adat.
Ia menjelaskan, untuk penentuan mata ruma perintah telah disepakati oleh Badan Saniri, Pejabat Pemerintah Negeri, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, pihak Gereja, telah menentukan/menyepakati kalau Raja adat Negeri Lesluru adalah mata rumah Islortonna.
Dalam mata rumah Islortonna lanjut Petrsu, ada dua marga yakni Tutkey dan Patrouw. satu diantaranya, berhak menjadi raja di Negeri Lesluru yakni margaTutkey. Petrus mengungkapkan, pada 14 Juni 2009 silam, dua marga yang berselisih pendapat itu telah bermusyawarah untuk penetuan satu diantaranya menjadi raja adat di negeri Lesluru.
Tapi terjadi perdebatan panjang yang tidak ada titik temunya, sehingga maslah ini dibawa ke tingkat Kecamatan untuk mencari solusi.
Kala itu kata Petrus, ada tiga opsi yang diusulkan oleh marga Tutkey kepada pihak Kecamatan TNS yakni, pemilihan raja negeri Lesluru dilakukan dengan cara demokrasi, ditentukan oleh pihak Gereja, dan yang ketiga penetuan raja Lesluru dilakukan dengan jalur adat.
Namun tiga opsi ini justru tidak diakomodir oleh pihak Kecamatan TNS Kabupaten Malteng. “Selain tidak disepakati oleh Camat dan Bupati Malteng, marga Patrouw juga tidak menyepakati tawaran kami (pihak Tutkey,Red). Makanya hingga sekarang raja adat negeri Lesluru belum juga ada,” bebernya.
Anehnya lanjut dia, Pejabat Negeri Lesluru Ruland ST Melay secara sepihak membuat Peraturan Negeri yang menyatakan mata perintah (raja adat negeri Lesluru,Red), adalah dari SOA Patrouw/Nira Watrouw.
“Padahal sesuai adat Negeri Lesluru yang sebenarnya, Tutkey dengan pembuktian diri yang telah disaksikan oleh Saniri, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, pihak Gereja dan Pejabat Negeri Lesluru sendiri, marga Tutkey adalah turunan asli raja adat negeri Lesluru. Pertemuan untuk pembuktian diri ini dibuat oleh Camat TNS pada 11 Mei 2013,” ungkapnya.
Kata Petrus, karena pihak Patrouw tidak bisa membuktikan diri mereka adalah asli turnan raja Lesluru, maka pihak Patrouw sendiri juga telah mengakui kalau marga Tutkey adalah ahli waris atau turunan raja adat sebenarnya di negeri Lesluru.
“Meski pihak Patrouw telah mengakui raja adat adalah marga Tutkey namun pihak Kecamatan dalam hal ini Camat TNS tidak menindaklanjutinya, untuk melantik pihak Tutkey sebagai raja negeri Lesluru. Tapi tetap mempertahankan Ruland ST Melay selaku Pejabat Negeri Lesluru,” ungkap Petrus.
Keaslian selain pembuktian diri atas status marga Tutkey selaku raja adat negeri Lesluru, lanjut petrus, sejak terbentuknya negeri Lesluru pada 1885-1967, yang menjadi raja adat di Negeri Lesluru adalah marga Tutkey bukan marga Patrouw.
Kata dia, Pemerintahan Negeri Lesluru tidak berjalan sesuai adat sejak tahun 1967. “Proses pemilihan raja di negeri Lesluru sejak 1967 hingga 2013, dilakukan dengan jalan demokrasi memilih kepala Desa bukan raja adat,” tandasnya.
Untuk itu, Kami meminta agar Pemerintahan Negeri Lesluru dikembalikan kepada status awalnya yakni Negeri Adat sesuai Perda Nomor I tahun 2006 tentang Pemerintahan Negeri,” tandasnya.
Kata petrus, masalah Raja adat di Negeri Lesluru yang hingga kini belum bisa diwujudkan pihak Pemkab Malteng dalam hal ini Camat TNS, telah berulangkali dilaporkan oleh pihak Tutkey kepada Pemkab Malteng semasa Kabupaten bertajuk Pamahanunusa itu dipimpin mantan Bupati, Abdullah Tuasikal.
Tapi yang bersangkutan tidak pernah merealisaikan tuntutan dari pihak Tutkey selaku ahli waris atau turunan Raja adat Negeri Lesluru.
Konspirasi diwarisi oleh Bupati Malteng sekarang yakni Abua Tuasikal. Pasalnya, kakak kandung Abdullah Tuasikal itu, meski pihakl Tutkey telah mengadukan masalah Raja adat Negeri Lesluru yang hingga kini belum ada itu, tapi Abua juga tidak menindaklanjuti permohonan dari pihak Tutkey untuk diangkat menajdi raja adat di Negeri Lesluru.
“Ada permainan dari pihak Pemkab Malteng. Sehingga sampai saat ini negeri Lesluru tidak mempunyai raja adat. Dan hingga kini Bupati Malteng dan Camat TNS, tetap mempertahankan pejabat negeri Lesluru kepada Ruland ST Melay,” imbuhhnya.
Disamping melaporkan masalah raja adat Lesluru yang hingga kini terkatung itu, marga Tutkey juga telah mengadukannya kepada pihak DPRD Kabupaten Malteng. “tapi laproan kami itu juga hingga kii tidak digubris oleh DPRD Malteng. Jadi in menandakan kepentingan politik mematikan pranata adat di negeri Lesluru,” pungkasnya. (SAL)
Hal tersebut dikarenakan ada konspirasi terselubung yang diperankan oleh Camat TNS dan Bupati Maluku Tengah (Malteng).
Demikian hal ini diungkapkan Petrus Tuktkey ahli waris Raja adat negeri Lesluru Kecamatan TNS Kabupaten Malteng, kepada Info Baru, Jumat (7/6), di Ambon.
Kata Petrus, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor I tahun 2006 tentang Pemerintah Negeri (Perneg), sepatutnya negeri Lesluru dikembalikan kepada asalnya atau adat.
Ia menjelaskan, untuk penentuan mata ruma perintah telah disepakati oleh Badan Saniri, Pejabat Pemerintah Negeri, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, pihak Gereja, telah menentukan/menyepakati kalau Raja adat Negeri Lesluru adalah mata rumah Islortonna.
Dalam mata rumah Islortonna lanjut Petrsu, ada dua marga yakni Tutkey dan Patrouw. satu diantaranya, berhak menjadi raja di Negeri Lesluru yakni margaTutkey. Petrus mengungkapkan, pada 14 Juni 2009 silam, dua marga yang berselisih pendapat itu telah bermusyawarah untuk penetuan satu diantaranya menjadi raja adat di negeri Lesluru.
Tapi terjadi perdebatan panjang yang tidak ada titik temunya, sehingga maslah ini dibawa ke tingkat Kecamatan untuk mencari solusi.
Kala itu kata Petrus, ada tiga opsi yang diusulkan oleh marga Tutkey kepada pihak Kecamatan TNS yakni, pemilihan raja negeri Lesluru dilakukan dengan cara demokrasi, ditentukan oleh pihak Gereja, dan yang ketiga penetuan raja Lesluru dilakukan dengan jalur adat.
Namun tiga opsi ini justru tidak diakomodir oleh pihak Kecamatan TNS Kabupaten Malteng. “Selain tidak disepakati oleh Camat dan Bupati Malteng, marga Patrouw juga tidak menyepakati tawaran kami (pihak Tutkey,Red). Makanya hingga sekarang raja adat negeri Lesluru belum juga ada,” bebernya.
Anehnya lanjut dia, Pejabat Negeri Lesluru Ruland ST Melay secara sepihak membuat Peraturan Negeri yang menyatakan mata perintah (raja adat negeri Lesluru,Red), adalah dari SOA Patrouw/Nira Watrouw.
“Padahal sesuai adat Negeri Lesluru yang sebenarnya, Tutkey dengan pembuktian diri yang telah disaksikan oleh Saniri, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, pihak Gereja dan Pejabat Negeri Lesluru sendiri, marga Tutkey adalah turunan asli raja adat negeri Lesluru. Pertemuan untuk pembuktian diri ini dibuat oleh Camat TNS pada 11 Mei 2013,” ungkapnya.
Lanjutnya, pertemuan dua marga untuk pembuktian diri siapa yang sebenarnya asli turunan raja negeri Lesluru dari pembuktian diri tersebut, marga Tutkey telah memenuhinya. Sedangkan marga Patrouw tidak bisa membuktikan diri mereka kalau mereka adalah asli turunan raja adat negeri Lesluru.
Kata Petrus, karena pihak Patrouw tidak bisa membuktikan diri mereka adalah asli turnan raja Lesluru, maka pihak Patrouw sendiri juga telah mengakui kalau marga Tutkey adalah ahli waris atau turunan raja adat sebenarnya di negeri Lesluru.
“Meski pihak Patrouw telah mengakui raja adat adalah marga Tutkey namun pihak Kecamatan dalam hal ini Camat TNS tidak menindaklanjutinya, untuk melantik pihak Tutkey sebagai raja negeri Lesluru. Tapi tetap mempertahankan Ruland ST Melay selaku Pejabat Negeri Lesluru,” ungkap Petrus.
Keaslian selain pembuktian diri atas status marga Tutkey selaku raja adat negeri Lesluru, lanjut petrus, sejak terbentuknya negeri Lesluru pada 1885-1967, yang menjadi raja adat di Negeri Lesluru adalah marga Tutkey bukan marga Patrouw.
Kata dia, Pemerintahan Negeri Lesluru tidak berjalan sesuai adat sejak tahun 1967. “Proses pemilihan raja di negeri Lesluru sejak 1967 hingga 2013, dilakukan dengan jalan demokrasi memilih kepala Desa bukan raja adat,” tandasnya.
Untuk itu, Kami meminta agar Pemerintahan Negeri Lesluru dikembalikan kepada status awalnya yakni Negeri Adat sesuai Perda Nomor I tahun 2006 tentang Pemerintahan Negeri,” tandasnya.
Kata petrus, masalah Raja adat di Negeri Lesluru yang hingga kini belum bisa diwujudkan pihak Pemkab Malteng dalam hal ini Camat TNS, telah berulangkali dilaporkan oleh pihak Tutkey kepada Pemkab Malteng semasa Kabupaten bertajuk Pamahanunusa itu dipimpin mantan Bupati, Abdullah Tuasikal.
Tapi yang bersangkutan tidak pernah merealisaikan tuntutan dari pihak Tutkey selaku ahli waris atau turunan Raja adat Negeri Lesluru.
Konspirasi diwarisi oleh Bupati Malteng sekarang yakni Abua Tuasikal. Pasalnya, kakak kandung Abdullah Tuasikal itu, meski pihakl Tutkey telah mengadukan masalah Raja adat Negeri Lesluru yang hingga kini belum ada itu, tapi Abua juga tidak menindaklanjuti permohonan dari pihak Tutkey untuk diangkat menajdi raja adat di Negeri Lesluru.
“Ada permainan dari pihak Pemkab Malteng. Sehingga sampai saat ini negeri Lesluru tidak mempunyai raja adat. Dan hingga kini Bupati Malteng dan Camat TNS, tetap mempertahankan pejabat negeri Lesluru kepada Ruland ST Melay,” imbuhhnya.
Disamping melaporkan masalah raja adat Lesluru yang hingga kini terkatung itu, marga Tutkey juga telah mengadukannya kepada pihak DPRD Kabupaten Malteng. “tapi laproan kami itu juga hingga kii tidak digubris oleh DPRD Malteng. Jadi in menandakan kepentingan politik mematikan pranata adat di negeri Lesluru,” pungkasnya. (SAL)
Posting Komentar untuk "46 Tahun, Negeri Lesluru Tanpa Raja Adat"