Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mercy Barends: Aru Benteng Terakhir di Maluku

AMBON, INFO BARU - Sejumlah anggota DPRD Maluku terlihat ngamuk saat menyampaikan aspirasi dalam rapat paripurna penyampaian Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Platfon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2014 oleh Pejabat Gubernur Maluku, Saut Situmorang.

Pantauan Info Baru, para wakil rakyat terlihat marah saat menyampaikan aspirasi dihadapan Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku dan seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Wakil Ketua DPRD Maluku, Mercy Barends misalnya. Barends menganggap aspirasi masyarakat di Kepulauan Aru tidak diperhatikan, padahal sudah begitu banyak persoalan yang dikeluhkan oleh masyarakat setempat.

Olehnya dengan nada kasar dia meminta DPRD Maluku untuk merekomendasikan persoalan Aru ke pemerintah daerah (Pemda) Maluku, karena masalah di daerah tersebut cukup besar dan bisa mengancam nyawa masyarakat.

“DPRD Maluku harus merekomendasikan masalah Aru untuk bisa dibijaki, karena masalah Aru adalah masalah serius yang harus disikapi secara bersama,” tegasnya.

Menurutnya, Aru adalah “Benteng” terakhir di Maluku, jadi kalau tidak diperhatikan maka sudah barang tentu akan menjadi masalah baru bagi Maluku.

“Saya mau tegaskan, Aru adalah “Benteng” terakhir bagi Maluku,” tegasnya pula.

Katanya, segala izin yang dikeluarkan, pada prinsipnya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Artinya Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah kabupaten (Pemkab) Aru, cacat demi hukum.

Dijelaskan, UU Nomor 12 tentang perkebunan itu diterbitkan dengan memperhatikan tiga aspek, diantaranya aspek ekonomi, ekologis dan aspek sosilogis.

Jadi dari data BPS yang dimiliki, luas wilayah Aru adalah 600 ribu hektar, sementara oleh Pemkab Aru seluas 800 ribu hektar, dan IUP yang dikeluarkan untuk PT. Manara Group sebesar 480 hektar.

“Dan ada 28 anak perusahan yang saat ini berambisi untuk mendapatkan IUP. Dari 28 anak perusahan itu yang sudah mendapat IUP dari Kementerian sebanyak 19 anak perusahan. Dengan luas hektar yang dimiliki adalah sebanyak 300 ribu sekian,” ungkap Barends.

Dikatakan, geografis Kepulauan Aru berada pada dataran rendah, jadi tanpa ada kegundulan hutan pun, Aru pasti akan tenggelam. Sehingga itu, dia pertanyakan Komisi Amdal yang telah memberikan reference kepada pihak terkait.

Selain itu, lanjut Barend, dari aspek sosiologis sangat berpotensi pada rentang konflik. “Secara sosiologis sangat rentang konflik. Aru itu penduduknya masyarakat perikanan bukan pertanian,” terangnya.

Dia meminta, agar pihak terkait bisa mengusut tuntas para pihak yang terlibat dalam hal ini. Karena Amdal terkesan dipaksakan.

“Dikawasan maluku seluruh hutan sudah habis. Katanya saat hearing, mereka katakana Aru masuk jalur tebu dunia. Kata Direksi MG, hutan yang cocok untuk perkebunan tebuh hanya di Aru. Untuk diketahui 90 persen wilayah hutan di Aru sudah digarap habis. Lautan Aru juga di eksploitasi oleh kapal ikan,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Komis A DPRD Maluku, Ricard Rahakbau menegaskan, hal tersebut sangat tidak logis, karena izin yang dikeluarkan sudah menyalahi aturan.

Belum lagi analisis dampak lingkungan. Lanjut Rahakbauw, berdasarkan informasi, pengelolaan hutan oleh PT. Menara Group tidak melihat Amdal. “Oleh karena itu, seyogyanya DPRD membentuk pansus, kemudian pansus bergerak, untuk melakukan investigasi lapangan" tegasnya.

Diungkapkan, penjelasan PT. Menara Group dengan Komisi B DPRD Maluku saat menggelar pertemuan, menyebutkan, ada 475.753 hektar yang akan mereka jadikan sebagai areal perkebunan tebuh ditumbuhi ilalang. “Saya kira pernyataan ini sangat tidak masuk akal,” jelas Rahakbauw.

Ada dugaan kalau PT. Menara Group, telah melakukan perbuatan melawan hukum. Artinya itu sudah bertentangan dengan hukum yang berlaku. Seluruh proses berkaitan dengan izin, lanjut Rahakbauw, harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Ditambahkan, kalau sudah menyalahi aturan, pansus harus melakukan investigasi. “Hal pertama yang harus dilakukan adalah pencabutan IUP. Bahwa ijin yang dikeluarkan oleh pemprov adalah perbuatan melawan hukum dan harus didorong ke pihak kepolisian,” tutupnya. (TWN)

Posting Komentar untuk "Mercy Barends: Aru Benteng Terakhir di Maluku"