Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tiga Kali Kajati Maluku, Kasus PNS Fiktif Malteng Mengendap

Tiga Kali Kajati Maluku, Kasus PNS Fiktif Malteng Mengendap (Ilustrasi).
AMBON, INFO BARU--Kasus dugaan korupsi belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS), tahun anggaran 2007,2008, 2009, 2010, Rp 143 miliar yang ditengarai fiktif dimana sebagian besar anggarannya diselewengkan oleh pihak Pemkab Malteng hingga kini mengendap di gedung Kejaksaan Tinggi Maluku.

Pasalnya, sudah tiga Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku masing-masing Effendi Harahap, Anton Y.P Hutabarat dan kini di masa kepemimpinan I Gede Sudiatmaja, pengusutan kasus ini tidak berkembang bahkan sengaja ditutupi pihak Kejati Maluku.

Tokoh Pemuda Maluku Tengah Rajab Tatuhey kepada Info Baru di Ambon, Kamis (18/9) mendesak  pihak Kejati Maluku untuk bisa transparan dengan pengusutan kasus dimaksud.

Dikatakan, sudah tiga Kepala Kejati Maluku yang menangani kasus dugaan belanja PNS fiktif Malteng tersebut, namun sayangnya tidak ada perkembangan berarti alias tetap nongol di fase penyelidikan.

“Seharusnya pihak Kejati Maluku transparan ke public. pengusutan kasus belanja PNS Malteng yang diduga fiktif itu mengapa sudah tiga kepala Kejati Maluku yang menanganinya, tapi kasus ini justru tetap ditempat. Harus ada keterbukaan sehingga tidak ada opini miring dari public ke Kejati Maluku,” celotehnya.

Tatuhey meminta, agar Kejati Maluku kembali memanggil sejumlah pejabat teras lingkup Pemkab Malteng diantaranya, Kepala Dinas PPKAD Malteng, Luthfi Rumbia, Kepala Dinas BKD Malteng, Napsin Ramia, mantan Kepala Bagian (Kabag) Zainudin Ali, dan para anggota DPRD Malteng periode 2009-2014 yang masuk Panitia Khusus (Pansus) untuk diperiksa.

“Mereka lebih mengetahui kemana sebenarnya aliran anggaran belanja PNS Malteng Rp 143 Miliar itu. Kejati Maluku jangan sengaja mendiamkan kasus ini,” sindirnya.

Dikatakan,  kasus ini sempat ditangani pihak Kejari Masohi tapi kemudian dialihkan ke Kejati Maluku. “Sudah bertahun-tahun diproses seharusnya ada lonjakan yang dilakukan Kejati Maluku minimal sejumlah bahan untuk dijadikan alat bukti sekaligus penetapan tersangka. Masa sudah tiga Kepala Kejati Maluku yang menangani kasus ini tapi tetap saja parkir di fase penyelidikan. Jangan-jangan pihak Kejati Maluku tidak memprosesnya,” tukasnya.

Tatuhey mengatakan, kasus ini pernah diusut mantan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Maluku, Abdul Aziz tapi tidak berkembang kemudian dialihkan ke Bagian Tindak Pidana Khusus dalam hal ini mantan Aspidsus Kejati Maluku, M Natsir Hamzah.

“Mengapa sejumlah pihak terkait yakni pejabat terkait dan para anggota DPRD Malteng periode 2009-2014 sudah diperiksa, tapi kasus ini tidak ada kemajuan. Padahal sejumlah bahan atau data terkait dengan kasus ini sudah bisa dijadikan alat bukti dan telah dikantongi penyidik Kejati Maluku. Untuk itu kami meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku I Gede Sudiatmadja segera menuntaskan kasus ini. Tidak boleh ada tebang pilih,” tegasnya.

Seperti diwartakan Info Baru sebelumnya, kasus ini diungkap oleh Pansus bentukan DPRD Malteng peride 2009-2014, dibawa komando Halimun Saulatu atau Ketua Komisi B DPRD Malteng periode 2009-2014.

Dalam inviestigasi Halimun dan kawan-kawan menemukan data PNS Malteng tahun 2007-2010 di Departemen Keuangan RI dan Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta berbeda dengan milik BKD Malteng.

Indikasi kuat kuota PNS Malteng sejak 2007 hingga 2010 direkaysa oleh BKD kabupaten Malteng.
Modusnya, jumlah PNS Malteng yang ditemukan Pansus di Departemen Keuangan RI dan BKN di Jakarta mengalami perbedaan yang signifikan juga variatif.

Dimana jumlah PNS di BKD Malteng untuk tahun 2008 hanya  9.220 pegawai. Pada 2010 berjumlah 10.956 pegawai, serta di Desember 2009-2010 total jumlah PNS  Malteng hanya 11.247 pegawai.

Anehnya, di Departemen Keuangan RI dan BKN RI jumlah PNS Malteng mengalami pembengkakan serta bervariasi yakni, tahun 2008 berjumlah 11.320 pegawai, kemudian 2009 naik menjadi 11.753 pegawai.

Dari temuan tersebut kemudian Pansus DPRD Malteng yang dipimpin Halimun Saulatu menyerahkan kasus ini untuk diusut pihak Kejaksaan.

Sayangnya, dalam perjalannya Pansus DPRD Malteng pun pecah kongsi atau beda pendapat. Sebagian anggota Pansus menginginkan hasil investigasi diserahkan ke BPK untuk diaudit, dan anggota Pansus lainnya termasuk Ketua Pansus menginginkan data itu langsung diserahkan ke Kejaksaan untuk diusut.

Tarik ulur penyerahan data dari Pansus DPRD Malteng itu terjadi dalam Paripurna yang digelar DPRD Malteng 2010 lalu.

Saat paripurna DPRD Malteng menghadirkan mantan Kabag Keuangan Zainudin Ali untuk mempresentasikan belanja PNS Malteng tahun 2007-2009 yang diduga fiktif itu.

Zainudin juga mengaku kalau kuota PNS Malteng dibengkakan di pusat adalah, bagian dari strategi Pemkab Malteng untuk memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih.

Alasannya, dengan kelebihan DAU itu bisa dipergunakan untuk program pembangunan lain lingkup kabupaten Malteng. Tapi meski DAU yang lebih diperoleh Pemkab Malteng yang diduga direkayasa di Depkeu dan BKN di Jakarta, sebagian besar gaji termasuk tunjangan lain PNS Malteng tidak dibayar.

Mendengar penjelasan itu, salah satu anggota DPRD Malteng Rudi Lailosa dari Fraksi Golkar menyoali Zainudin, jika demikian pembengkakan kuota PNS Malteng 2007-2009 di pusat, oleh Pemkab Malteng  bertujuan mendatangkan DAU yang lebih, mengapa sebagian besar gaji PNS tidak dibayar.

Pertanyaan Lailossa tidak bisa dijawab oleh Zainudin bahkan tidak mampu menjelaskannya secara detail dalam paripurna DPRD Malteng 2010 lalu.

Lantaran tidak mampu menjelaskan pertanyaan Lailossa sidang paripurna yang kala itu dipimpin Ketua Pansus Halimun Saulatu, akhirnya mengskorsing sidang, sekaligus ada lobi.

Kabarnya, dari lobi itu Zainudin meminta kepada Pansus agar tidak lagi mempersoalkan pembengkakan PNS Malteng. Diduga atas permintaan Zainudin kemudian dimaini sebagian anggota Pansus sehingga pecah kongsi pun terjadi di tengah Pansus DPRD Malteng itu.

Selain DPRD Malteng, sebelumnya kasus ini telah dilaporkan Lembaga Anti Korupsi Maluku, dalam bentuk laporan tertulis juga telah diserahkan langsung kepada pihak Kejati Maluku.

Dalam laporannya Lembaga Anti korupsi Maluku mengungkapkan, belanja PNS Malteng 2007 hingga 2009 terjadi penyelewengan pada belanja tidak langsung bagi  setiap  SKPD, mulai pembayaran gaji, pembayaran tunjangan serta pembayaran kekurangan gaji PNS lingkup Pemkab Malteng itu direkayasa.

LSM Anti Korupsi juga membeberkan APBD 2007 belanja PNS Malteng yang direalisasikan hanya Rp 232 juta lebih. Sedangkan sisanya diduga disunat pihak terkait lingkup Pemkab Malteng. Kerugian negara pada APBD 2007 Pemkab Malteng itu mencapai Rp 36 miliar.

Berikut belanja PNS Malteng 2008 diduga ada penyimpangan dan merugikan negara senilai Rp 64 miliar. Penyelewengan serupa berlanjut pada APBD 2009  yang diduga merugikan negara Rp 42 miliar. (MAS)