Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kinerja DKP Maluku Keropos, Puluhan Miliyar Bantuan Nelayan Diduga Illegal

Kinerja DKP Maluku Keropos, Puluhan Miliyar Bantuan Nelayan Diduga Illegal.
AMBON, INFO BARU--Dinas kelautan dan Perikanan (DPK) Provinsi Maluku dinilai sering bermasalah. Masih segar dalam ingatan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) anggaran proyek pancing Tonda yang sedang ditangani oleh Polda Maluku tapi belum tunta, kini kasus lain yang berujung pada hilangnya kesempatan bagi para nelayan untuk menikmati bantuan dari pemerintah, kuat dugaan telah diselewengkan oleh pihak terkait di DKP Provinsi Maluku.

Demikian hal ini disampaikan Direktur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Jan Sariwating, melalui press relesnya yang diterima Info Baru, Kamis (9/10).

Diungkapkan, DKP Provinsi Maluku memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 10,3 Miliar lebih, dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN dan APBD tahun 2013  untuk proyek pengadaan 10 buah/unit kapal tipe fiberglass keapda kabupaten Seram Bagtai Barat (SBB), MBD, Maluku Tengah dan Kota Ambon.

Menurutnya, proyek pengadaan 10 buah kapal ini, lima unit diantaranya berbobot 30 Gross Ton (GT) dengan Pagu Anggaran melalui APBN sebesar 6.911.454.500 juga dari dana pendamping APBD sebesar Rp. 532. 275. 500. “Jumlah seluruhnya mencapai Rp. 7.443.730.000, dimenangkan oleh kontraktor PT. Saung Manunggal Abadi (SMA). Sisa lima unit kapal dengan bobot 15 Goss Ton (GT) memiliki Pagu Anggaran sebesar Rp. 2.917.800.000, dimenangkan oleh kantor TP. Sarana Usaha Bahari (SUB).

Dikatakan, sesuai kontrak pekerja pengadaan kapal itu berakhir pada 31 Desember 2013, namun sampai dengan akhir Desember 2013 dua kontraktor ini tidak menyelesaikan proyek tersebut. Sehingga pengadaan kapal-kapal ini baru diserahkan Maret 2014.

Ironisnya, meski kapal-kapal itu baru diserahkan Maret 2014, namun pihak DKP Provinsi Maluku telah membayar lunas seratus persen harga kapal-kapal itu Desember 2013.

Lanjutnya, untuk kapal berbobot 30 GT pembayaran pada 30 Desember 2013 dengan SP2D Nomor 3133/LS/2013. Sedangkan kapal yang berbobot 15 GT dibayar pada 30 Desember 2013 dengan SP2D No 3099/LS/2013.

Penyerahan kapal-kapal itu sendiri penuh dengan berbagai masalah karena diduga ada rekayasa dari DKP Provinsi Maluku untuk menyerahkan kapal-kapal ini kepada pihak ketiga yang berhak untuk menerimanya.

Ia mencontohkan, ada kelompok penerima yang anggotanya dari penjual ikan di pasar dan mahasiswa itu terjadi di Kecamatan Sirimau kota Ambon. Padahal, kata Jan, untuk mendapatkan bantuan (hibah), dari pemerintah maka kelompk nelayan harus memenuhi beberapa criteria seperti yang termaktub dalam Permendagri Nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan Permen Kelauatan dan Perikanan Nomor : Per.33/MEN/2012 tentang petunjuk teknis penggunaan DAK bidang Kelauatan dan Perikanan tahun 2012.

Kata dia, harus ada rekomendasi dan terdaftar pada DKP kabupaten/kota, harus tergabung dalam koperasi nelayan dan mebentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE), harus ada proses seleksi bagi penerima bantuan. Anggota yang memiliki pengalaman dalam mengoperasikan kapal. Dan setiap pemebrian hibah harus dituangkan dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), yang ditandatangani oleh gubernur dan penerima hibah.

“Ketika criteria tidak dipenuhi oleh penerima bantuan maka bantuan itu diniali illegal. Akibatnya, sarana bantuan yang seharusnya dinikmati oleh kelompok nelayan professional menjadi mubazir. Negara mengalami kerugian puluhan miliar. Karena tidak ada manfaat yang diterima nelayan dalam bantuan ini,” katanya.

Ditambahkan, harapan nelayan untuk bisa menikmati taraf hidup mereka kini sirna, akibat ulah oknum tidak bertanggungjawab lingkup DKP Provinsi Maluku. “Kemiskinan yang menjadi harapan gubernur Maluku bisa ditekan di bawah 19 persen menjadi sia-sia,” paparnya.

Kepala Bidang Penangkapan Ikan TH. L, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek bersama panitia penyerahan barang dalam proyek ini harus bertanggungjawab lantaran tidak selektif, dimana pada akhirnya bantuan kapal itu jatuh ke tangan pihak-pihak yang bukan memiliki hak untuk menerimanya.

“Masalah ini harus diproses sesuai hukum. Untuk itu Kejati Maluku harus segera memanggil sejumlah pihak DKP Provinsi Maluku untuk dimintai pertanggungawaban mereka atas amburadulnya proyek pengadaan kapal,” desakanya.

Ia menilai kinerja DKP provinsi Maluku yang keropos itu lantaran tidak ada SDM yang berkualitas. Sehingga diperlukan adanya terobosan baru dilakukan penyegaran di tubuh DKP Provinsi Maluku.

Untuk itu, Sariwating meminta gubernur Maluku Said Assagaff segera membenahi struktur lingkup DKP Provinsi Maluku. Karena tahun depan Maluku sudah masuk program Lumbung IUkan Nasional atau LIN,” jelasnya.

Lanjut Sariwating, kesepakatan atau MoU yang telah ditandatangani bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan jangan sampai ternodai dengan adanya kasus-kasus yang terjadi di lingkup DKP Maluku saat ini.

“Jika Pemda Maluku tidak mengantisipasi hal ini, bisa saja pemerintahan baru dimasa Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, akan meninjau ulang MoU dimaksud. Jika hal ini terjadi, maka harapan masyarakat yang menginginkan Maluku sebagai kiblat perikanan di kawasan Indonesia Timur hanya mimpi,” tegasnya. (MAS/ROS)