Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Koalisi MSPD Kecam Tindakan Premanisme di SBT

AMBON, INFO BARU -Demoratisasi di Indonesia seringkali tergambar gradual dan akomodatif, namun pengalaman empirik menunjukan, bahwa proses tersebut umumnya berlangsung dalam suasana mobilisasi dan ketidaksabaran yang terkadang penuh kekerasan dan intimidasi.

Hal semacam ini juga tergambar di berbagai daerah termasuk di Maluku, dimana demokrasinya nyaris tidak perna berkembang atau linier (lurus) dan bersifat pasti alias maju mundur.

Kali ini kondisi ketidaksabaran dan penuh kekerasan kembali terjadi Maluku, yakni di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Ada segelintir orang yang secara sengaja melakukan tindakan brutalnya dengan cara mengitimidasi, meneror bahkan melakukan tindak kekerasan kepada sejumlah timsus dan kandidat yang saat ini tengah melakukan kerja politiknya di daerah setempat.

Tindakan ini dilakukan, menyusul ditetapkannya pemungutan suara ulang di SBT oleh Mahkamah Konstitusi (MK), akibat penyelewangan dan pelanggaran Pilkada 11 Juni lalu.

Menyikapi kondisi tersebut, Koalisi Masyarakat SBT Peduli Demokrasi, mengutuk tegas tindakan tersebut. Sikap tegas ini disampaikan dalam jumpa pers yang digelar di Rumah Koffi Hatu Kau, Sabtu (24/8) akhir pekan kemarin.

Salah satu tokoh masyarakat SBT, A.G Hulihulis mengatakan, demokrasi harus dilandasi dengan kepedulian. “Demokrasi harus dijiwai dan dirasakan oleh seluruh masyarakat serta dilakukan penuh murni dan kesetian,” tuturnya.

Bicara soal demokrasi, kata Hulihulis, SBT sudah mafan, memang diakuinya, kalau kebupaten bertajuk “Ita Wotu Nusa” itu adalah salah satu kabupaten yang baru saja dimekarkan, namun kemafanan masyarakat SBT akan demokrasi telah tertanam sejak dulu.

Ia juga mengakui, kalau suhu politik di SBT akhir-akhir ini sangat terasa hangat, bahkan oleh sebagian pengamat politik memprediksikan akan cenderung memanas menyusul putusan MK untuk melakukan pemungutan suara ulang.

“Kita mendengar, kalau SBT kondisinya sangat seram dan merebek di seantero Maluku, baik dikalangan akar rumput, komunitas kelas bawah, elit birokrasi, hingga elit politik,” katanya.

Hal senada disampaiakn, Hasanudin Rumata. Dikatakan, realitas empirik dilapangan, menggambarkan akibat tindakan segelintir orang, SBT secara kolektif  terbawah-bawah, bahkan implikasi dan dampaknya sangat terasa bagi masyarakat SBT yang ada di seluruh penjuru, termasuk di Kota Ambon.

“Akibat kondisi tersebut, SBT ikut terbawah-bawah, istilahnya orang lain makan nangka, kita yang kenal getahnya. Namun patut disadari oleh orang SBT dan Maluku pada umumnya, bahwa SBT adalah Maluku dan Maluku adalah NKRI, sehingga tidak bisa kita pisahkan kalau orang-orang SBT tidak tahu arti demokrasi. Yang jelas masyarakt SBT tahu adat dan memahami benar seluk beluk adat istiadat,” katanya.

Secara tegas Rumata mengatakan, kalau keputusan MK terkait pemungutan suara ulang itu, baru pertama kali terjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sangat memalukan, tapi bukan serta merta SBT secara keseluruhan diklaim sebagai daerah yang tidak memahami demokrasi.

Untuk itu Ia mengajak masyarakat SBT, agar berpartisipasi dan berdemokrasi secara santun. Jangan karena kepentingan ingin merebut kursi Gubernur Maluku, lalu menyerang kandidat lain dengan cara-cara yang tidak elegan.

Bagi masyarakat di luar SBT, lanjut Rumata, jangan menganggap tindakan tersebut adalah kolektif masyarakat SBT, karena itu tindakan segelintir orang yang tidak tahu adat dan sopan santun dalam memahami politik.

Menurutnya, dalam status sosial semua orang punya hubungan dalam berinteraksi. “Jangan karena perbuatan segelintir orang, lalu SBT di kecam dan dikambing hitamkan. Bagi masyarakt di SBT, mari kita menjaga keamana dan menghormati keputusan MK, jangan ulangi tindakan serupa lagi,” imbaunya.

Ditempat yang sama, Basri Kilwou berasumsi, tantangan yang sedang dihadapi daerah ini adalah minimnya penyampaian informasi oleh pihak-pihak terkait, sehingga perlu membuka krang demokrasi melalui pintu adat istiadat, agar perwujudan demokrasi itu ada.

Dia mengatakan, system pemilihan telah mengalami perubahan secara signifikan. Masyarakat di daerah-daerah termasuk di Kabupaten SBT juga sudah memahami mekanisme dan payung hukum pemilihan kepala daerah. Hanya saja ada segelintir orang yang secara sengaja mencederai nilai-nilai maupun tata karma demokrasi itu.

“Yang jelas masyarakat di SBT paham dan tauh tentang subtansi demokrasi. Bahkan mereka tidak hanya tauh tentang subtansi semata, melainkan juga persoalan prosedur,” jelasnya.

Diakui memang ada segelintir orang dengan kepentingannya, kemudian menjadikan kualitas demokrasi di SBT relative menurun. “Belakangan ini atmosfir politik di SBT benar-benar memanas,” katanya.

Berikut ini adalah pernyataan sikap mereka, masyarakat SBT di Kota Ambon dan dimanapun berada secara tegas, mengutuk segala tindakan inkonstitusional yang mencederai nilai-nilai demokrasi dengan tindakan profokatifnya, kemudian menghibau kepada masyarakat Maluku untuk tidak mengeneralisasi keadaan yang ada, karena itu hanya kejahatan sekolompok orang yang rakus akan kepentingan.

Kepada semua kandidat untuk mengedepankan etika dalam berdemokrasi dan menghormati asas-asas pemilu. Masyarakat SBT harus terbuka kepada semua kandidat untuk melakukan kerja politiknya di SBT, karena itu adalah hak konstitusionalnya.

Sikap tegas juga disampaikan kepada penyelenggara pemilu, Polda Maluku, dan Pangdam XVI Pattimura untuk mengambil langkah tegas dalam meyikapi tindakan intimidasi yang dilakukan terhadap tim maupun kandidat lain di SBT.

Jika hukum konkrit ini tidak dilakukan secara baik, ditakutkan akan berpengaruh pada kondisi keamana dan ketertiban di Maluku. (*)

Posting Komentar untuk "Koalisi MSPD Kecam Tindakan Premanisme di SBT"