DPRD Maluku Ibarat Burung “BEO”, Tidak Punya Wibawah
Ketidakwibaan ini dibuktikan dengan adanya penandatangan surat penyerahan tanah, serta deklarasi yang dilakukan Ketua DPRD, M. Fatani Sohilauw, Pemda Maluku, Pemkab, seluruh SKPD dan para Raja-Raja di Malteng.
Untuk dikatahui penandatanganan surat tersebut berlangsung di Desa Makariki/Killometer 6, Sabtu (14/9) akhir pekan kemarin.
Bukan hanya Ketua DPRD, tapi sejumlah anggota legislatif Provinsi Maluku, turut hadir dalam pencanagan tersebut. Atas dasar itulah DPRD Maluku dinilai tidak konsisten dan tidak punya wibawah. “Ibarat burung BEO, yang disuruh ngomong langsung ikut,” kata salah satu anggota DPRD Maluku yang enggan namanya dikorankan kepada wartawan, Senin (16/9) kemarin.
Ada dugaan kalau proses pencanangan tersebut telah dilakukan diel-diel hebat, masalahnya pencanangan itu tidak disetujui oleh anggota DPRD Maluku, karena belum dibahas dalam sidang paripurna.
Pantauan Info Baru, pada beberapa kali sidang yang berlangsung di ruang paripurna DPRD Maluku, tanpak seluruh anggota, mines Ketua DPRD Maluku, menolak adanya pencanangan tersebut, karena belum dibahas dalam satu mekanisme yang jelas. Bahkan mereka tidak menyetujui adanya pencanangan tersebut.
Ditempat terpisah, Salah satu Tokoh Pemuda Maluku, M. Asmin Matdoan menegaskan, jika dalam waktu dekat mereka berencana menggelar Deklarasi Komite Aksi Penolakan Perpindahan Ibukota Provinsi.
“Ya pada hari Kamis (19/9), kami akan mendeklarasikan Komite Aksi Penolakan Perpindahan Ibukota Provinsi. Hal ini kami maksudkan, bukan lantaran ada tarik menari antara Pemda dan DPRD Maluku, tapi berdasarkan berbagai kajian matang, sehingga kami berkesimpulan untuk menyikapinya,” tegas Matdoan.
Terlepas dari deklarasi, Matdoan meminta, Ketua DPRD Maluku untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait persoalan dimaksud, karena yang diketahui publik, seluruh anggota DPRD Maluku menolak adanya pencanangan tersebut.
Artinya, kalau pencanangan tersebut dilakukan, dengan mengatasnamakan Sohilauw secara pribadi, berarti tidat masalah, namun yang diketahui, Sohilauw adalah Ketua DPRD Maluku, maka sudah barang tentu dirinya mewakili lembaga rakyat itu. “Sehingga harus dijelaskan ke publik” desaknya singkat.
Selain Sohilauw, Ia juga meminta Pemda Maluku untuk memberikan penjelasan ke publik, karena kebijakan mendasar untuk memindahkan Ibukota itu tidak ada. Baginya, ini kebijakan yang tidak rasional.
“Saya kira Pemda dan DPRD Maluku harus menelaahnya kembali. Mestinya diperhatikan secara seksama, karena ada berbagai indikator mendasar yang harus dilihat, seperti diantaranya, ada harta provinsi yang bergerak dan tidak bergerak. Nah kalau yang bergerak tidak terlalu menjadi pertimbangan, tapi masalahnya, ada harta benda yang tidak bergerak semisal instansi pemerintahan dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya, Kota Ambon sangat representatif untuk tetap dijadikan sebagai Ibukota Provinsi. Logikanya sederhana, orang dari Tenggara Raya tidak mungkin melakukan transit sampai dua kali ke Makariki.
Intinya, lanjut Matdoan, harus ada penjelasan dari Pemda dan DPRD Maluku, kenapa Ibukota Provinsi harus dipindahkan ke Makariki. Karena kalau alasan pemindahan Ibukota dilakukan berdasarkan kajian dari ITB, maka tidak masuk akal.
“Ada dugaan kalau pemindahan Ibukota ini dilakukan berdasarkan hasil kajian ITB. Saya kira tidak perlu memakai para ahli dari ITB, karena kita punya Universitas Pattimura Ambon untuk melihat persoalan ini. Ini keliru karena telah mengkerdilkan Perguruan Tinggi kita di Maluku,” kesalnya.
Ditambahkan, setelah melakukan deklarasi, Komite Aksi Penolakan Perpindahan Ibukota Provinsi, akan mendatangi seluruh kepala daerah di Maluku untuk menyikapi persoalan tersebut.
Jadi dari semua asumsi yang nantinya akan disampaikan oleh masing-masing kepala daerah di seluruh kabupaten/kota mines Malteng, pihaknya langsung mengajukannya ke pusat untuk diuji materinya.
“Selaku Pemuda Maluku, kita berhak atas persoalan ini,” tutupnya. (TWN)
Posting Komentar untuk "DPRD Maluku Ibarat Burung “BEO”, Tidak Punya Wibawah"