Korupsi PNS Mateng Rp 143 M, Jaksa Didesak Periksa Luthfi Rumbia-Pansus
AMBON, INFO BARU - Kejaksaan Tinggi Maluku kembali didesak segera menuntaskan kasus dugaan korupsi jumbo melalui belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), tahun anggaran 2007,2008, 2009, 2010, Rp 143 miliar yang tengarai fiktif atau dinikmati secara haram oleh para pejabattera lingkup Kabupaten berjuluk Pamahanunusa tersebut.
Desakan berikut datang dari salah satu Pemuda Kabupaten Malteng Lukman Basri, kepada Info Baru di Ambon, Sabtu (16/11).
Ia mendesak jaksa segera memeriksa Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Malteng, Luthfi Rumbia.
Pasalnya, Luthfi yang menggantikan yang bersangkutan belanja PNS Malteng Rp 143 yang ditengarai kuat dana miliaran rupiah yang fiktif itu, tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010. Hanya saja, terkesan lamban atau tidak serius mengusutnya.
“Sejumlah data telah dikantongi pihak Kejati Maluku. Tapi kasus ini dalam pengusutannya tidak ada perkembangan berarti. Paling tidak dinaikkan statusnya ke penyidikan. Jaksa jangan sengaja diamkan kasus ini,” tandasnya.
Ia mendesak, jaksa segera memeriksa Kepala PPKAD Malteng Luthfi Rumbia, lantaran yang bersangkutan adalah pintu masuk untuk membongkar kasus jumbo tersebut.
Menurut Lukman, jaksa telah memeriksa sejumlah pihak terkait, tapi sejumlah calon saksi yang telah di periksa itu tidak mengetuk hati agar menaikkan status kasus jumbo tersbeut ke penyidikan.
Ia mengungkapkan, belanja PNS Malteng Rp 143 miliar itu semua data yang menjurus atas penyelewengan DAU 2007, 2008, 2009, dan 2010 telah ada dalam tangan pihak Kejati Maluku.
“sudah sepantasnya pihak Kejati Maluku untuk menaikkan status kasus ini ke penyidikan. lantaran kasus ini telah ditangani sejak Februari 2012,” ungkitnya.
Kata Lukman, menduga awalnya kasus ini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Masohi, kemudian diambil alih oleh Kejati Maluku dimasa kepemimpinan Effendi Harahap (mantan Kajati Maluku), sehingga ia menilai ada ketidakseriusan pihak Kejati Maluku mengusut kasus tersebut.
Sementara itu, Lukman juga meminta poihbak Kejati Maluku juga segera memanggil semua anggota Pansus DPRD Malteng termasuk Ketua Pansus DPRD Malteng Halimun Saulatu untuk dimintai keterangan mereka.
Menurut dia, Pansus DPRD Malteng juga bisa dijadikan pintu masuk bagi jaksa agar bisa membongkar kasus jumbo semasa roda Pemkab Malteng di drive mantan Bupati Malteng Abdullah Tuasikal itu.
“Apalagi Pansus yang dipimpin saudara Halimun Saulatu itu berangkat ke Jakarta dan menemukan adanya pembengkakan kuota PNS Malteng di Departemen Keuangan-RI. Jadi jaksa kami mintakan memanggil Ketua dan anggota Pansus DPRD Malteng itu, agar dimintai keterangan sehingga ada kepastian hukum di kasus ini,” sergahnya.
kasus ini kata dia, yang dilaporkan empat LSM di Maluku Februari 2012 Kejati Maluku melimpahkannya ke Kejari Masohi dengan alasan agar lebih mudah melakukan pemerik¬saan. Realitasnya, penanganan kasusnya tidak becus kemudian dikembalikan lagi ke Kejati Maluku untuk mengusutnya.
“Dari bolak balik penanganan kasus ini saja patut untuk kita pertanyakan adanya ketidaka seriusan pihak Kejati Maluku. anehkan? sejumlah data Pansus DPRD Malteng itu sudah ada dalam tangan jaksa. tapi kasus jaksa loyo mengustnya,” kritiknya.
Padahal pejabat penting Malteng yang telah diperiksa diantaranya, Kadis PPKAD Luthfi Rumbia, mantan Kabag PPKAD Malteng Zainudin Aly, Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan/Bendahara Umum Abubakar Bachmid, Kepala BKD Malteng Napsin Ramia, termasuk beberapa staf lingkup Pemkab Malteng.
“Data dan keterangan pejabat penting Malteng itu mestinya di jadaikan bahan untuk menaikkan status kasus ini ke fase penyelidikan. Kalau masih kurang maka panggilan lagi Kepala PPKAD dan Pansus untuk segera diperiksa,” tekannya.
Seperti dilansir Koran ini sebelumnya, dugaan korupsi belanja PNS Malteng Rp 143 Miliar fiktif itu, dibongkar Panitia khusus (Pansus) bentukan DPRD Malteng.
Modusnya, Pemkab Malteng mendongkrak kuota PNS Malteng di Pemerintah Pusat. Alasannya, strategi agar Pemkab Malteng memperoleh DAU yang lebih, untuk program pembangunan di sektor lain khusunya lingkup Kabupaten Malteng.
Tapi kemudian Pansus DPRD membongkar kedok Pemkab Malteng itu di Jakarta. Pasalnya, DAU Rp 143 Miliar itu ternyata bukan untuk belanja gaji, dan tunjangan PNS Malteng, tapi dengan didongkraknya jumlah PNS Malteng sehingga perolehan DAU segar itu, sebagain besar gaji dan tujangan PNS Malteng tidak dibayar.
Temuan Pansus DPRD Malteng atas skandal pembengkakan kuota PNS Malteng di Departemen Keuangan-RI dan Kepegawaian-RI, bertolak belakang dengan data milik Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Malteng, lantaran rekayasa kuota PNS Malteng itu di Pusat.
Bisa dirincikan, jumlah PNS di BKD Malteng tahun 2008 hanya 9.220 pegawai. Selanjutnya di 2010, jumlahnya 10.956 pegawai, serta di Desember 2009 hingga 2010, total PNS Malteng, adalah 11.247 pegawai.
Celakanya, di Departemen Keuangan dan BKN Pusat, pembengkakan kuota PNS sesuai temuan Pansus itu variatif.
Misalnya, tahun 2008 jumlah PNS Malteng di Departemen Keuangan-RI, adalah 11.320 pegawai, kemduian tahun 2009, naik drastic atau meroket mencapai 11.753 pegawai.
Temuan Pansus ini sekaligus menyimpulkan kuota PNS Malteng yang didongkrak di Pempus itu, sebagaian besar angarannya telah fiktif alias di korupsi oleh oknum pejabat penting, kala roda Pemkab Malteng disetir mantan Bupati Abdullah Tuasikal.
Selain itu, dari laporan empat LSM kepada Kejati Maluku dimasa Kajati Effendi Harahap februari 2012 juga membeberkan, rekayasa belanja PNS Malteng tersebut.
Empat LSM itu yakni, LIRA Maluku, Yan Sari¬wating, Gerakan Anti Korupsi (GAK), Fredi Tamaela, Laskar Anti Korupsi Indonesia Perjuangan (LAKIP) DE Leuwol, dan Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara RI (LPPNRI), Kaharudin Natus.
Untuk belanja PNS Malteng di 2007 hingga 2009 senilai Rp 143.405.543.055 itu, kejanggalan itu terjadi di belanja tidak langsung bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dimulai dari pembayaran gaji, pembayaran tunjangan PNS serta pembayaran kekurangan gaji PNS sarat rekayasa.
Pada 2007 dalam bentuk be¬lanja tidak langsung (belanja pega¬wai) setiap SKPD meliputi gaji, tunjangan dan kekurangan gaji sesuai realisasi APBD Tahun 2007 sekitar Rp 232.199.866.142. sedangkan jumlah pembayaran gaji sesuai daftar rekapitulasi gaji PNS Malteng telah dibayar Tahun 2007 itu senilai Rp 195.893.867.200.
Realisasi APBD 2007 untuk belanja PNS Malteng sesuai APBD 2008, Rp 286.845.609.046. Sementara pembayaran gaji sesuai daftar rekapitulasi gaji pegawai daerah Kabupaten Malteng yang sudah dibayar di 2008 yakni Rp 222.578.733.930. Sisanya diduga raib alias disunat, ditaksir Negara mengalami kerugian mencapai Rp 36 miliar.
Berikut tahun 2008, dari belanja PNS Malteng juga ditengarai kuat merugikan Negara mencapai Rp 64 miliar, dan tahun 2009 ditaksir negara merugi, Rp 42 miliar.
Di 2008, penggunaan keuangan negara dalam bentuk belanja tidak langsung atau belanja pegawai per SKPD meliputi gaji, tunjangan dan kekurangan gaji sesuai dengan realisasi APBD Ta¬hun 2008 senilai Rp 286.845.609.046. Sedangkan jumlah pembayaran gaji sesuai daftar rekapitulasi gaji pegawai daerah Kabupaten Malteng yang sudah dibayar Tahun 2008 sebesar Rp 222.578.733.930.
Berikut di 2009 penggunaan keuangan negara melalui belanja tidak langsung atau belanja pegawai bagi setiap SKPD meliputi gaji, tunjangan dan kekurangan gaji sesuai realisasi APBD Tahun 2009 sebesar Rp 334.168.954.030. Ironis¬nya, jumlah pembayaran gaji sesuai daftar rekapitulasi gaji pegawai daerah kabupaten Malteng yang sudah dibayar Tahun 2009 sebesar Rp 291.336.285.033.
Kejanggalannya lantaran jumlah PNS Malteng pada akhir 2009 sesuai surat Sekda Malteng Nomor: 800/338 tanggal 11 Juli 2009 perihal konfirmasi data PNS Malteng yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Departe¬men Keuangan RI di Jakarta adalah 11.448 orang.
Sementara jumlah PNS di Kabu¬paten Malteng sesuai daftar rekapi¬tulasi gaji PNS Malteng yang sudah dibayar pada Desember Tahun 2009 hanya 10.134 orang. (MAS)
Posting Komentar untuk "Korupsi PNS Mateng Rp 143 M, Jaksa Didesak Periksa Luthfi Rumbia-Pansus "