Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Praktisi Hukum dan Akademisi Cuma Asbun

AMBON, INFO BARU--Koordinator PAPA Bartholumeus Diaz kepada Info Baru di Ambon Selasa (17/12) kembali mengkritik para prkatisi hukum dan akademisi di Maluku, lantaran dalam menyampaikan pendapat hukum soal sengketa pilkada Maluku para praktisi hukum dan akademisi tidak sepenuhnya memahami hukum yang sebenarnya.

Kata Diaz, pendapat hukum soal sengketa pilkada Maluku 2013 yang disampaikan para praktisi hukum dan akademisi di daerah ini belum memposisikan diri sesuai disiplin ilmu atau kapasitas masing-masing, sehingga argument hukum yang dikeluarkanpun kesannya asal bunyi alias Asbun.

“Ingat, pendapat hukum apapun yang disampaikan kalau melawan keputusan PTUN Ambon kebijakan yang diambil KPUD dan Pemprov Maluku telah menentang aturan hukum di negara ini. Logika hukum soal sengketa pilkada Maluku dari praktisi hukum melenceng dari akar masalah yang sebenarnya,” kritiknya.

Contohnya kata Diaz, pendapat para praktisi hukum dan akademisi di media massa soal perkara Wiliam B. Noya-Adam Latuconsina melenceng atau tidak tepat sasaran.

“Perkara Jakcy-Adam itu ansih perdata. Jadi praktisi hukum dan akademisi jangan asal bicara. Soal kerugian keuangan daerah atau negara di pilkada Maluku, seharusnya praktisi hukum dan akademisi memintai pertanggungjawaban pihak KPUD Maluku yang mana telah bekerja amburadul dalam proses pilkada Maluku yang cacat hukum,” timpalnya.

Diaz menyatakan, Indoneisa negara hukum sehingga semua pihak harus taat hukum, pilkada Maluku yang rancu dan cacat hukum kini menuai multitafsir hukum dari pakar hukum dari akademisi maupun tim asistensi hukum sekretaris daerah provinsi Maluku.

Kata Diaz, permasalahan hukum keputusan PT.TUN Makasar terkati penetapan PTUN Ambon dan surat eksekusi yang telah diterima KPUD Maluku itu, seharusnya ditindaklanjuti.

“Soal putusan PTUN Ambon Ketua KPUD Maluku Idrus Tatuhey harus taat hukum karena putusan PTUN Ambon itu telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” tegasnya.

Menyangkut kerugian keuangan negara praktisi hukum dan akademisi mestinya menuntut KPUD Maluku untuk mempertanggung jawabkannya.

Namun sejumlah alasan praktisi hukum dan akademisi justru mendukung KPU Maluku melaksanakan pilkada putaran kedua, tidak lain para praktisi hukum dan akademisi hanya berpikir soal uang semata.

“Praktisi hukum dan akademisi itu sama saja dengan KPUD Maluku yang tidak taat hukum. Jangan berlindung dengan alasan memikirkan pengeluaran uang daerah atau negara,” sindirnya.

Kata Diaz, kasus pilkada Maluku yang multitafsir hukum dikeluarkan para praktisi hukum dan akademisi itu hanya menjadi suguhan kepada masyarakat Maluku, karena ada kemampuan lain dari praktisi hukum dan akademisi dengan alibi hukum beraneka justru menyesatkan atau membodohi masyarakat.

“Negara dan daerah ini akan kacau terus kalau permasalahan selalu diambil kebijakan yang bertentangan dengan aturan hukum itu sendiri. Seharusnya semua pihak harus taat hukum. KPU harus taat hukum, pakar hukum dan akademisi juga harus taat hukum. Persoalan kerugian keuangan daerah tidak perlu jadi alasan didalam menegakan hukum. Karena ulah KPUD sehingga terjadi kerugian keuangan daerah pada pilkada Maluku, sudah sepantasnya KPU Maluku itu dimintai pertanggung jawaban mereka,” cetusnya.

Untuk itu, kata Diaz pilkada Maluku karena dari awal cacat hukum sehingga wajib diulang.

“Persoalan kerugian pengeluaran keuangan daerah adalah tanggung jawab KPUD yang telah kerja amburadul dan tidak patuh pada hukum. anggaran pilkada itu bukan milik KPUD atau milik Pemda Maluku digunakan seenaknya. Jadi KPU Maluku wajib dimintai pertanggung jawabaan mereka,” pungkasnya. (SAT)

Posting Komentar untuk "Praktisi Hukum dan Akademisi Cuma Asbun"