Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Eksepsi Patty Ditolak, Pengacara: Saya Curiga ada Sesuatu di Balik Semua ini

Mantan
AMBON, INFO BARU--Permohonan keberatan (Eksepsi) yang diajukan Penasehat Hukum Irwan Patty, atas dakwaan jaksa penuntut (JPU) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor), dengan terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Seram Bagian Barat (SBB) itu, ditolak oleh Majelis Hakim Tipikor Ambon, dalam persidangan yang digelar Senin (19/5) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di pengadilan Tipikor Ambon kemarin, hakim menolak eksepsi yang di ajukan terdakwa.

Selain itu, majelis hakim juga memutuskan kasus tersebut akan dilanjutkan prosesnya sebagaimana mestinya.

Sebelum diputuskan, dari pantauan Info Baru kemarin menerangkan, telah beredar kabar dikalangan jaksa dan hakim lainnya, kalau Patty diwacanakan akan dibebaskan, karena dakwaan yang diajukan JPU terhadap terdakwa dinilai majelis hakim pada sidang sebelumnya telah cacat secara hukum.

Namun pada persidangan kemarin, ternayata berbeda dimana majelis hakim memutuskan kasus tersebut tetap dilanjutnkan.

Menyangkut penolakan eksepsi tersebut, Penasihat Hukum Irwan Patty, dalam hal ini Henry Lusikooy, yang diberi mandat oleh Negara untuk menangani kasus tersebut menyatakan, selaku penasehat hukum bagi terdakwa (Irwan Patty), dirinya tidak sependapat dengan putusan majelis hakim tersebut.

“Saya nyatakan tidak sependapat. Karena secara nyata, jaksa Marvie de Queljoe telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 144 KUHP. Dimana pasal tersebut  mengamanatkan, JPU dapat mengubah surat dakwaan baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun menghentikan penuntutan. Kemudian, pengubahan surat dakwaan itu dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai,” jelasnya.

Namun faktanya, lanjut Henry, terdakwa sudah menerima dakwaan pada sidang tertanggal 11 April 2014 dimana saat menghadiri sidang pada 28 April 2014, jaksa malah mengajukan perubahan dakwaan.

Menurut Henry, jika perubahan dakwaan yang diajukan JPU itu hanya bersifat memperbaiki kesalahan atau renfoi (melengkapi sebahagian halaman dakwaan yang hilang), maka JPU tidak perlu menggantikan seluruh halaman dakwaan.

Dalam konteks ini, faktanya menurut Henry, dalam sidang jaksa penuntut malah mengajukan berkas dakwaan baru. “Memang isi dakwaan itu sama, tetapi yang namanya renfoi adalah hanya memperbaiki kesalahan saja. Bukan membuat dakwaan baru secara lengkap. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan pasal 144 KUHP,” tegasnya.

Henry kemudian mempertanyakan melalui pertimbangan hukum apa yang dipakai majelis hakim, sehingga memutuskan eksepsi yang diajukannya pada kahirnya harus ditolak.

“Ada apa sebenarnya, sampai hakim menolak eksepsi tersebut? Padahal dari syarat formilnya saja, hakim sudah tidak menerima dakwaan jaksa tersebut. Karena  hakim menganggap dakwaan jaksa itu salah. Jika syarat formil dakwaan jaksa sudah tidak diterima kenapa masih harus pakai syarat materil,” kesalnya.

Menurutnya, Hakim boleh mengabaikan beberapa poin dalam eksepsi tersebut diantaranya, menyangkut ketidak-cermatan JPU dalam menyusun dakwaan, ajaran keturut-sertaan, dan mengenai tidak adanya hasil audit BPK.

Lanjutnya, namun hakim jangan mengabaikan ketentuan pasal 144 KUHP yang juga dimasukan dalam eksepsi itu. Karena itu adalah ketetapan undang-undang.

“Ini adalah pelanggaran terhadap pasal 144 KUHP. Menurut saya,  hakim bukan  kurang mempelajari isi eksepsi, tetapi saya curiga telah terjadi sesuatu dibalik semua ini,” tandasnya. (MG-01)