Kadishut Lindungi Oknum Pembalakan Liar di SBB

AMBON, INFO BARU--Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Ody Timisela mengijinkan penebangan pohon di kawasan Dati Maningtamahu di Tanjung Tapan Desa Kaibobu Kecamatan Seram Barat, Kabupaten SBB.
Penebangan kayu secara besar-besaran yang diduga dilakukan oknum anggota Polda Maluku untuk dijual ke luar daerah maluku, namun dibantah Kadis bahwa yang melakukan penebangan kayu adalah masyarakat.
“Itu bukan ilegall loging, kalau penebangan liar juga siapa yang melakukan buktinya apa, siapa yang dbilang dilakukan penebangan liar,” ungkap Timisela saat dihubungi kemarin melalui telepon.
Apa yang diungkapkan Timisela secara jelas melanggar UU Nomor 18 tahun 2013, dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri.
Bukan saja itu, Timisela juga mengungkapkan kawasan hutan di tanjung Tapan bukan masuk pada areal hutan lindung, padahal kenyataanya penebangan kayu di Tanjung Tapan merupakn areal tumbuhan hutan bakau untuk mencegah abrasi pantai.
“Siapa yang bilang itu kawasan hutan lindung, itu bukan hutan lindung, tapi masuk areal penggunaan lain atau non kawasan hutan lindung,” bantahnya dengan belum mengetahui kondisi dilapangan.
“Kalau dalam hutan hak milik masyarakat tidak ada masalah, jadi otomatis bisa ditebang saja walaupun tumbuhan masih kecil,” tegasnya.
Apa yang diungkapkan Kadis Kehutanan SBB sangat jelas untuk melindungi oknum polisi yang terlibat melakukan pemalakan kayu. dirinya mengungkapkan kayu sebanyak 80 M3 itu digunakan untuk kepentingan pribadi bukan untuk dijual belikan.
“Belum tentu kayu tersebut dijual kepada orang lain dan kayu bukan dijual belikan, tapi kayu tersebut digunakan untuk kebutuhan sendiri dengan sebanyak 80 kubik itu, untuk sebanyak 80 kubik saya belum pastikan, walaupun timnya sudah turun di lapangan,” jelasnya.
Sementara itu menyoal keterlibatan anggota Polisi dan adik Bupati SBB dalam kasus illegal loging di Kabupaten SBB, dirinya tidak berani komentar. dirinya akan mengecek tim yang turun dilapangan.
“Setauh saya kayu itu milik masyarakat, karena anggota polisi juga adalah masyarakat, untuk masalah keterlibatan adik bupati SBB saya akan mengecek duluh kepada tim yang turun di lapangan,” kilahnya.
Sementara perkembangan surat yang dikirim Dinas kehutanan Provinsi Maluku sejak tanggal 14 April 2014. Timisela baru mengirim anggotanya di lapangan untuk mengetahui keberadaan kayu di tanjung tapan yang diduga milik AKP Edy Tethol.
“Tim kemarin sudah turun dilapangan tapi tidak tauh kapan tim turun di tkp, dan sementara sedang membuat laporan temuan kayu di tanjung tapan,” singkatnya.
Untuk diketahui, keterlibatan oknum anggota polisi Polda Maluku dalam kasus dugaan pemalakan kayu di Tanjung Tapan terkuat, setelah adik kandung Bupati SBB, Ambo Putileihalat menyangkal, kalau kayu sebanyak 80 m3 itu bukan miliknya.
“Kayu itu bukan milik saya, kayu itu adalah milik Edy Tethol, karena kuasa keluarga Manintamahu untuk menebang kayu di Dati Manintamahu, diberikan kepada Edy Tethol,” ungkap Putileihalat saat dikonfirmasi melalui telephone selulernya kemarin.
Ambo mengatakan, Ibu Kandung AKP. Edy Tethol adalah salah satu keturunan dari ahli waris keluarga Manintamahu di Desa Kaibobu. “Saya tidak punya urusan dengan hal itu, karena merupakan dati pusaka keluarga Manintamahu dan Ibu dari Edy Tethol,” katanya.
Putileihalat juga mengatakan, penebangan kayu di Tanjung Tapan, Desa Kaibobu masuk kawasan Hak Pengguna Lain (HPL), sehingga boleh ditebang, selagi ada izin dari ahli waris.
Namun jika ingin diketahui apakah hutan tersebut masuk HPL, dirinya menyarankan untuk menanyakan di Dinas Kehutanan,” Menurut saya penebangan kayu tersebut masuk areal HPL, tapi yang jelasnya nanti tanyakan saja di Dinas Kehutanan,” saranya.
Tindakan yang dilakukan okum anggota Polda Maluku ini dinilai menyalahi Undang-Undang Nomor.18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Dalam pasal 12 menjelaskan, tidak boleh malakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai izin pemanfaatan hutan.
UU itu selanjutnya menjelaskan, tidak boleh memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkat, menguasai dan atau memiliki hasil penebangan dikawasan hutan tanpa izin. Kemudian membawa alat-alat yang tidak lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon didalam kawasan huta, tanpa izin pejabat yang berwewenang.
Sementara dalam pasal 13 menjelaskan, penebang pohon di kawasan hutan secara tidak sah dengan radius 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Ironisnya penebang pohon di Tanjung Tapan yang diduga dilakukan Edy Tethol tidak jauh dari tepi pantai, yang banyak tumbuhi pohon mangrove.
Selain itu, di daerah tersebut terdapat anak sungai yang jaraknya tidak jauh dari areal penebangan kayu di tanjung Tapan. hal ini sangat bertentangan dengan UU Nomor 18 tahun 2013, dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri. (SAT)