Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kasus Mantan Kadishub SBB JPU Bersikap Diskriminasi

Mantan Kadishub SBB di tahan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku (Foto: MAS).
AMBON, INFO BARU--Sekretaris Forum Peduli Keadilan Maluku (FPKM), Kahar Hitimala, kepada info baru di Ambon Rabu (7/5) menuding, Marvie de Queljoe atau mantan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kecabjari) Piru, telah bersikap diskriminasi hukum secara berlebihan terhadap terdakwa mantan kepala dinas perhubungan (Kadishub) kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) , Irwan Patty.

Tudingan itu dilontarkan FKPM itu lantaran penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek pembuatan kapal patroli cepat milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) SBB itu, de Queljoe melalui surat perintah sekaligus penahanan terhadap terdakwa Irwan Patty.

Sementara berbeda dengan terdakwa lain yakni Vivi Matitaputi selaku kontraktor proyek tersebut, dimana telah berstatus tersangka tapi hingga detik ini jaksa tidak melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.

Menurut Hitimala, pasca mengikuti proses sidang di PN Tipikor Ambon dalam pembacaan surat dakwaan serta eksepsi tertanggal 28 April dan 5 Mei atas perkara kapal patrol SBB, pihaknya menilai jaksa Marvie de Queljoe telah melakukan banyak  kesalahan fatal.

Kesalahan fatal itu lanjutnya, adalah tindakan Marvie mengintervensi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga pengaudit independen untuk menghitung kerugian Negara terkait kasus ini, akibatnya secara sepihak tanpa ada hasil audit resmi dari BPK, Marvie de Queljoe sudah menetapkan Irwan Patty menjadi tersangka.

Padahal, kata Hitimala, dalam aturan perundang-undangan di Negara ini, yang berhak menghitung dan menetapkan adanya suatu penyelewangan anggaran hingga berdampak pada kerugian Negara adalah BPK, bukan jaksa.

“Artinya, apa yang telah dilakukan jaksa Marvie tersebut, telah melanggar ketentuan undang-undang nomor 15 tahun 2006 pasal 10 ayat 1 dan 2, tentang kewenagan BPK,” jelasnya.

Selain itu, Hitimala juga menyatakan, fakta lain adanya intervensi dan sabotase jaksa dalam kasus ini, dimana jaksa memberikan data asal-asalan kepada BPK/BPKP.

Akibatnya, dikeluarkanlah rekomendasi agar jaksa melengkapi berkas yang diserahkan ke BPK/BPKP untuk dilakukan audit ulang.

Kejanggalan lain kata dia, ditemukan dalam kasus ini BPK/BPKP tidak membentuk tim audit investigasi independen yang diterjunkan langsung ke galangan kapal untuk melihat kapal sebagai objek yang disengketakan, agar bisa menghitung seberapa besar kerugian Negara, tapi langsung rekomendasi yang dipakai jaksa untuk menjerat Irwan Patty.

“Pertanyaanya rekomendasi adanya kerugain Negara itu resmi dari BPK/BPKP atau tidak? Kami menganggap hal ini adalah suatu pelanggaran,” tegasnya.

Menyangkut hal itu, kata Hitimala, ia dan pihaknya sangat menyesalinya serta menentang keras adanya perlakuan jaksa yang telah menetapkan mantan Kadishub kabupaten SBB sebagai tersangka sebelum menerima hasil audit perhitungan kerugian Negara dari BPK/BPKP.

“Semua itu mengisayratkan masalah ini muatannya politik. Bukan soal pelanggaran hukum murni seperti dituduhkan,” ketusnya.

Beranjak dari sejumlah ekjanggalan tersebut, Hitimala kemudian mendesak Majelis Hakim Pengadilan tipikor Ambon agar mempertimbangkan secara matang terkait dakwaan JPU yang telah di bacakan dalam persidangan sebelumnya.

“Bila perlu ditolak jika hasil pertimbangan majelis hakim menghendaki demikian,” tandasnya. (MG-01)