Walikota akan Lawan PN Ambon, Buntut Eksekusi Rumah Pribadi

AMBON, INFO BARU--Walikota Ambon Richard Louhenapessy siap melakukan perlawanan hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri Ambon yang mengabulkan gugatan Rudy Mahulette atas persoalan penangguhan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang berbuntut pada sita jaminan rumah pribadi sampai terancam dieksekusi.
Perlawanan dilakukan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku serta membawa putusan ini ke komisi yudisal.
“Proses hukum saya hormati dan saya akan lakukan perlawanan. Kalau hanya untuk masalah kebenaran, apapun yang menjadi taruhannya saya tidak akan mundur.karena wibawa pemerintah juga dipertaruhkan dalam persoalan ini,” tandas Walikota kepada wartawan di Balai Kota Ambon, Sabtu (10/5).
Pihaknya juga akan meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk serius melihat persoalan ini, Sebab penangguhan IMB pembangunan rumah toko (ruko) di kawasan Passo, Kecamatan Baguala dilakukan atas permintaan Gubernur Maluku.
Tak hanya itu, Walikota juga mengancam akan melakukan proses hukum terhadap Badan Pertanahan Negara (BPN) atas penerbitan Sertifikat tanah kepada Umar Thahir.
Serta mempertanyakan aset pemerintah ke DPRD provinsi Maluku atas pengalihan aset ke Umar Thahir yang tak lain adalah menantu dari mantan Gubernur Maluku, Akib Latuconia.
Menurutnya, putusan Pengadilan Negeri Ambon yang mengabulkan gugatan penggugat, Rudy Mahulette terhadap tergugat I Pemerintah Kota Ambon, Tergugat II, Pemerintah Provinsi Maluku dan tergugat III, Richard Louhenapessy merupakan putusan aneh tapi nyata.
“Dari mana hendak kemana, ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Ini putusan aneh tapi nyata. Dan kita akan mengajukan ini ke komisi yudisial sebab UU juga membuka ruang untuk kita ke komisi yudisial,” kata Louhenapessy.
Dia mengatakan, dalam amar putusan majelis hakim di pengadilan Negeri Ambon, hakim menghukum tergugat I dan tergugat II untuk mengganti kerugian Sebesar Rp13 miliar. Serta menghukum tergugat III karena terlibat melakukan perbuatan melanggar hukum sehingga harus ikut bertanggungjawab.
“Jadi Pemprov Maluku dan pemkot Ambon harus tanggung renteng mengganti rugi Rp 13 miliar dan rumah pribadi saya menjadi jaminan untuk tergugat I dan tergugat II. Jadi dalam kasus ini kewibawaan pemerintah dipertaruhakn disini,” ucapnya.
“Kalau benar-benar terjadi maka pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Saya prihatin kenapa sampai hakim bisa putuskan seperti itu. Putusan ini tidak lazim,” tambah Walikota.
Untuk membayar ganti rugi sebesar Rp13 miliar, Walikota mengatakan, Pemerintah Provinsi Maluku bersama DPRD Maluku serta Pemkot Ambon dan DPRD Kota Ambon harus anggarkan ganti rugi dalam APBD.
“Dalam masalah ini tidak ada urusan dengan masalah pribadi, jadi Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon serta DPRD harus menyetujui anggaran membayar ganti rugi. Karena saya bertindak bukan atas nama pribadi. Ini atas nama Pemkot. Jadi DPRD harus setujui anggaran dari APBD untuk ganti rugi,” kata Walikota.
Lebih lanjut Walikota menjelaskan, persoalan hukum antara penggugat, tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III bermula dari sebidang tanah di kasawan Desa Passo Kecamatan Baguala yang merupakan asset pemerintah provinsi Maluku.
Lahan yang saat ini dibangun rumah toko (ruko) di samping Ambon City Center (ACC) pada jaman pemerintahan mantan Gubernur Maluku, Akib Latuconsina diberikan kepada manantunya, Ir Umar Tahir untuk membangun SPBU.
Tanah tersebut, kata Walikota, terdaftar sebagai hak pakai nomor 44 milik Pemprov Maluku. Dan mantan Gubernur Akib Latuconsia memberikan hak pakai tersebut kepada menantunya Ir Umar Tahir untuk dibangun SPBU.
“Namun salah satu persyaratan dari SPBU adalah lahan itu harus sebagai hak milik bukan hak pakai. Dan mantan gubernur menyerahkan kepada menantunya untuk jadi hak milik padahal itu aset Pemprov,” terangnya.
Walikota mengatakan, dalam Surat Keputusan nomor 593.4/sk/149/93 tertanggal 12 Mei 1993, Gubernur Maluku melalui Sekda Provinsi Maluku menyerahkan pemanfatan tanah untuk dikuasai oleh Umar Thahir melalui perusahannnya, waradana untuk membangun SPBU.
“Dalam klausul ketiga tersebut menyebutkan tanah tersebut tetap terdaftar sebagai aset pemprov Maluku, namun ternyata SPBU tidak dibangun. Dan tanah itu dijual kepada pihak ketiga yakni Rudy Mahulette,” jelasnya.
Padahal dalam surat perjanjian pamnfaatan tanah aset pemprov untuk didirikan SPBU tertanggal 7 November 1997 yang ditandatangani pihak pertama yakni Akib Latuconsina dan pihak kedua menantunya Umar Thahir disebutkan pihak kedua dilarang memberikan ijin kepada pihak lain tanpa ijin dari pihak pertama.
“Bagaimana tanah itu beralih ke pihak ketiga Pemkot tidak tahu,” katanya.
Namun, setelah tanah dibeli, pihak ketiga berencana membangun ruko.dan mengajukan persyaratan pengurusan IMB ke Dinas Tata Kota Ambon.
“Sebelum mengeluarkan IMB,Pemkot meneliti semua persyaratan yang diajukan dan ternyata surat-surat yang diajukan sah sehingga Pemkot memberikan ijin kepada Rudy Mahulette sehingga dibangun ruko,” jelasnya.
Dia menambahkan, saat pembangunan ruko, Gubernur menyurat ke Pemkot Ambon untuk membatalkan IMB.
“Jadi Gubernur meminta walikota untuk batalkan IMB. setelah surat itu diterima, saya berikan pertimbangan bahwa surat itu tidak cacat hukum dan kedua tidak ada alasan untuk saya batalkan IMB karena secara hukum sah. Jadi pada intinya saya tidak mau batalkan, secara hukum karena ada keberatan dari salah satu pihak sehingga saya menyurat untuk yang bersangkutan tangguhkan pembangunan, tolong diselesaikan dengan Gubernur tentang status tanah ini,” kata Walikota. (RIN)