Minta Jatah Menteri Seperti Pengemis

AMBON, INFO BARU--Kecaman terhadap tindakan premanisme atau penganiayaan yang dilakukan oknum aktivis DPD KNPI Maluku terhadap sejumlah mahasiswa Maluku Jakarta (MMJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat, Sabtu (19/7) lalu terus bergulir.
Kecaman berikut datang dari salah satu tokoh Pemuda Maluku, M Aziz Tunny ketika dimintai tanggapannya oleh Info Baru di Ambon, Selasa (22/7), dirinya sangat menyesali sekaligus mengecam aksi kekerasan atau penganiayaan yang diperankan para aktivis KNPI Maluku tersebut.
Menurutnya, seharusnya KNPI Maluku tidak perlu bertindak brutal seperti yang dilakukan terhadap para MMJ yang menjadi korban penganiayaan di TIM Jakpus Sabtu 19 Juli 2014.
Asumsinya, jika para mahasiswa Maluku Jakarta itu melakukan aksi unjuk rasa, seharusnya pihak KNPI Maluku atau Gubernur Maluku menerima mereka, untuk memberikan penjelasan atau pemahaman secara baik, bukan langsung membalas dengan aksi kekerasan.
“Tindakan para oknum aktivis KNPI Maluku yang menganiaya para Mahasiswa Maluku Jakarta (korban-Red) di Taman Ismail Marzuki Sabtu 19 Juli 2014, sangat memalukan. Seharunsya tindakan seperti itu tidak boleh terjadi,” kesalnya.
Tunny sepakat, aksi kekerasaan yang diperankan para aktivis KNPI Maluku terhadap para Mahasiswa Maluku Jakarta (korban) itu, agar para pelaku diproses sesuai hukum karena hal tindakan tersebut telah memenuhi unsure pidana sesuai KUHP.
Ia mengkritik, agenda SILATNAS yang digelar Ketua KNPI Maluku, Bisri As Shiddiq Latuconsina dan kawan-kawan termasuk Gubernur Maluku Said Assagaf di TIM Jakarta Pusat, kalau tidak membahas persoalaan kepentingan masyarakat Maluku secara kolektif, maka agenda tersebut hanya sekedar menghamburkan keuangan daerah.
“Untuk efisiensi anggaran daerah pertemuan seperti ini kan bisa saja digelar di Ambon. Lagian, manfaat dan kontribusi dari kegiatan SILATNAS di Jakarta itu sendiri tidak memiliki manfaat buat pemuda dan masyarakat Maluku secara umum,” tegasnya.
Menyangkut wacana permintaan jatah menteri Maluku ke Presiden terpilih menurutnya, hal tersebut seakan menjadikan posisi Maluku seperti pengemis. Padahal, lanjutnya, ada banyak hal penting yang mesti menjadi agenda perjuangan bersama seperti realisasi RUU Provinsi Kepulauan, atau meminta perlakuan khusus Pempus terhadap Maluku.
Dijelaskan, dengan luas wilayah Maluku 581.000 km2 dan hanya sekitar 7 persen adalah wilayah darat, itupun sudah terbagi dalam 812 pulau. Masalah ini sangat merugikan Maluku dalam pembagian Dana Alokasi Umum (DAU).
“Sebab yang dihitung hanya luas wilayah darat (kontinental), ditambah jumlah penduduk atau demografi,” jelasnya.
Tunny menegaskan, masih banyak agenda penting lainnya dimana seharusnya diperjuangkan Maluku ke Pempus diantaranya, hak perolehan PI 10 persen dari eksplorasi sumber berdaya gas alam yang berada di Blok Masela.
Dalilnya, hal tersebut sangat penting atau patut diperjuangkan karena akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi provinsi Maluku.
Lantas tanggapan anda soal berganing Maluku dalam momentum Pilpres apakah wajar Maluku punya jatah menteri? Ditanya demikian Tunny menegaskan, untuk bargaining position Maluku dalam momentum Pilpres secara politik provinsi yang kental dengan budaya pela dan gandong itu, tidak bisa banyak bicara.
Dalilnya, dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Maluku secara Nasional hanya 0,66 persen dengan jumlah pemilih hanya 1,2 juta.
“Hanya saja rakyat Maluku secara tegas harus berani mengatakan bahwa "Indonesia tanpa Maluku bukan Indonesia,” ujar Tunny mengutip pernyataan Soekarno.
Dikemukakan, Maluku punya nilai historis saat dibentuk atau didirikannya Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI). Dimana historis pendirian NKRI Maluku adalah salah satu dari delapan provinsi yang memiliki andil besar terkait berdirinya NKRI.
Selain itu, lanjut Tunny, Maluku juga memiliki potensi alam yang luar biasa, baik di darat maupun laut.
Bahkan posisi Maluku juga strategis karena berada di jalur AKLI dan dimana jalur tersebut bisa menjadi pintu gerbang untuk menghubungkan Negara-Negara dari Asia ke Australia dan Pasifik.
“Ini contoh-contoh yang harus menjadi nilai bargaining Maluku ke Pemerintah Pusat,” tegasnya.
Lantas bagaimana pendapat anda jika berganing Maluku ke Pempus harus ada pemekaran daerah otonomi baru di Maluku,? Ditanya demikian, Tunny menyatakan, memang semangat pemekaran untuk pemerataan pembangunan, mengatasi masalah disparitas (rentang kendali), termasuk untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat.
Namun kalau dilihat dari hasil pemekaran daerah baru di Maluku, yang terjadi di sejumlah daerah sepertinya melahirkan raja-raja baru di daerah.
Asumsinya, dengan pemekaran daerah otonomi baru yang katanya desentralisasi pembangunan itu, ternyata diikuti pula dengan desentralisasi tindak kejahatan korupsi.
“Bahkan kesenjangan sosial semakin terlihat, dimana orang kaya baru banyak dan hartanya melimpah. Sedangkan rakyat kecil yang miskin tetap menjadi miskin,” tegasnya. (MAS)