Desak Jaksa Ungkap Kasus Rehabilitasi Gedung Pemkot

AMBON, INFO BARU--Wakil Ketua GP Ansor Maluku, Paisal Marasabessy mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku mengusut proyek tambal sulam di Kantor Pemkot Ambon sebesar ratusan juta itu. Proyek rehabilitasi dari Dinas Tata Kota Ambon dikerjakan tidak sesuai spesifikasi.
Proyek hanya menghabiskan APBD Pemerintah Kota Ambon tahun 2014 hanya menguntungkan Kontraktor dan pihak Dinas Tata Kota Ambon. Nyatanya rehabilitasi gedung itu masih bocor yang mengakibatkan ruangan di kantor tersebut basah.
“Kami meminta penyidik di Kejaksaan Negeri Ambon untuk mengusut kasus dugaan korupsi di proyek rehabilitasi kantor Walikota Ambon tahun 2014 sebesar ratusan juta itu,” ungkapnya kepada Info Baru Kamis (11/9).
Untuk mengungkapkan kasus tersebut penyidik harus menyita dukumen kontrak proyek tersebut serta periksa PPK dan kontraktor untuk bertanggungjawab atas proyek itu. Proyek ratusan juta tersebut dinilai gagal dan merugikan uang Negara.
“Ini karena tidak menggunakan gambar serta tidak mempunyai rancangan pekerjaan maka proyek ini dikerjakan apa adanya, hal ini dimaksudkan agar pemerintah tidak lagi mengeluarkan dana untuk mengerjakan kembali proyek tersebut,” ujarnya.
Dari pantauan Koran ini dilapangan mengungkapkan gedung kebanggan Masyarakat Kota Ambon yang baru saja dikerjakan dengan anggaran tahun 2014 ini rupanya bermasalah. Bukanya mengatasi rembesa air, namun menambah banyak pekerjaan para pegawai di kantor pimpinan Leuhenapessy-Salampessy itu.
Meraka (Pewawai-red) harus berhati-hati dan bekerja keras untuk memindahkan berkas agar tidak basah, mengingat banyaknya rembesan air di selah-selah dinding, sehingga membasahi meja dan lemari kantor itu.
Hal ini juga diungkapkan salah satu pejabat yang tidak mau dikorankan saat ditemui di ruang kerjanya kemarin, dirinya mengakui ruangan juga mengalami kebocoran, apalagi pada saat musim hujan.
“Ruangan saya ini saja masih bocor, lihat saja beberapa lemari dipindahkan karena takut basah,” ungkapnya sambil menunjukan bekas rembesan air di sela-sela dindingnya, Senin (8/9-red).
Dirinya mengakui, hingga kini pemerintah Kota Ambon sudah kewalahan dengan rembesan air tersebut. Sementara hampir setiap tahun dianggarkan dana untuk perbaikan, namun tidak ada hasilnya.
“Kami juga bingun dengan gedung ini, yang masih saja bocor, padahal kontraktor sudah bekerja semaksimal untuk mengatasi bocoran tersebut,” heran dia.
Dirinya mengakui, semakin lama hujan turun, dari luas lantai berkeramik 15x20 M2 semakin dipenuhi air hujan. Setiap hujan datang, terpaksa sejumlah kardus berisi berkas penting diamankan.
Gedung baru dianggarkan tahun anggaran 2014 kemairn setelah dinyatakan rampung namun banyak interior yang rusak akibat bocor. Hampir disemua ruangan ada titik kebocoran parah di ruangan oleh rembesan air hujan. Namun mau bilang ada proyeknya sudah selesai dan kontraktor sudah menerima uangnya.
Sementara itu, proyek tersebut masih dalam masa pemeliharaan dimana masa perawatan pasca pembangunan selesai dalam waktu yang telah disepakati antara Pemkot dengan kontraktor dalam kontrak kerja konstruksi.
Tanggungjawab penyedia jasa tidak berhenti setelah masa pemeliharaan habis, tetapi tetap dibebani tanggungjawab dalam waktu tertentu sesuai dengan klausul kontrak (biasanya dicantumkan dalam pasal kegagalan bangunan).
Tanggungjawab ini disebut jaminan konstruksi. Dalam Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999 pada Bab Vi Pasal 25 ayat (2) disebutkan kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi hingga enam bulan perjalanan.
Yang dimaksud penyedia jasa dalam hal ini adalah kontraktor dan konsultan (perencana dan pengawas). Kegagalan bangunan yang disebabkan bukan karena keadaan force majeur bisa menjadi tanggungjawab kontraktor maupun konsultan.
Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam UUJK ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. Kegagalan bangunan bisa terjadi akibat kesalahan perencanaan maupun kesalahan dalam pelaksanaan serta pengawasan.
Sesuai pasal 43 UUJK No. 18 Tahun 1999, maka pihak penyedia jasa yang melakukan kesalahan dan mengakibatkan terjadinya kegagalan bangunan bisa dikenai pidana maksimal 5 tahun atau denda maksimal 10 persen (bagi perencana) dan 5 persen (bagi pelaksana/pemborong) dari nilai kontrak. (SAT)