Media Massa Kurang Melindungi Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

AMBON, INFO BARU--Selama ini media massa dinilai kurang melindungi kekerasan yang dilakukan terhadap anak dan perempuan. Hal tersebut terbukti dengan adanya berbagai pemberitaan korban perkosaan. Akibatnya pemberitaan media massa tersebut menimbulakn dampak yang kurang baik terhadap anak korban perkosaan.
Dalam pemberitaan, media massa diminta untuk bisa melindungi anak dan perempuan. Contoh perlindungan itu, seperti menyamarkan nama anak yang menjadi korban perkosaan, kemudian tidak boleh menyebutkan tempat tinggal atau alamat anak yang menjadi korban kekerasan tersebut. Jadi jurnalis atau wartawan, tidak boleh menulis nama korban, seperti menulis Mawar atau Melati. Karena bisa jadi nama itu merupakan nama anak korban perkosaan.
Hal-hal ini penting untuk dihindari dalam setiap pemberitaan, karena ditakutkan akan mengganggu psikologisnya yang berujung pada bunuh diri atau hal nekat lainnya. Artinya perlindungan hukum terhadap anak korban perkosaan dalam pemberitaan media massa, penting untuk dilakukan.
Seminar yang diarahkan oleh Ketau AJI Ambon, Abu Karim Angkotasan ini, menghadirkan tiga narasumber, masing-masing Redaktur Pelaksana (Redpel) Ambon Ekspres, Yani Kubangun, Aktivis Perempuan, Lusi Peilow dan Anggota Komisi Penyiaran Independen Daerah (KPID), Wahyudi Mirahadi Sanaky.
Tiga narasumber ini, menyampaikan perspektif mereka terhadap peran media massa dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dari berbagai latar belakang dan sudut pandang. Yani Kubangun misalnya menyebutkan, dalam ruang redaksi, mereka sering kesulitan dalam menempatkan kalimat atau kata-kata yang bisa melindungi korban kekerasan.
Hal tersebut terjadi lantaran, media akan berbenturan dengan pembaca dan kondisi pasar. Artinya, media massa selain menjalankan fungsi sebagai penyebar berita dan pendidikan ke masyarakat, media juga harus menjalankan tuntutan bisnis. “Jadi serba dilematis,” singkatnya.
Sementara Lusi Peilow dan Mirahadi Sanaky lebih menyentilkan persoalan perlindungan dan regulasi yang disandarkan pada kode etik dan prilaku penyiaran. Menurut mereka, anak menbutuhkan perlindungan hukum khusus, dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang.
Mereka mengatakan, perlindungan hukum adalah upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan dengan kesejahteraanya. “Pemberitaan media massa dihiasi oleh banyaknya tindak pemerkosaan yang terjadi. Berita yang diambil wartawan memperlihatkan identitas anak yang menjadi korban tindak pidana perkosaan. Pemberitan tersebut menimbulkan dampak terhadap anak,” kata Peilow.
Untuk diketahui, seminar ini dilanjutkan dengan perumusan sejumlah masalah terkait hal-hal tersebut. Diantaranya memberikan pemahaman kepada jurnalis atau wartawan dalam memahami produk hukum, peraturan tentang anak, hak dasar anak. Kemudian memberikan pelatihan khusus terhadap jurnalis, kerja sama dengan media dalam penulisan korban kekerasan serta beberapa hal penting lainnya lagi. (TWN)