Anggota DPRD Baru Dilarang Transaksi Proyek

AMBON, INFO BARU--Koordinator PAPA, Bartholumeus Diaz kepada Info Baru di Ambon Jumat (16/5), mengingatkan para anggota DPRD periode 2014-2019 yang pada pileg 9 April 2014 tidak harus transaksi proyek kala menjalankan tuags di parlemen.
Alasannya, saat Pileg 2014 para anggota DPRD terpilih 2014-2019 itu banyak mengeluarkan dana ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk terpilih menjadi wakil rakyat.
“Harus diingat rata-rata anggota DPRD kabupaten dan kota yang terpilih menghabiskan uang dari Rp 400 juta hingga Rp 800 juta. Sedanhkan anggota DPRD Provinsi yang terpilih, menghabiskan uang mulai Rp 600 juta hingga Rp 1 miliar,” ujarnya.
Dikatakan, dengan pengeluaran dana sebesar tersebut dikuatirkan saat menjalankan tugas di parlemen para anggota dewan itu akan negosiasi untuk bermain mega proyek lingkup pemerintahan kabupaten/kota hingga pemda provinsi tak lain untuk menutupi dana yang telah dikeluarkan kalapileg 9 April 2014.
Selain itu kata Diaz, tidak mungkin gaji dan tunjangan per bulan serta uang jalan studi banding ke luar daerah, para anggota DPRD itu dapat mengembalikan modal pileg yang telah dikeluarkan ratusan juta rupiah saat pileg 9 April.
Menurutnya, hal ini untuk mencegah praktek KKN yang kerap terjadi di kabupaten/kota hingga provinsi.
“Jika tidak dikontrol dari sekarang, maka praktek KKN itu sendiri akan mempengaruhi program roda pembangunan daerah. Jika proyek melalui jalur KKN pasti pekerjaannya tidak benar, dimana yang dicari hanya keuntungan besar. Dimana hasil proyek itu juga dapat disetor kepada para anggota DPRD untuk mengembalikan modal pileg,” tudingnya.
Ia juga meminta masyarakat Maluku untuk bersama mengontrol masalah ini. alasannya Jika praktek main proyek antara eksekutif dan legislatif itu tidak dicegah sejak dini, maka hal itu sama saja masyarakay Maluku memberikan ruang KKN di Maluku tetap subur dimana pelakunya tak lain adalah pihak eksekutif dan legisltatif itu sendiri.
Diaz juga mengingatkan masyarakat jangan karena telah diberikan uang oleh para anggota DPRD yang terpilih itu sehingga masyarakat tidak mengontrol kinerja mereka.
Harusnya lanjut Diaz, saat terpilih kemduian para anggota DPRD itu betugas, bila tidak mampu berbuat apa-apa untuk kepentingan rakyat, maka masyarakat harus bersuara, atau jangan hanya diam lantaran telah dibius dengan uang maupun bantuan lainnya.
Disisi lain, jika kondisi tersebut tetap dibiarkan maka masyarakat sendiri yang akan pusing tujuh keliling.
“Ingat money politik kala pileg 9 April 2014, adalah cara membeli suara masyarakat dan sudah lunas. Tidak ada lagi hubungan apa-apa masyarakat dengan para anggota DPRD terpilih, karena suara masyarakat Maluku itu telah dijiual seharga Rp 100 ribu hingga Rp 250 ribu,” celotehnya.
Menyangkut pencegahan KKN antara eksekutif mulai kabupaten/kota maupun provinsi dengan legislative (anggota DPRD), menurutnya, hal itu memang sulit dihindari.
Sebaliknya praktek KKN itu dapat dicegah jika semua pimpinan daerah (kabupaten/kota/Provinsi) mampu mandiri dan tegas.
“Sesuai kajian Perkumpulan Anak Negeri Pulau Ambon sepanjang politik transaksional misalnya politik uang dalam berbagai bentuk itu, akan melahirkan KKN antara pimpinan daerah dengan anggota DPRD yang terpilih. Apabila tidak dapat dicegah, maka semakin kuat indikasi runtuhnya negara Indonesia dimulai dari daerah-daerah karena praktek KKN yang meraja-lela,” ucapnya. (SAT)