TNI-POLRI Harus Siaga 1 di Maluku

AMBON, INFO BARU--Aparat TNI dan POLRI diminta untuk siaga satu jelang penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Selasa (22/7) besok.
Demikian permintaan ini disampaikan Direktur Lembaga Kajian Strategis Peduli Masyarakat (LKS-PM), Erik Rumluan, kepada Info Baru, Minggu (20/7), di Ambon.
Menurut Erik, siaga satu jelang penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih itu perlu dilakukan aparat TNI-POLRI di Maluku khsusunya di kota Ambon, karena dikhawatirkan akan terjadi gejolak hingga bentrokan antar warga, akibat salah satu diantara dua pasangan Capres-Cawapres terpilih yang diumumkan KPU besok, tidak mengakomodir anak Maluku menjadi menteri.
Dalilnya, jauh-jauh hari wacana anak Maluku harus diakomodir dalam kabinetnya apakah itu Prabowo atau Jokowi, sudah santer didengungkan atau disuarakan oleh kelompok tertentu yang berkepentingan dengan wacana dimaksud.
Erik beralibi, kalau wacana anak Maluku menjadi menteri kemungkinan pihak yang menyampaikan pesan ini hanya mainan kelompok tertentu atau mereka yang berkeinginan menjadi menteri.
“Kita ketahui bersama, wacana anak Maluku menjadi menteri sudah menjadi konsumsi publik. Bahkan wacana ini dikemas seakan-akan adalah tuntutan masyarakat Maluku secara kolektif. Padahal tidak. Bagi kami, wacana ini hanya dimainkan pihak yang berkepentingan tertentu saja,” tegasnya.
Menurut erik, karena sering diwacanakan anak daerah akan menjadi menteri, sehingga masyarakat Maluku telah meyakini wacana itu benar adanya.
“Jika nantinya anak Maluku tidak menjadi menteri, maka kekhawatiran kami bagi kelompok yang memainkan wacana ini karena wacana yang dimainkan telah gagal, maka kemungkinan mereka akan memperkeruh situasi di Maluku,” tandasnya.
Untuk itu, mantan Ketua BEM IAIN Ambon menghimbau agar seluruh masyarakat Maluku jangan mudah terprovokasi dengan ulah provokator yang sengaja ingin membenturkan masyarakat Maluku.
“Mari bersama kita menjaga situasi dan keamanan di Maluku yang sudah semakin kondusif. Kita wajib melawan para provokator,” anjurnya.
Ditambahkan, potensi gesekan atau konflik di tengah masyarakat Maluku jelang penetapan Presiden dan Wapres terpilih besok memang berpeluang. Lantaran wacana anak Maluku akan menjadi menteri itu telah dikumandangkan ramai oleh kelompok tertentu yang memiliki kepentingan dengan ihwal dimaksud.
“Potensi gesekan di tengah masyarakat itu memang ada. Menurut hemat kami, wacana menteri inilah yang bakal membenturkan masyarakat Maluku,” tegasnya.
Maluku Butuh Perhatian Pempus
Terlepas dari gangguan Kamtibmas, menurut Erik, masyarakat Maluku saat ini tidak membutuhkan jabatan menteri, tapi yang dibutuhkan adalah perhatian penuh dari Pemerintah Pusat ke Maluku dalam berbagai aspek.
“Saya yakin sungguh sebagian besar masyarakat Maluku tidak bergeming sedikitpun untuk anak Maluku harus menjadi menteri. Itu hanya kepentingan kelompok tertentu yang mengatasnamakan masyarakat. Yang dibutuhkan masyarakat Maluku adalah perhatian Pemerintah Pusat terhadap keterpurukan social. Ini yang menjadi tuntutan atau kebutuhan masyarakat Maluku selama ini,” tegasnya.
Erik menawarkan lima problem social kemasyarakatan yang perlu dijawabdipenuhi oleh pemerintah pusat terhadap Maluku.
Pertama, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), Pempus wajib memberikannya kepada Maluku sesuai dengan kebtuhan dan keadaan geografis gugus pulau, tidak bisa dihitung dengan pendekatan demografi, geopolitik dan geografis kontinental.
Kedua, pembangunan infrastruktur yang memadai dalam mendukung upaya eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) juga harus dilakukan oleh Pempus di Maluku.
Ketiga, pemberian ijin seluas-luasnya oleh Pempus atas pengelolaan tambang Migas non Migas. Keempat, untuk mendukung program Lumbung Ikan Nasional atau LIN yang dicanangkan pasca Sail Banda beberapa waktu lalu, maka pemberiaan otoritas pengendalian terhadap aktivitas penangkapan ikan di perairan Maluku menjadi sangat urgen dan strategis.
Kelima, bila ada konflik batas wilayah maka Pempus harus memfasilitasi secara adil atas batas wilayah antara Kabupaten/kota dan Provinsi.
“Bayangkan saja Papua tiap tahun bisa mendapatkan sekitar 30 Triliun, Aceh sekitar 28 Triliun sedangkan Maluku setiap tahun tidak sampai 3 Triliun. Pertanyaan kemudian, apakah posisi berganing kita lemah atau memang dilemahkan? Ataukah memang karena elit kita cenderung memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok masing-masing, sehingga sangat sulit menyatukan presepsi untuk membangun Maluku,” tandasnya. (MAS)