Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

FKPM Desak Jaksa Tangkap Bupati Bursel

Bupati Buru Selatan (Bursel), Tagop Soulissa.
AMBON, INFO BARU--Pengungkapan kasus korupsi rumput laut yang menyeret nama Bupati Buru Selatan (Bursel), Tagop Soulissa sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku. Padahal sudah sangat jelas keterlibatan orang nomor satu di Kabupaten Bursel tersebut dibalik kasus ini, namun pihak JPU Kejati terkesan lamban untuk mengungkapkan dan menuntaskan kasus tersebut.

Jika hal ini ditelurusi dengan benar, maka proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak JPU Kejati Maluku dalam kasus ini, maka orang pertama yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Tagop So­u­lissa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Jika mantan As­isten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) M. Natsir Hamzah membuka hasil uji Forensik di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, sesuai  permintaan tersangka Kornes Sahetapy diungkap ke publik, maka keterlibatan Tagop Soulissa dengan mudah dapat di telusuri. Namun anehnya, pihak Kejati Ma­luku sendiri ter­kesan menutupi Ha­sil Uji Forensik ta­nda tangan yang dicurigai kuat milik Tagop Soulissa tersebut.

Lambannya pengungkapan dugaan ke­terlibatan Tagop So­ulissa membuat pu­blik tidak lagi pe­rcaya dengan kinerja JPU di Kajati Maluku dalam memerangi tindak pidana korupsi di provinsi ini. Begitupun halnya yang dirasakan oleh Sekertaris Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa (FKPM) Bursel-Makassar, Umar Fatsey.

“Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk menangkap Bupati Bursel, Tagop Soulissa dalam kasus dugaan korupsi rumput laut,” ungkapnya kepada Info Baru, Jumat (12/12) siang.

Lebih lanjut Fatsey mengatakan bahwa keterlibatan orang pertama dalam kasus ini sudah sangat jelas. Untuk itu, Soulissa seharusnya sudah ditahan, karena sudah memiliki tiga alat bukti yang cukup untuk menyeret orang pertama di Kabupaten Bursel di hotel prodeo.

Baginya, dugaan keterlibatan Soulissa dalam kasus ini sudah memenuhi tiga unsur, pertama Tagop Sudarsono mengakui tanda tangannya pada saat sidang tanggal 11 September 2014. Di pengadilan Tipikor Ambon dihadapan majilis hakim Pengadilan Tipikor Ambon.

Tagop Soulissa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengetahui tentang dana rumput laut dari pusat sampai ke tingkat pelaksanaan di daerah. Semua saksi dari masyarakat maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengetahui tentang proyek rumput laut dan yang terakhir, BPKP membenarkan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon tanggal 11 September 2014, bahwa proyek rumput laut yang di kelola Bappeda Bursel di bawah pimpinan Tagop adalah fiktif total.

Selain itu, lanjut Fatsey ada keanehan dalam kasus ini, dimana sesuai perintah Undang-Undang 32 tahun 2004 Tagop Soulissa harus mundur dari jabatan Kepala Bappeda Kabupaten Bursel sebelum mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati di KPUD Kabupaten Bursel dan harus tunjukan surat mengundurkan diri dari Kepala Bappeda.

“Jika sudah memundurkan diri dari jabatan Kepala Bappeda sebelum mencalonkan diri sebagai Bupati, tetapi kenapa Tagop bisa tanda tangan pencairan dana Rp761.924.000, yang bersumber dari APBN 2010,” tanya dia.

Kontrak proyek bernomor: 01/KNT/P2KPDT/IX/2010 tertanggal 18 September 2010 ditandatangani oleh kontraktor dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Tagop Sudarsono Soulissa yang saat itu menjabat Kepala Bappeda kabupaten Bursel. Padahal seharusnya yang menandatangani kontrak proyek adalah kontraktor dan PPTK.

Untuk diketahui sebelumnya, mantan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) M Natsir Hamzah telah membawa dokumen yang dicurigai tanda tangan Tagop tersebut untuk di uji Forensik di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, sesuai  permintaan tersangka Kornes Sahetapy.

Anehnya, hingg kini pihak Kejati Maluku sendiri terkesan menutupi hasil uji forensic tanda tangan yang dicurigai kuat adalah milik Tagop Sudarsono Soulissa tersebut.

Auditor BPKP Maluku, Kilat saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Cornes di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (11/9-Red), juga membeberkan keterlibatan Tagop.  

Kilat menyatakan, proyek ini hanya satu paket, namun dipecahkan menjadi dua paket yakni pengadaan paket bantuan input rumput laut sebesar Rp 762.900.000, dan pengadaan paket bantuan sarana pendukung rumput laut sebesar Rp 152.100.000. Paket pertama belum selesai dikerjakan, namun dikeluarkan SPM. Hal sama juga terjadi dalam pekerjaan paket kedua.

“Saat meninjau lokasi proyek, kelompok tani menyebutkan bahwa 2100 bibit rumput laut itu mati setelah disemayamkan, karena tidak disertai oleh pelampung, tali dan jangkar hanya diikat dengan botol plastik. Hal itu juga diakui PPTK Cornes Sahetapy,” jelasnya.

Ia mengatakan, sarana prasana seperti jangkar, pengikat tali, pelampung dan katinting berserta mesin datang setelah rumput laut mati.

”Harus lebih awal disiapkan sarana prasarana baru kemudian bibit rumput laut, sebagaimana paket proyek,” jelasnya.  

“Proyek ini sejak awal bermasalah dan menyimpang, tapi tetap SPM ditandatangani Pak Tagop. Saya melihat tandatangan Pak Tagop saat memeriksa document kelengkapan dari proyek tersebut,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, kata Bobby, semua bukti persidangan menyangkut kesaksian auditor BPKP itu juga didalami dan dipelajari oleh penyidik Kejati Maluku.

”Penyidik masih bekerja guna mendalami peran pak Tagop, apakah dia juga terlibat atau tidak,” jelasnya.

Kasus ini pertama kali ditangani jaksa senior Daniel Palapia kala bersama tim Kejati Maluku turun lapangan meninjau lokasi proyek di Kecamatan Kepala Madang beberapa waktu lalu menduga kuat proyek ini fiktif, karena bibit yang diberikan ke nelayan tidak sesuai dengan peruntukan. Bahkan sejumlah anakan tidak bisa dibudidaya/ditanam karena mati. (SAT/MAS)