Dalangi Pelanggaran PSU di SBT, Sejumlah Pejabat SBT Bakal Dipidanakan
Ketegasan ini disampaikan Sekretaris Pemenangan Pasangan MANDAT, Thobiyend Sahureka kepada wartawan di Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD-PDIP), Minggu (15/9) kemarin. Dia menjelaskan, kebijakan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan PSU di SBT, karena ditemukan berbagai pelanggaran pada Pilkada 11 Juni lalu.
“Atas dasar itulah, MK kemudian memerintahkan KPU Provinsi Maluku untuk menggelar PSU di SBT. Namun setelah digelar, masih saja ditemukan berbagai kecurangan dan pelanggaran. Ironisnya pelanggaran tersebut dilakukan oleh anggota KPPS dan sejumlah pajabat di SBT,” Ungkap Sahureka.
Seperti tindakan konyol yang dilakukan Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) SBT, Umar Bil Ahmar. Kepala Bawasda ini, dituding memfasilitas para preman untuk mencari Tim dan Pasangan calon pada tempat tinggal mereka masing-masing, saat berada di Kota Bula.
Terhadap persoalan dimaksud, Tim MANDAT telah mengajukan laporan pengaduan pelanggaran ke Panitia Pengawasan (Panwas) Pemilu di SBT, dan tembusannya akan disampaikan ke MK RI di Jakarta dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) serta KPU Provinsi Maluku di Ambon.
Dalam laporan pengaduan itu, ada tujuh poin penting yang disampaikan, yang pertama, pemcoblosan dilakukan lebih dari satu kali oleh orang yang datang ke TPS, kedua, pencoblosan suara sisa oleh penyelenggara PSU dalam hal ini anggota KPPS.
Ketiga, pencoblosan dilakukan oleh orang yang tidak berhak memilih atau anak dibawah umur, dan orang diluar SBT, bahkan luar Maluku. Keempat, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh loyalis dan preman Jakarta orang suruhan pasangan Abdullah Vanath-Martin Maspaitella (DAMAI), terhadap Tim dan fungsionaris DPD PDI-P Maluku. Kelima, PNS di lingkup Pemkab SBT terlibat dalam kerja politik, keenam, penolakan terhadap seluruh saksi, selain saksi pasangan DAMAI, dan yang terakhir adanya TPS fiktif. Menurut Sahureka, hal-hal seperti ini harus disikapi dan diungkapkan kepada publik. Selain itu harus menjadi perhatian serius oleh penyelenggara Pilkada di Maluku.
Ia mengungkapkan, penolakan saksi pasangan lain itu terjadi di Werinama, Siwalalat, Kelmury, dan Wakate. “Ini harus menjadi perhatian serius oleh publik karena, saksi dari pasangan lain itu di tolak dan diusir,” ungkapnya.
Di Werinama sendiri, lanjut Sahureka, sejumlah masyarakat melakukan penghadangan terhadap Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, saat dirinya melakukan kunjungan dalam rangka melihat jalannya PSU.
Fakta ini diungkapkan langsung Panitia Pengawasan Kecamatan (Panwascam) Werinaman. Saat itu Gubernur Maluku didampingi pihak Polda, Pangdam XVI Pattimura, Bawaslu Provinsi, Asisten Bidang Pemerintahan Provinsi Maluku dan Anggota DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku, saat melakukan kunjungan dalam rangka menyaksikan jalannya PSU.
“Gubernur menanyakan kepada Panwascam, mengapa saksi-saksi tidak dihadirkan di TPS-TPS. Panwascam menjawab, saksi-saksi pasangan calon lain, selain saksi pasangan DAMAI, ditolak kehadiran mereka,” kata Sahureka.
Sementara terkait, TPS Fiktif, pihaknya sudah menyampaikannya di sidang Pleno KPU Provinsi Maluku, pada 11 Juni kemarin, namun kurang diresponi dengan baik. TPS Fiktif itu, hingga kini masih ada. Pada TPS Fiktif ini, kotak suara yang dikirim sebanyak 11 dan dikawal oleh 11 anggota Kepolisian, tapi yang ada hanya 10 kotak.
“Saya kira ini adalah subtansi yang harus diperhatikan secara bersama,” ajaknya. Fakta lain dari itu yakni, pada 11 September 2013 di TPS 3 Desa Kotasiri Gorom Timur, Ketua KPPS, Badaruddin Sileuw mencoblos 220 surat suara dari surat suara sisa untuk pasangan DAMAI.
Pencoblosan ini disaksikan oleh PPL, Iwan Sileuw dan Anggota Polisi bernama Agus Salim. Kemudian di Desa Guriah Kecamatan Wakate, Ketua KPPS dan anggotanya, memberikan kesempatan kepada 10 orang untuk mencoblos surat suara, masing-masing 10 lembar.
Terkait hal inipun disaksikan langsung oleh saksi pasangan calon yang hadir. Sementara di TPS Karlokin Kecamatan Teor, pencoblosan suara dilakukan sejak pukul 05 : 00 WIT, oleh tiga oknum, masing-masing, Ketua KPPS, Robertus Kolatfeka, Calon Kepala Desa, Isak Kolatfeka dan Januarius Kalatfeka.
Selain itu ada kasus-kasus yang dianggap tidak elegan, seperti di beberapa tempat. Katanya Sahureka, ada masyarakat yang datang ke TPS, hanya disuruh mencelupkan tangan mereka ke tinta, setelah itu disuruh pulang ke rumah meraka masing-masing.
“Strategi politik pasangan DAMAI sangat masif. Ini harus ditindak lanjuti ke pidana. Karena selain kasus-kasus di tersebut ada satu kasus yang sangat ironis, dimana ada salah satu anak perempuan di bawah umur, kedapatan memakai pakaian dalam (BH) orang tuanya, saat melakukan pencoblosan,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Benhur G Wattubun mengatakan, penyelenggara mestinya konsisten dan bekerja secara profesional. Artinya kalau ada temuan seperti itu, maka harus disikapi, karena kalau dibiarkan, akan membawa dampak yang tidak baik terhadap sistem demokrasi di Maluku.
Kalau hal semamacam ini, lanjut Benhur, terus dipraktekan, maka asas-asas maupun nilai-nilai demokrasi akan terkuras dan terancam kehilangan jati dirinya. “Kita bekerja berdasarkan aturan, sehingga langkah yang diambil harus merujuk dan bersinergi dengan aturan-tauran yang ada,” tuturnya.
Dikatakan, dalam pasal 2 UU Nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu menjelaskan, penyelenggara pemilu harus berpedoman pada asas-asas, seperti, kemandirian, jujur, adil, adanya kepastian huku, tertib, utamakan kepentingan umum, terbuka, profesional, proporsional, akuntabilitis, efisien dan efektif.
“Jangan kita membekali masyarakat dengan cara-cara yang tidak elegan. Mari memberikan pelajaran yang baik terhadap masyarakat, agar mereka menghargai dan mematuhi asas-asas maupun nilai demokrasi,” ajaknya. Untuk diketahui, selain kasus-kasus diatas, masih banyak pelanggaran dan kecurangan pasangan DAMAI yang belum terekspos. (TWN)
Posting Komentar untuk "Dalangi Pelanggaran PSU di SBT, Sejumlah Pejabat SBT Bakal Dipidanakan "