DPRD Malteng Punya 16 Masalah Sehingga GATOT

AMBON, INFO BARU--Fahri Asyathry, Ketua Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumber Daya Maluku (PUKAT SERAM), kepada Info Baru, Minggu (23/3), memberikan Rapor Merah kepada 35 anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) periode 2009-2014, yang mana telah gagal total alias GATOT, dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di bumi Pamahanunusa tersebut.
Menurut Fahri, fakta kegagalan 35 anggota DPRD Malteng itu dapat dilihat sejak lima tahun (2009-2014) mendapat mandat dari masyarakat setempat, tapi 35 anggota DPRD Malteng itu tidak beramanah dalam tugas mereka.
Dalam catatan LSM PUKAT SERAM, menurut Fahri, ada 16 kegagalan bagian dari track record (rekam jeja) buruk milik 35 anggota DPRD Malteng periode 2009-2014 itu, tidak mampu berjuang untuk rakyat Malteng secara kolektif agar bisa keluar dari keterpurukan sosial.
Diungkapkan, pada 2009-2013 para anggota DPRD Malteng telah menghabiskan anggaran miliaran rupiah tapi GATOT, untuk memperjuangkan sengketa tapal batas wilayah antara kabupaten Malteng-Kabupaten SBB.
Bahkan dari sengketa itu merugikan keuangan negara mencapai 63 Miliar per tahun, tapi kasus ini hanya dijadikan lahan komoditi politik tahunan.
Lanjutnya, dari Rp 63 miliar itu sisa dana yang dikucurkan Rp 1,2 Miliar untuk biaya sewa pengacara Yusril Ihza Mahendra terkait gugatan bupati SBB soal kependudukan tapal batas wilayah, tapi hingga sekarang tidak ada kabarnya.
Kedua, pada 2010 DPRD Malteng membentuk Panitia Khusus (Pansus), yang dipimpin Halimun Saulatu (Fraksi Demokrat), untuk menelusuri kasus dugaan Tipikor melalui belanja PNS Malteng yang disinyalir ada 1000 orang PNS sejak tahun 2006-2009 fiktif. Lagi-lagi, DPRD Malteng tidak becus dalam mengawal kasus dimaksud.
Ketiga, pada 2009 DPRD Malteng tidak memberikan solusi positif atas kasus rangkap jabatan Kadis Pendidikan Malteng, Askam Tuasikal, yang berjalan secara illegal hingga 2013 dan tidak berani mempertanyakan kepada bupati Malteng tentang program mubazir yakni Tabaos.
Keempat, pada 2012-2014, 35 anggota DPRD Malteng itu tidak berani menagih janji bupati Malteng untuk melakukan penataan birokrasi secara prosedural dan professional.
Kelima, pada 2013 DPRD Malteng membiarkan atau tidak menyikapi sama sekali aspirasi masyarakat atas fakta kasus penipuan sistemik oleh bupati Malteng yang menetapkan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2012, tanpa pembahasan dan evalusi dan persetujuan dengan DPRD atas SK Gubernur tahun 2013 tentang Evaluasi Ranperda Malteng tersebut.
Menurut Fahri, penetapan sebuah peraturan daerah tanpa pembahasan, evaluasi dan persetujuan DPRD adalah kejahatan besar dan hal itu dapat berujung pada impeachment / pemakzulan yang berujung pada diberhentikannya bupati dari jabatannya.
“Setelah LSM PUKAT SERAM melaporkan hal ini kepada DPRD, tapi 35 anggota DPRD Malteng itu malah mendiamkan kasus ini,” bebernya.
Keenam, pada 2013 DPRD Malteng menganggarkan Rp. 350.000.000 pada APBD, untuk kegiatan publikasi kegiatan DPRD. Lucunya, dana itu digunakan untuk proyek biaya pencetakan baleho/spanduk bagi para anggota DPRD Malteng sendiri menjelang pemilu legislatif yang ditangani oleh Asis Sangkala salah satu anggota DPRD asal Fraksi PKS, tanpa melalui tender.
Ketujuh, pada 2013, DPRD menganggarkan dana miliaran rupiah untuk rehabilitasi gedung aula DPRD Malteng yang masih sangat layak dan kokoh untuk digunakan.
“Ini jelas suatu pemborosan anggaran dan hanya mencari keuntungan menjelang pemilu legislative 2014,” sentilnya.
Kedelapan, Badan Kehormatan DPRD yang dipimpin oleh IRAWADI dan BOIMIN selama lima tahun (2009-2014) tidak pernah melakukan fungsi sebagaimana mestinya kepada para anggota DPRD yang terbukti melanggar etika seperti sering bolos bahkan melindungi kejahatan mereka. “Terbukti kasus SPPD fiktif yang dilaporkan LSM PUKAT SERAM pada 2013 sampai detik ini tidak pernah ditanggapi,” ungkapnya.
Kesembilan, diantara anggota DPRD Malteng itu terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi / penipuan modusnya menggelapkan biaya perjalanan dinas atau tidak menjalankan tugas dinas tersebut seperti kasus Wahid Laitupa tapi DPRD Malteng diam-diam saja bahkan kasus ini turut didiamkan oleh Kejaksaan Negeri Masohi.
Kesepuluh, DPRD Malteng bahkan tidak memiliki perpustakaan dan staf ahli yang menunjang tugas-tugas parlemen. Bahkan sampai detik ini kata dia, juga tidak memiliki website sebagai sarana sosialisasi informasi kepada masyarakat.
Bahkan absensi 35 anggota DPRD pun tidak berani dirilis kepada publik seperti halnya yang ditunjukkan oleh DPR-RI. “Ini bukti nyata bahwa DPRD Malteng periode 2009-2014 itu sangat tertutup dan tidak bersedia diawasi oleh elemen-elemen masyarakat,” kritiknya.
Kesebelas, 35 anggota DPRD Malteng itu selama duduk di kursi rakyat, lebih banyak menunjukkan sikap apatis juga takut kepada bupati Malteng dan para pimpinan SKPD misalnya dalam rapat-rapat penting.
Keduabeas, DPRD Malteng dinilai belum mampu memperjuangkan penyelesaian pembangunan jalan dan jembatan KAWA NUA Kecamatan Tehoru/Telutih yang pembangunannya sejak 2006 hingga detik ini belum juga bisa dinikmati masyarakat setempat.
Ketigabelas, kerusakan jalan yang sangat parah di 4 dusun Lateri, Meu, Namasula dan Tomuwahu dan sejak Indonesia merdeka hingga detik ini masyarakat disana belum dapat menikmati listrik dan hal ini tidak mampu diperjuangkan oleh 35 angota DPRD Malteng.
Keempatbelas, para anggota DPRD Malteng seringkali tidur saat rapat yang membahas tentang nasib rakyat Malteng (terbukti beberapa anggota DPRD yang tidur pulas saat rapat paripurna seperti yang ditunjukkan SAMUEL THEMAILATU/ WAN dari fraksi Demokrat).
Kelimabelas, DPRD Malteng membiarkan Pemkab Malteng menelantarkan kapal PAMAHANUNUSA yang sekarang menjadi “besi tua” di pelabuhan Hurnala Tulehu, serta membiarkan gedung Masohi Plaza seperti gedung kumuh di Pusat Kota Masohi.
Dan keenambelas, DPRD Malteng bahkan menjadikan buku APBD sebagai barang rahasia yang tidak boleh diketahui publik atau hanya boleh diketahui oleh sesama anggota DPRD, bupati dan para kepala dinas lingkup Pemkab Malteng saja.
“Ini bukti DPRD tidak berani menjamin asas transparansi penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat
Hal-hal diatas adalah secuil dari pada fakta yang dapat kami pertanggungjawabkan secara hukum yang merupakan prestasi buruk yang diukir 35 anggota DPRD Malteng periode 2009-2014. Kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan fakta ini dan mau menggugat secara hukum, kami persilahkan,” sarannya.
Bertanjak dari sejumlah prestasi buruk atau kegagalan anggota DPRD Malteng tersebut di atas ia Fahri berharap agar masyarakat Malteng bisa lebih cerdas dalam menetukan nasib kabupaten Malteng 5 tahun ke depan.
“Semoga DPRD periode 2014-2019 dan seterusnya, diisi oleh orang-orang yang amanah, teruji, cerdas, berpengalaman dan tidak gampang menjilat atas syahwat kekuasaan hingga merugikan rakyat serta memiliki moral baik. Bukan diisi oleh para legislator cetakan dan dadakan, yang hanya berorientasi memperbaiki nasib ekonomi pribadi dan golongannya. Semoga kesadaran berfikir dan memilih dapat bersemayam di lubuk hati Saudara-saudara sekalian,” pungkasnya. (MAS)
Posting Komentar untuk "DPRD Malteng Punya 16 Masalah Sehingga GATOT"