Gubernur Jangan Pakai Pendekatan Politik

AMBON, INFO BARU--Wacana siapa figur Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku yang kini santer diwacanakan di media lokal khususnya di Kota Ambon, Gubernur Maluku Said Assagaf selaku pemegang kebijakan prerogatif agar objektif, yakni merujuk prosedur bukan menggunakan pendekatan politik.
Menyikapi masalah ini, Direktur Eksekutif Public Policy Watch Institute (Polwais Maluku), Wahada Mony, kepada Info Baru Selasa (2/4), mengingatkan Gubernur Maluku Said Assagaf, kalau jabatan Sekda adalah jabatan karier bukan jabatan politik.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Bidang Politik ini menyatakan, pengangkatan dan penetapan sekda gubernur harus condong kepada figure yang memiliki jenjang karier birokrasi mumpuni bukan pendekatan politik.
Menurutnya, mencuatnya isu transaksi politik dalam pilkada Maluku 2013 hal itu juga kini telah menjadi konsumsi publik di Maluku.
Ia mengkuatirkan, pengangkatan Sekda Maluku itu hanya sekedar ajang balas budi sehingga menyampingkan berbagai produk perundang-undangan aturan baku yang ada.
“Tidak ada aturan penetapan Sekda pakai pendekatan politik. Karena jabatan sekda adalah jantung birokrasi. Keberadaan Sekda untuk membantu tugas Gubernur dan Wakil Gubernur dalam merodai pemerintahan lingkup Pemda Maluku. Jadi pengangkatan figure Sekda harus dilakukan secara professional. Untuk itu gubernur jangan pakai pendekatan politik,” warningnya.
Gubernur harus memberikan reward merit system birokrasi dalam menentukan Sekda Maluku.
Selain itu, pengangkatan Sekda sesuai kualifikatif, kepantasan jenjang dan karier maupun pangkat jabatan birokrat serta benar-benar objektif.
“Bukan dipilih karena pendekatan spoil system atau memiliki hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif serta kurang mendidik,” tandasnya.
Ia sepakat, birokrasi lingkup Pemda Maluku sudah selayaknya direvitalisasi sesaui semangat demokrasi dan otonomi daerah. Bahkan Sekda yang tepilih nanti lanjutnya, adalah figure yang memiliki dedikasi birokrat tinggi dan tidak terpengaruh dengan model politik yang mencair.
Wahada mengingatkan kepada para pihak yang kini mengincar kursi nomor 3 lingkup Pemda Maluku itu, jangan sekedar mengejar popularitas semata.
Hal itu akan menggangu kinerja Sekda nantinya tidak berjalan maksimal, optimal dan efisien.
Wahada tidak sepakat atau menentang kebijakan pengangkatan Sekda Maluku dengan pendekatan like and dislike serta mengacu pada prinsip politik primordialism.
“Pengangkatan Sekda harus menjunjung kepribadian birokrat yang professional, berkarakter, komitmennya selaku abdi negara dan masyarakat serta bersih (tidak korup), SDM terukur sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan secara baik dan bertanggungjawab. Bukan figure yang diangkat sekadar karena politik balas budi juga sectarian,” kritiknya.
Lantas bagaimana dengan pihak yang mewacanakan Wakil Walikota (Wawali) Ambon, Sam Latuconsina, layak jadi Sekda Maluku, ditanya demikian Wahada menyatakan, mestinya Wawali, menyelesaikan sejumlah tugasnya di Kota Ambon selaku orang nomor dua di Kota bertajuk manise tersebut.
“Pak Wawali memang figure familer dan terkenal. Tapi seleasaikan dulu masa tugas dan tanggungjawabnya kepada masyarakat di Kota Ambon. Satu periode (2011-2016) tugasnya bersama Wali Kota Richard Louhenapessy masih banyak yang harus dikerjakan atau belum tuntas,” sentilnya.
Menurutnya, jika Wawali Ambon tergoda dengan kursi Sekda, maka otomatis hal itu akan mengganggu roda pemerintahan Pemkot Ambon yang sudah dirawat dan dikelola secara profesional bersama Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.
Lanjutnya, jika Wawali menjadi Sekda maka penilaian publik ternyata figur Sam Latuconsina adalah birokrat instan, bukan tokoh muda politik yang piawai dan professional, sehingga bisa jadi Wawali adalah titipan pemerintahan daerah saat ini.
Untuk itui Wahada kembali menkankan, agar Gubernur Maluku harus benar tajam dalam menyeleksi figure Sekda Maluku.
Kandidat Sekda lanjutnya, jangan diangkat dengan ketergantungan politik. “Kita khawatirkan jika pengangkatan Sekda Maluku itu karena hutang politik. Itu artinya ada politik balas jasa karena figure bersangkutan adalah kolega Gubernur. Seharusnya figure Sekda adalah orang yang telah matang dan memenuhi syarat kualifikatif dalam dunia birokrasi,” ungkapnya.
Sebaliknya, kata Wahada, jika sandaran politik dipakai untuk pengangkatan Sekda Maluku, hal itu tentu berefek patalogi pemerintahan akan memudar dan red tape birokrasi Maluku karena tidak profesional atau the wrong man in the right place. (SAT)
Posting Komentar untuk "Gubernur Jangan Pakai Pendekatan Politik"