Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Polwais Kecam Pernyataan Kadishut SBB


Illegal Logging:
Kayu hasil Illegal Logging yang melibatkan anggota Polisi di Seram Bagian Barat
AMBON, INFO BARU--Direktur Eksekutif Public Policy Watch Institute (POLWAIS Maluku), Wahada Mony kepada Info Baru Minggu (5/5) mengecam pernyataan Kepala Dinas Kehutanan kabupaten SBB, Ody Timisela yang mengatakan warga bisa melakukan penebangan kayu besi di hutan SBB.

“Apa yang dikatakan Kepala Dinas Kehutanan kabupaten SBB menandakan dirinya sangat tidak layak menduduki jabatan Kepala Dinas Kehutanan. Itu artinya Kadishut SBB itu tidak paham UU tentang Kehutanan RI,” kritiknya.

Ia menduga, pernyataan Kadishut SBB itu hanya untuk melindungi oknum penebang kayu besi secara liar di Dati Maningtamahu Tanjung Tapan Desa Kaibobu, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten SBB itu, merupakan hutan lindung.

“Penebangan kayu di dusun Maningtamahu jelas melanggar UU Nomor 18 tahun 2013. Dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri. Jadi apa yang dikatakan Kadishut SBB itu hanya untuk melindungi pelaku illegal logging yang kian marak di kabupaten SBB,” tegasnya.

Kata Mony, kawasan tersebut jarak penebang pohon hanya berkisar 100 meter dari bibir pantai, dimana daerah itu terdapat banyak tumbuhan bakau. Sementara kayu yang ditebang masih muda atau belum memiliki waktu untuk ditebang.

Pernyataan Kadishut SBB Ody Timisela sebelumnya yakni, mengijinkan penebangan pohon di kawasan Dati Maningtamahu Tanjung Tapan Desa Kaibobu Kecamatan Seram Barat, kabupaten SBB.

Penebangan kayu secara besar-besaran diduga dilakukan oknum anggota Polda Maluku itu untuk dijual ke luar Maluku, tapi hal ini dibantah Ody Timisela, kalau yang melakukan penebangan kayu adalah masyarakat.

“Itu bukan illegal logging. Kalau penebangan liar juga siapa yang melakukan buktinya apa, siapa yang bilang ada penebangan liar,” katanya.

Pernyataan Timisela itu telah melanggar UU Nomor 18 tahun 2013, dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri.

Anehnya, Timisela juga mengatakan hutan di Tanjung Tapan bukan masuk areal hutan lindung. Kenyataanya penebangan kayu di Tanjung Tapan merupakan areal tumbuhan hutan bakau untuk mencegah abrasi pantai.

“Siapa yang bilang itu kawasan hutan lindung. Kawasn itu bukan hutan lindung tapi masuk areal penggunaan lain atau non kawasan hutan lindung,” katanya tanpa mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya.

Dengan alasan itu, Timisela juga mengijinkan areal pengguna lain dimana ratusan pohon kayu besi di kawasan setempat bisa ditebang oleh siapapun meski umur pohon kayu besi terlihat muda atau belum layak ditebang.

“Kalau dalam hutan hak milik masyarakat tidak ada masalah, jadi otomatis bisa ditebang saja walaupun tumbuhan masih kecil,” katanya.

Pernyataan Kadishut SBB itu sangat jelas melindungi oknum polisi yang terlibat dalam dugaan illegal logging. Kata Timisela lagi, kayu sebanyak 80 M3 itu digunakan untuk kepentingan pribadi bukan untuk dijual-belikan.

“Belum tentu kayu 80 meter kubik itu dijual kepada orang lain. Kayu itu digunakan untuk kebutuhan sendiri. Untuk jumlahnya sebanyak 80 kubik saya juga belum pastikan. Walaupun timnya sudah turun di lapangan,” katanya.

Menyangkut keterlibatan anggota Polisi dan adik Bupati SBB dalam kasus illegal loging di Kabupaten SBB, dirinya tidak berani berkomentar. Alasannya, akan mengecek tim yang turun di lapangan.

“Setauh saya kayu itu milik masyarakat. Karena anggota polisi juga adalah masyarakat, untuk masalah keterlibatan adik bupati SBB, saya akan cek ke tim yang turun di lapangan,” katanya.

Sementara perkembangan surat yang dikirim Dinas kehutanan Provinsi Maluku sejak tanggal 14 April 2014. Timisela baru mengirim anggotanya di lapangan untuk mengetahui keberadaan kayu di tanjung tapan yang diduga milik AKP Edy Tethol.

“Tim kemarin sudah turun dilapangan tapi tidak tauh kapan tim turun di tkp, dan sementara sedang membuat laporan temuan kayu di tanjung tapan,” katanya.

Diketahui, keterlibatan oknum anggota Polda Maluku dalam kasus dugaan pembalakan kayu di Tanjung Tapan terkuak, setelah adik kandung Bupati SBB, Ambo Putileihalat menyangkal, kalau kayu sebanyak 80 m3 itu bukan miliknya.

“Kayu itu bukan milik saya, kayu itu adalah milik Edy Tethol, karena kuasa keluarga Manintamahu untuk menebang kayu di Dati Manintamahu, diberikan kepada Edy Tethol,” kata Putileihalat saat dikonfirmasi melalui telephone selulernya.

Kata Puttileihalat, Ibu Kandung AKP. Edy Tethol adalah salah satu keturunan dari ahli waris keluarga Manintamahu di Desa Kaibobu. “Saya tidak punya urusan dengan hal itu, karena merupakan dati pusaka keluarga Manintamahu dan Ibu dari Edy Tethol,” katanya.

Putileihalat juga mengatakan, penebangan kayu di Tanjung Tapan, Desa Kaibobu masuk kawasan Hak Pengguna Lain (HPL), sehingga boleh ditebang, selagi ada izin dari ahli waris.

Namun jika ingin diketahui apakah hutan tersebut masuk HPL, dirinya menyarankan untuk menanyakan di Dinas Kehutanan,” Menurut saya penebangan kayu tersebut masuk areal HPL, tapi yang jelasnya nanti tanyakan saja di Dinas Kehutanan,” saranya.

Tindakan yang dilakukan okum anggota Polda Maluku ini dinilai menyalahi Undang-Undang Nomor.18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Dalam pasal 12 menjelaskan, tidak boleh malakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai izin pemanfaatan hutan.

UU itu selanjutnya menjelaskan, tidak boleh memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkat, menguasai dan atau memiliki hasil penebangan dikawasan hutan tanpa izin. Kemudian membawa alat-alat yang tidak lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon didalam kawasan huta, tanpa izin pejabat yang berwewenang.

Sementara dalam pasal 13 menjelaskan, penebang pohon di kawasan hutan secara tidak sah dengan radius 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Ironisnya penebang pohon di Tanjung Tapan yang diduga dilakukan Edy Tethol tidak jauh dari tepi pantai, yang banyak tumbuhi pohon mangrove.

Selain itu, di daerah tersebut terdapat anak sungai yang jaraknya tidak jauh dari areal penebangan kayu di tanjung Tapan. hal ini sangat bertentangan dengan UU Nomor 18 tahun 2013, dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri. (SAT)