Merebak Dugaan Korupsi di DPRD Maluku

AMBON, INFO BARU--Dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di teras Balai Rakyat Maluku merebak. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta segera menelusurinya.
Kepada Info Baru di Ambon Minggu (8/6), salah satu Pegiat Anti Korupsi Maluku yang juga Ketua LSM Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumber Daya Maluku (PUKAT SERAM), Fahri Ashyatri mengungkapkan, praktek dugaan tipikor di DPRD provinsi Maluku itu bermoduskan pencucian uang (money laundering).
Pasalnya, 45 anggota DPRD provinsi Maluku periode 2009-2014 kuat dugaan telah menilep dana aspirasi yang bersumber dari APBD provinsi Maluku 2010-2013, dimana pemanfaatannya tidak tepat sasaran, atau sebaliknya semata-mata hanya membuncitkan saku para wakil rakyat di DPRD Provinsi Maluku tersebut.
Untuk membongkar kasus ini, Fahri menyarankan Korps Adhyaksa Maluku segera memanggil M Fatani Sohilauw selaku Ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Maluku periode 2009-2014 untuk dimintai pertanggungjawaban mereka.
Menurutnya, 45 anggota termasuk Ketua dewan dan Banggar DPRD provinsi Maluku sama-sama telah menyalahgunakan dana aspirasi yang bersumber dari APBD provinsi Maluku tahun anggaran 2010-2013.
“Ada yang tidak beres dengan perolehan dana aspirasi oleh 45 anggota DPRD Maluku 2009-2014. Dimana banyak proyek baik fisik maupun nonfisik tidak dikerjakan sebagamana mestinya. Bahkan ada proyek yang fiktif. Jadi, patut bagi Kejaksaan Tinggi Maluku segera membongkar kasus ini,” desakanya.
Diungkapkan pula, dana aspirasi milik 45 aqnggota DPRD provinsi Maluku diambil dalam bentuk paket proyek di setiap SKPD lingkup Pemda provinsi Maluku.
Menurutnya, perolehan dana asiprasi oleh 45 anggota DPRD Maluku 2009-2014 itu, dalam impelemntasinya bukan hanya tidak tepat sasaran, namun juga telah menguras APBD provinsi Maluluku semata.
“Karena sangat bertentangan dengan undang-undangan nomor 17 tahun 2013 tentang keuangan negara. Tidak semestinya anggota dewan diberikan dana aspirasi hingga Rp 1 miliar bahkan 2,5 miliar per orang. Jumlah ini naik tiap tahun. Untuk itu, kami meminta Kejati Maluku segera mengusut kasus ini,” tekannya.
Fahri juga sepakat, Kejati Maluku segera membentuk tim investigasi untuk menelusuri bau busuk di gedung DPRD provinsi Maluku terkait perolehan dana aspirasi 45 anggota dewan periode 2009-2014 tersebut lantaran sarat korupsi.
“Sederhananya, Kejaksaan bisa mebongkar kasus ini dengan jalan memanggil Ketua dewan dan dan Badan Anggaran DPRD provinsi Maluku periode 2009-2014. Karena mereka lebih mengetahui kemana sebenarnya aliran dana aspirasi para wakil rakyat Maluku tersebut,” sentilnya.
Selain itu, Fahri juga meminta BPK perwakil Maluku untuk segera mengaudit APBD provinsi Maluku terkait dana Aspirasi yang diterima 45 anggota DPRD Maluku periode 2009-2014 tersebut.
“Karena ada dugaan korupsi. Wajib bagi BPK untuk mengaudit dana aspiarsi DPRD Maluku periode 2009-2014 itu,” pintanya.
Lanjutnya, BPK harus secara jujur dan transparan menyampaikan hasil audit, utamanya lagi soal penggunaan dana aspirasi oleh 45 anggota DPRD provinsi Maluku periode 2009-2014 yang sarat korupsi tersebut.
Caranya kata Fahri, jika dalam audit dana aspirasi milik 45 anggota DPRD Maluku 2009-2014 itu ditemukan adanya penyelewengan atau unsure kerugian negara, maka wajib hukumnya BPK menyerahkan laporannya ke aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Maluku, sehingga peneyeleweng anggaran negara diproses sesuai hukum yang berlaku.
Menurutnya, perolehan dana aspirasi 45 anggota dewan Maluku periode 2009-2014 itu sangat tidak wajar atau bertentangan dengan UU nomor 17 tahun 2013 tentang keuangan negara.
Dalilnya, dalam UU nomor 17 tahun 2013 itu tidak mengharuskan anggota dewan memperoleh dana aspirasi hingga miliran rupiah.
“Jadi, bagi kami dana aspirasi milik 45 anggota PRD Maluku 2009-2014 itu hanya rekayasa belaka. Tujuannya, masuk kantong pribadi para anggota DPRD Maluku tersebut. sekali lagi Kejati Maluku jangan diam. Segera bentuk tim invesitigasi untuk mengusut kasus ini,” tandasnya.
Seperti diberitakan Info Baru sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Transparansi Anggaran Pembangunan Maluku, Darul Kutni Tuhepaly juga mengungkapkan, dana aspirasi anggota DPRD provinsi Maluku periode 2009-2014 itu diperoleh dengan jalan para anggota DPRD Maluku itu memiliki paket proyek di sejumlah SKPD lingkup Pemda Maluku dan telah disiasati dalam Perda.
Kata Tuhepaly, pada 2010 setiap anggota DPRD provinsi Maluku mendapat Rp 1 miliar. Berikutnya, angka itu melonjak naik pada 2011-2013, masing-masing anggota DPRD provinsi Maluku itu menerima 2,5 miliar per orang.
Bahkan modus lanjutnya, penggunaan dana untuk program aspirasi yang diperoleh dari proyek itu, itu dipecah-belahkan sehingga tanpa melalui mekanisme tender.
Cara sambung Tuhepaly, setiap anggota dewan langsung membawa rekanan ke instansi lingkp Pemda provinsi Maluku untuk mecaplok proyek. (MAS)