Lembaga Survei tak Mencerdaskan Demokrasi

Demikian pernyataan ini disampaikan Direktur Lembaga Kajian Strategis Peduli Masyarakat (LKS-PM), Erik Rumluan, yang dimintai tanggapannya oleh Info Baru Senin (14/7) di Ambon, seputar fenomena hasil perhitungan cepat dalam Pilpres 9 Juli 2014 yang dirilis beberapa lembaga survei yang kemudian melahirkan saling klaim kemenangan antara kubu pasangan Capres Cawapres Prabowo-Hatta dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dimana hingga kini membingungkan public di Indonesia termasuk di Maluku.
Menurutnya, masyarakat selalu dikondikasi dengan lembaga-lembaga survey tersebut. Hal itu sangat fatal jika kalah salah satu kandidat misalnya, maka penyelenggaara (KPU – Bawaslu) sudah pasti pihak yang disalahkan atau menjadi sasaran.
Seharusnya, kata Erik, beberapa lembaga survei yang merilis hasil Pilpres 9 Juli 2014, KPU dengan eksistensinya segera mengklarifikasi atau menyampaikan ke masyarakat agar tidak langsung mempercayai apa yang disampaikan para lembaga survei tersebut.
Menurutnya, jika survei tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau tidak menggunakan metodologi yang sebenarnya, maka pastinya informasi yang disampaikan akan menyesatkan public dan hal ini kemudian akan melahirkan potensi konflik antara pihak-pihak yang berkepntingan, bahkan dapat membenturkan masyarakat bawah yang kemungkinan telah diorganisir oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Dikatakan, keabsahan terkait data yang disampaikan lembaga survei harus mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara hukum.
“Contoh kasus Pilkada Maluku sebelumnya dimana beberapa lembaga survei yang kemudian merililis hasil perhitungan cepat, tapi kemudian Pilkada Maluku harus melahirkan sengketa hingga ke Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta. Dan hasilnya di MK justru berbeda,” sentilnya.
Harapannya, kehadiran berbagai lembaga survei di tanah air termasuk di Maluku, bisa menjadi media yang dapat mencerdaskan masyarakat dan demokrasi. “Bukan hadir dengan pesan sponsor tertentu,” ketusnya.
Dalilnya, hal tersebut sudah menjadi fenomena yang sering ditemui pada setiap momentum politik misalnya Pilkada, Pileg hingga level Pilpres sekalipun, indikasi para lembaga survei itu hadir dengan pesan sponsor masing-masing. “Secara metodologi lembaga-lembaga survei itu baik, tapi misinya berbeda,” tegasnya.
Anak Maluku Jadi Menteri?
Sementara itu, menyangkut anak Maluku harus diakomodir oleh Prsiden trerpilih, untuk masuk dalam cabinet atau menjadi menteri dimana kerap disampaikan sejumlah elemen di media massa, Erik Rumluan yang juga mantan Ketua BEM IAIN Ambon ini menyatakan, secara geopolitik Maluku tidak bisa menuntut banyak.
“Tapi kalaupun Presiden-Wapres terpilih atau Pempus memiliki niat baik mengakomodir anak Maluku masuk kabinet, maka hal itu hanya sebatas bonus atau penghargaan,” tuturnya.
Menurut Erik, mestinya berganing Maluku dengan Pempus dilakukan dengan pendekatan geografik agar ada perhatian lebih serius dari Pemerintah Pusat untuk melihat sekaligus menjawab keterbelakangan yang selama ini melanda Maluku dan masyarakatanya.
“Hak-hak rakyat Maluku Pempus harus focus untuk bisa segera mengentaskan berbagai keterpurukan sosial kemasyaakatan yang selama ini belum mampu dijawab oleh Pempus. Jika ada perhatrian lebih serius lagi oleh pempus maka kesejahteraan perlahan akan dirasakan masyarkat Maluku secara kolektif,” jelasnya.
Erik menegaskan, jika berganing Maluku dengan Pempus hanya sebatas anak daerah menjadi menteri, hal itu bukan menjawab tuntutan masyarakat Maluku secara kolektif. Namun hanya bersipat kepentingan pihak tertentu semata.
“Seharusnya kita meminta pempus saat ini untuk bisa memberikan ruang kepada Maluku dalam aspek pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Maluku, Pempus harus membangun sarana infrastruktur yang memadai dan memberikan kepercayaan penuh agar bisa dikelola oleh daerah. Dari pada anak daerah masuk kabinet wacana ini juga akan melahirkan sentimentanatara figure Iislam atau Kristen,” pungkasnya. (MAS)