Ungkap Aktor Intelektual Korupsi UUDP
Jaksa Harus Pakai Daniel Palapia Selaku Saksi Ahli

AMBON, INFO BARU--Kasus korupsi Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP) yang bersumber dari APBD Provinsi Maluku tahun anggaran 2006 Rp 15 Miliyar, yang merugiakn Negara 4,2 miliar tersebut, dimana ditengarai melibatkan Said Assagaff mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku.
Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon kembali diminta untuk bisa transparan dan proaktif mengusut kasus tersebut. Tujuannya, agar aktor intelektual atau pemeran utama yang menyelewengkan anggaran miliaran rupiah itu bisa diungkap ke publik.
Pegiat Anti Korupsi asal Maluku Sofyan Saimima SH yang dimintai komentarnya oleh Info Baru di Ambon, Sabtu (4/10) menyarankan, agar aktor intelektual atau siapa sebenarnya yang bersalah dan lebih bertanggungjawab atas penyelewengan UUDP sebesar 15 Miliar itu, maka Kejari Ambon harus memakai saksi ahli yakni mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Daniel Palapia.
Dalilnya, kasus ini dibongkar pertama kali oleh Daniel Palapia saat itu menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon.
“Kejari Ambon harus pakai pak Daniel Palapia selaku saksi ahli. Karena beliau lebih mengetahui alur kasus korupsi UUD Rp 15 miliar tersebut. Dimana kasus ini diungkap saat beliau (Daniel Palapia-Red) menjadi Kajari Ambon. Apalagi saat itu Palapia dan anak buahnya menggrebek kantor gubernur Provinsi Maluku dimana berhasil menyita sejumlah dokumen penting terkait penyelewengan anggaran UUDP 15 miliar tersebut,” jelasnya.
Selain itu, Sofyan juga meminta Kejari Ambon untuk kembali memeriksa mantan Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi Maluku, Rafia Ambon dan Yulianus Tita.
“Ya Kejari Ambon harus kembali mengagendakan panggil sekaligus memeriksa kembali dua tersangka itu (Rafia Ambon dan Yulianus Tita-Red). Karena mereka berdua saat itu masing-masing menjadi bendahara Setda Pemda Provinsi Maluku. Jadi sudah pasti mereka lebih mengetahui kemana bocornya UUDP Rp 15 Miliar tersebut,” imbuhnya.
Diketahui, Rafia Ambon di Pengadilan Tipikor Ambon beberapa waktu lalu memberikan keterangan mengatakan tahun 2007 roda pemerintah daerah Maluku sudah berjalan sementara uang di kas daerah tidak ada.
Disisi lain, APBD 2007 Provinsi Maluku baru disahkan pada Mei 2007. Alasannya, jika kebijakan penggunaan UUDP tidak dilakukan, katanya otomatis akan terjadi kevakuman terhdap jalannya roda pemerintahan mulai Januari hingga Mei 2007.
Sementara JPU dalam dakwaan menjelaskan, UUDP merupakan sisa anggaran di akhir tahun. Dimana dalam kasus ini ada terdapat sekitar atau kurang lebih Rp 11 Miliar habis dibelanjakan oleh Pemda Provinsi Maluku.
Sesuai aturan yang berlaku, sisa anggaran 11 Miliar tersebut seharusnya dikembalikan ke kas daerah untuk dipertanggungjawabkan tapi kuat dugaan dimanfaatkan oleh pihak Pemda Maluku saat itu selaku Sekretaris Daerah Maluku adalah Said Assagaff, atau seblum yang bersangkutan menjadi gubernur Maluku.
Tapi menurut Rafia Ambon, dalam persidangan beberapa waktu lalu, saksi yang juga bendahara umum Pemda Provinsi Maluku ini mengatakan, Rp 11 Miliar tersebut adalah dana sisa, namunj sebetulnya dana sisa ada sekitar 15 Miliar. Sedangkan rp 4 Miliar berada di kas sekda (kala itu Said Assagaf-Red). Sementara sisa Rp 11 Miliar itu berada di tangan bendahara.
Katanya, ia baru mengetahui kalau ada dana di luar Rp 4 Miliar setelah pemeriksaan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2007 terhadap kegiatan atau belanja tahun 2006.
Bahkan kata Rafia, menyangkut sisa anggaran tahun 2006 yang tidak terpakai tapi dipanjarkan ke 18 Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tubuh Pemda Provinsi Maluku. Katanya, ia tidak mengetahui alasan mengapaanggaran Negara miliaran rupiah tersebut dipanjarkan.
Rafia mengaku, baru mengetahui dan mendengar kala pemeriksaan dilakukan oleh BPK RI, dimana panjar dilakukan karena APBD 2007 kala itu baru disahkan Mei 2007. Sementara sejumlah kegiatan sudah harus berjalan dari Januari hingga Mei 2007.
Dari sisi aturan yang berlaku tidak dibenarkan UUDP dipergunakan atau dibelanjakan sebelum dimasukkan pada tahun anggaran yang baru untuk dipertanggungjawabkan.
Rafia juga mengaku, saat itu Sekda Maluku Said Assagaff yang merupakan koordinator penyelenggara pemerintahan dan pembangunan Pemda Provinsi Maluku, harus melaksanakan sejumlah kegiatan di Januari hingga Mei 2007. Katanya, hal tersebut sesuai aturan kegiatan harus jalan. Sehingga diambillah kebijakan untuk digunakan UUDP.
Katanya, jika kebijakan itu tidak diambil maka sudah tentu roda pemerintahan tidak berjalan dari Januari hingga Mei 2007.
Kasus yang merugikan Negara Rp 4,2 Miliar ini, hanya Lodewijk Bremer yang divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Ambon. Ia divonis dua tahun penjara dan denda 50 juta serta subsider enam bulan penjara.
Namun pasca divonis serta putusan MA RI agar yang bersangkutan dieksekusi tapi sampai sekarang, Lodewijk Bremer belum juga dieksekusi oleh pihak Kejaksaan Tinggi Maluku.
Sedangkan Rafia Ambon dan Yulianus Tita yang sebelumnya berstatus tersangka, tetap menghirup udara segar alias dibebaskan dari segala dakwaan atau tuntutan jaksa penuntut umum.
Sementara actor intelektual di balik bocornya UUDP 2006 Rp 15 Miliar itu, hingga kini juga belum mampu diungkap oleh pihak Kejaksaan Negeri Ambon. (MAS)