Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kejati Maluku Mandul, Kasus PNS Malteng tak Naik Kelas

Ilustrasi.
AMBON, INFO BARU--Ketua LSM Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumber Daya Maluku (PUKAT SERAM), Fahri Ashyatri menilai, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mandul dalam mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2007 hingga 2010 sebesar Rp 143 miliar.

Alasannya, kasus ini sudah ditangani Kejati Maluku semasa roda Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah (Pemkab Malteng) dikendalikan Abdullah Tuasikal atau mantan Bupati Malteng dua periode. Namun hingga kini Korps Adhyaksa Maluku terkesan lamban untuk mengungkapkan siapa actor atau dalang dibalik kasus jumbo itu.

“Skandal belanja PNS Malteng Rp 143 miliar diduga fiktif itu hingga kini belum naik kelas atau masih tetap nongol di penyelidkan. Sebenarnya ada apa hingga Kejati Maluku belum juga mengungkap actor intelek dibalik kasus ini,” tanya Fahri sinis.

Ia menagih janji pihak Kejati Maluku dalam hal ini Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Masyarakat (Kasi Penkum) Bobby Palapia, yang mengatakan kasus tersebut tetap diusut.

“Kalau masih diusut, mengapa sampai sekarang kasus ini tetap saja di penyelidikan? Seharusnya untuk melancarkan prosesnya, Kejati Maluku turun langsung ke kabupaten Malteng memeriksa pihak berkompeten di Pemkab Malteng. Bukan kemudian diam,” kritiknya.

Fahri meminta Kepala Kejaksaan (Kajati) Maluku, I Gede Sudiatmaja memerintahkan anak buahnya segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas PPKAD Malteng, Luthfi Rumbia dan para anggota DPRD Malteng periode 2009-2014 utamanya Panitia Khusus (Pansus) yang mengungkap kasus tersebut.

Fahri berasumsi, sejumlah bahan atau data yang menjurus ke praktik pidana atau penyelewengan anggaran (korupsi) yang telah dikantongi Kejati Maluku, seharusnya dibarengi dengan penetapan tersangka.

Dalilnya, data temuan Pansus DPRD Malteng di Jakarta telah terkuak kalau kuota PNS Malteng terjadi pembengkakan di Jakarta dalam hal ini melalui Departemen Keuangan RI dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) di Jakarta.

Seperti diberitakan Koran ini sebelumnya, belanja PNS Malteng tahun 2007-2010 Rp 143 miliar yang diduga fiktif itu, sempat ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Masohi, tapi tidak berkembang diambil-alih oleh Kejati Maluku dalam hal ini mantan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Maluku, Abdul Aziz.

Seiring waktu berjalan, pengusutan yang dilakukan Asintel juga tidak menuai hasil maksimal kemudian dialihkan lagi kepada Bagian Tindak Pidana Khusus (Pidsus) mantan Aspidsus Kejati Maluku, M Natsir Hamzah.

Ditangan M Natsir Hamzah sejumlah pihak terkait lingkuyp Pemkab Malteng termasuk anggota DPRD Malteng danm Pansus juga telah dieprikasa jaksa.

Mereka yang pernah diperiksa diantaranya, Kepala Dinas PPKAD Malteng, Luthfi Rumbia, Kepala BKD Malteng, Napsin Ramia, mantan Kepala Bagian (Kabag) Zainudin Ali, serta beberapa staf pegawai lingkup Pemkab Malteng.

Kasus ini diungkap oleh Pansus bentukan DPRD Malteng dengan jalan menginvestigasi data PNS Malteng tahun 2007-2010 di Departemen Keuangan RI dan Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta.

Dari Investigasi itu, Pansus DPRD Malteng yang dipimpin Halimun Saulatu (Ketua Pansus) kala beserta anggotanya kala itu menemukan, indikasi rekayasa kuota PNS Malteng 2007-2010 terjadi di BKD Pemkab Malteng.

Modusnya, jumlah PNS Malteng yang ditemukan Pansus di Departemen Keuangan RI dan BKN di Jakarta mengalami perbedaan yang signifikan juga variatif.

Dimana jumlah PNS di BKD Malteng untuk tahun 2008 hanya  9.220 pegawai. Pada 2010 berjumlah 10.956 pegawai, serta di Desember 2009-2010 total jumlah PNS  Malteng hanya 11.247 pegawai.

Anehnya, di Departemen Keuangan RI dan BKN RI jumlah PNS Malteng mengalami pembengkakan serta bervariasi yakni, tahun 2008 berjumlah 11.320 pegawai, kemudian 2009 naik menjadi 11.753 pegawai.

Dari temuan tersebut kemudian Pansus DPRD Malteng yang dipimpin Halimun Saulatu menyerahkan kasus ini untuk diusut pihak Kejaksaan.

Sayangnya, dalam perjalannya Pansus DPRD Malteng pun pecah kongsi atau beda pendapat. Sebagian anggota Pansus menginginkan hasil investigasi diserahkan ke BPK untuk diaudit, dan anggota Pansus lainnya termasuk Ketua Pansus menginginkan data itu langsung diserahkan ke Kejaksaan untuk diusut.

Tarik ulur penyerahan data dari Pansus DPRD Malteng itu terjadi dalam Paripurna yang digelar DPRD Malteng 2010 lalu.

Saat paripurna DPRD Malteng menghadirkan mantan Kabag Keuangan Zainudin Ali untuk mempresentasikan belanja PNS Malteng tahun 2007-2009 yang diduga fiktif itu.

Dalam forum tersebut, Zainudin mengaku kalau kuota PNS Malteng dibengkakan di pusat adalah, bagian dari strategi Pemkab Malteng untuk memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih.

Tujuannya kelebihan DAU bisa dipergunakan untuk program pembangunan lain lingkup kabupaten Malteng.

Ironisnya, meski DAU yang lebih diperoleh Pemkab Malteng dengan modus rekayasa jumlah PNS di Depkeu dan BKN di Jakarta, tapi sebagian besar gaji termasuk tunjangan lain PNS Malteng tidak dibayar.

Mendengar penjelasan diatas, salah satu anggota DPRD Malteng Rudi Lailosa dari Fraksi Golkar menyoali Zainudin, jika demikian pembengkakan kuota PNS Malteng 2007-2009 di pusat, oleh Pemkab Malteng  bertujuan mendatangkan DAU yang lebih, mengapa sebagian besar gaji PNS tidak dibayar.

Pertanyaan Lailossa tidak bisa dijawab oleh Zainudin bahkan yang bersangkutan tidak mampu menjelaskannya secara detail dalam forum paripurna DPRD Malteng 2010 lalu.

Lantaran tidak mampu menjelaskan pertanyaan Lailossa sidang paripurna yang kala itu dipimpin Ketua Pansus Halimun Saulatu, akhirnya mengskorsing sidang, sekaligus ada lobi.

Kabarnya, dari lobi itu Zainudin meminta kepada Pansus agar tidak lagi mempersoalkan pembengkakan PNS Malteng. Diduga atas permintaan Zainudin kemudian dimaini sebagian anggota Pansus sehingga pecah kongsi pun terjadi di tengah Pansus DPRD Malteng itu.

Selain DPRD Malteng, sebelumnya kasus ini telah dilaporkan Lembaga Anti Korupsi Maluku, dalam bentuk laporan tertulis juga telah diserahkan langsung kepada pihak Kejati Maluku.

Dalam laporannya Lembaga Anti korupsi Maluku mengungkapkan, belanja PNS Malteng 2007 hingga 2009 terjadi penyelewengan pada belanja tidak langsung bagi  setiap  SKPD, mulai pembayaran gaji, pembayaran tunjangan serta pembayaran kekurangan gaji PNS lingkup Pemkab Malteng itu direkayasa.

LSM Anti Korupsi juga membeberkan APBD 2007 belanja PNS Malteng yang direalisasikan hanya Rp 232 juta lebih. Sedangkan sisanya diduga disunat pihak terkait lingkup Pemkab Malteng. Kerugian negara pada APBD 2007 Pemkab Malteng itu mencapai Rp 36 miliar.

Berikut belanja PNS Malteng 2008 diduga ada penyimpangan dan merugikan negara senilai Rp 64 miliar. Penyelewengan serupa berlanjut pada APBD 2009  yang diduga merugikan negara Rp 42 miliar. (MAS)