Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Putuhena Ancam Lapor Kapolda ke Kompolnas

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Periode 2014/2019 (Foto: Rusli Sosal/IB).
AMBON, INFO BARU--Koordinator Presidium Institut Maluku untuk Supermasi Hukum dan Demokrasi (PRISMA-HKD) M. Husni Putuhena, Kamis (3/4), kepada Info Baru Jumat (11/4) kemarin, mengancam akan melaporkan Kapolda Maluku, Brigjen Pol Murad Ismail.

Pasalnya, diduga Kapolda Maluku itu juga salah satu aktor dibalik proses penerbitan SK Palantikan Gubernur Provinsi Maluku Periode 2014-2019 itu di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) di Jakarta, kuat dugaan juga atas intervensi Brigjen Pol Murad Ismail.

Menyangkut hal itu, Husni mengancam akan melaporkan Kapolda Maluku ke Kompolnas karena sudah masuk atau terlibat dalam politik.

“Dalam waktu dekat saya akan melaporkan Kapolda Maluku, Brigjen Murad Ismail ke Kompolnas atas tindakan yang dilakukan dimana telah menyalahi prosedural selaku pejabat Kepolisian RI,” tegasnya.

Husni mengungkapkan hal tersebut sesuai informasi yang diperolehnya dari pihak Direktoral Jenderal (Dirjen) Otda Kemendagri RI di Jakarta dalam hal ini, Dody.

“Kalau Putuhena sudah keluar dari kantor Mendagri, tolong di sampaikan kepada Kapolda Maluku,” ujar Putuhena mengutip pernyataan Dirjen Kemendagri Otda, Dody di lantai VIII.

Husni mengaku, dari informasi saat dirinya menemui Dody di ruang kerjanya untuk memintai risalah rapat tim pakar dengan Mendagri kaitannya dengan pembahasan kasus sengekata Pilkada Maluku 2013.

“Jadi, pada Kamis 3 April 2014 lalu, saya ketemu Pak Dody di ruang kerjanya di lantai 8 Kemendagri sekitar pukul 15.00 Wib untuk meminta risalah rapat tim pakar dengan Mendagri dan surat mendagri nomor. X.121.81/24/SJ tanggal 18 Februari 2014,” ungkapnya.

Menurut Husni, langkah yang diambil Kapolda Maluku telah menyalahi aturan selaku pejabat Polri.
Kata dia, seharusnya kapolda Maluku itu mendukung agar dapat ditemukan kebenaran materil terkait proses administrasi pengesahan SK gubernur dan wakil gubernur Maluku periode 2014-2019.

Pasalnya, pengusulan pengesahan dan penerbitan SK Gubernur-Wakil Gubernur Maluku menurut hal itu telah bertentangan dengan UU.

Dijelaskan, usulan pengesahan SK Pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku itu tidak diajukan oleh DPRD Maluku selaku kelembagaan kelangkapan dewan, tapi malahan hanya atas nama Ketua DPRD Provinsi Maluku, Fatani Sohilauw.

Dikatakan, keputusan itu juga tidak melalui rapat paripurna sesuai ketentuan pasal 42 ayat (1) jo pasal 109 UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah yang menyatakan, DPRD mengusulkan gubernur dan wakil gubernur kepada presiden melalui menteri dalam negeri.

“Apa yang dilakukan Fatani Sohilauw jelas sudah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku juga melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB),” tandasnya.

Disesalinya, sikap Kapolda Maluku Murad Ismail yang dinilai tidak arif dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini. Sebaliknya, bukan bekerja atas titipan dari salah satu kandidat gubernur.
“Tanggungjawab Kapolda Maluku bukan dengan cara intervensi Mandagri. Tapi tanggungjawab Kapolda adalah keamanan masyarakat di Maluku terkait kisruh proses pelantikan yang saat itu sedang berjalan di Mendagri,” tandasnya. (SAT)