Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kadishut SBB tak Paham UU Kehutanan

Kayu hasil illegal logging di kabupaten Seram Bagian Barat (Foto: SAT).
AMBON, INFO BARU--Kepala Dinas Kehutanan kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Woody Timisela, tidak paham aturan tentang Kehutanan sehingga dinilai tidak layak menduduki jabatan tersebut.

Pasalnya, yang bersangkutan diangkat menduduki jabatan tersbeut lantaran kebetulan masuk lingkaran penguasa kabupaten SBB dalam hal ini Bupati SBB Jakobus F Puttileihalat, sehingga diberikan jabatan tersebut bukan sesuai aturan perundang-udangan yang berlaku.

Mantan ajudan Bupati SBB itu rupanya belum paham undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan tahun 2013.

Fatalnya, saat ini kasus pembalakan kayu secara liar (illegal logging) yang dilakukan para cukong di kabupaten SBB untuk menjual kayu keluar daerah dengan harga yang menggiurkan atau memperoleh keuntungan besar bisinis haram it terus itu diduga kuat melibatkan Kadis Kehutanan SBB tersebut.

Lantaran tidak paham aturan juga tidak memiliki disiplin ilmu yang tepat untuk menjabat job kursi di Dinas Kehutanan Woody Timisela membuat tim investigasi lapangan yang ditugaskan Dinas kehutanan Provinsi Maluku pun juga bukan orang kehutanan.

Hal ini terungkap, bisa dilihat dari laporan tim kepada Dinas kehutanan Provinsi Maluku, kalau tim investigasi tidak menemukan adanya pembalakan kayu secara liar di Tanjung Tapan Desa Kaibobu Kecamatan Seram Barat kabupaten SBB.

Hasilnya, Dinas Kehutanan kabupaten SBB sudah memberikan laporan kalau kinerja tim investigasi di lapangan untuk menindaklanjuti lapoan adanya temuan sekitar 80 M3 kayu besi di Tanjung Tapan yang diduga milik oknum anggota Polada Maluku, AKP Edy Tethol katanya kayu tersebut bukan hasil pembalakan liar.

“Dinas Kehutanan Kabupaten SBB sudah memberikan laporan kepada Dinas Provinsi Maluku tentang temuan kayu di Tanjung Tapan itu, tidak ada temuan adanya pembalakan kayu,” kata Kabid Pembina Hutan, Dinas Provinsi Maluku, Sandy Luhulima saat dikonfirmasi Info Baru melalui telepon minggu (18/5).

Menurut Sandy, laporan tertulis tersebut dalam surat laporan menyatakan keberadaan 80 M3 kayu besi di Tanjung Tapan sudah dilihat sesuai undang-undang tidak bermasalah. “Mereka (Dinas Kehutanan SBB) menggunakan banyak aturan dan memakai semua Undang-Undang tentang kehutanan yang mengungkapkan kayu 80 M3 itu tidak bermasalah,” katanya.

Sandy juga mengatakan, terkait dugaan pembalakan kayu secara liar tersebut telah berulangkali ia mengkonfirmasikan Kepala Dinas Kehutanan SBB, Woody Timisela. “Kami akan melakukan kroscek ulang terkait aturan yang dipakai Dinas Kehutanan SBB,” katanya. 

Sebalumnya, Timisela juga menyatakan penebangan kayu secara besar-besaran di kabupaten SBB yang diduga dilakukan oknum anggota Polda Maluku kemudian akan dijual keluar Maluku itu dibantahnya, dengan alasan kala penebangan itu dilakukan oleh masyarakat biasa.

“Itu bukan illegal logging. Kalau penebangan liar juga siapa yang melakukan buktinya apa? siapa yang bilang ada penebangan liar di SBB,” kata Timisela yang dikonfirmasi Info Baru belum lama ini.
Namun alasan kadis Kehutanan SBB itu Woody Timisela itu secara jelas telah melanggar UU Nomor 18 tahun 2013. Dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon (kayu) hanya berkisar 50 meter baik dari sisi kanan maupun kiri.

Ironisnya, Woody Timisela mengatakan kawasan hutan di Tanjung Tapan tidak masuk areal hutan lindung. Statemen tersebut kontradiksi dengan fakta lapangan dimana penebangan kayu di Tanjung Tapan merupakan areal tumbuhan hutan bakau untuk mencegah abrasi pantai.

“Siapa yang bilang kawasan itu hutan lindung? itu bukan hutan lindung, tapi masuk areal penggunaan lain atau non kawasan hutan lindung,” kata timisela membantah sebelum meninjau lapangan secara langsung.

Meski areal itu masuk penggunaan lain, Timisela juga mengijinkan pepohonan (kayu) di kawasan tersebut bisa ditebang oleh siapapun. Celakanya lagi, usia pohon (kayu) besi di kawasan setempat masih muda atau belum layak ditebang.

“Kalau dalam hutan hak milik masyarakat tidak ada masalah. Jadi otomatis bisa ditebang saja walaupun tumbuhan masih kecil,” katanya.

Dugaan kuat, pernyataan Kadis Kehutanan SBB, Woody Timisela di atas, hanya untuk melindungi oknum polisi yang terlibat dalam kasus dugaan pembalakan kayu secara illegal tersebut.

Dengan dalih, kayu sebanyak 80 M3 itu digunakan hanya untuk kepentingan pribadi bukan dijual belikan hingga keluar daerah.

“Belum tentu kayu tersebut dijual kepada orang lain dan kayu bukan dijual belikan. Tapi kayu itu digunakan untuk kebutuhan sendiri. Jumlah 80 kubik itu pun saya belum bisa pastikan. Walaupun tim ivestigasi sudah turun di lapangan,” katanya.

Menyoal keterlibatan anggota Polisi dan adik Bupati SBB dalam kasus illegal loging di Kabupaten SBB, dirinya tidak berani komentar. Dengan alasan akan mengecek kerja tim yang turun di lapangan.

“Setauh saya kayu itu milik masyarakat. Karena anggota polisi juga adalah masyarakat. Untuk masalah keterlibatan adik bupati SBB saya akan mengecek dulu kepada tim yang turun di lapangan,” katanya.

Selain itu, soal surat yang dikirim Dinas kehutanan Provinsi Maluku pada 14 April 2014, Timisela baru mengirim anak buahnya ke lapangan untuk menginvestigasi keberadaan kayu di Tanjung Tapan yang diduga milik AKP Edy Tethol dari hasil penebangan liar tersebut.

Diketahui, dugaan keterlibatan oknum anggota Polda Maluku dalam kasus pembalakan kayu di Tanjung Tapan mencuat, pasca adik kandung Bupati SBB Ambo Putileihalat angkat bicara dan mengatakan kayu sebanyak 80 m3 itu bukan miliknya.

“Kayu itu bukan milik saya. kayu itu adalah milik Edy Tethol. Karena kuasa keluarga Manintamahu untuk menebang kayu di Dati Manintamahu diberikan kepada Edy Tethol,” kata Puttileihalat saat dikonfirmasi melalui handphone oleh Info baru belum lama ini.

Ambo juga mengatakan, Ibu Kandung AKP Edy Tethol adalah salah satu keturunan (ahli waris ) keluarga Manintamahu di Desa Kaibobu. “Saya tidak punya urusan dengan hal itu. Karena dati Manintamahu itu pusaka termasuk Ibu dari Edy Tethol,” katanya.

Bahkan kata Putileihalat, penebangan kayu di Tanjung Tapan Desa Kaibobu itu masuk kawasan Hak Pengguna Lain (HPL), sehingga boleh ditebang selagi ada izin dari ahli waris.

Kendati demikian, aksi penebangan kayu di Tanjung Tapan itu yang diduga kuat dilakukan okum anggota Polda Maluku itu telah menyalahi Undang-Undang Nomor. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

Dimana pasal 12 menjelaskan, tidak boleh malakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai izin pemanfaatan hutan.

Berikut, tidak boleh memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkat, menguasai dan atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin. Kemudian membawa alat-alat yang tidak lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwewenang.

Selain itu dalam pasal 13 juga menegaskan, penebang pohon di kawasan hutan secara tidak sah dengan radius 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Ironisnya penebang pohon di Tanjung Tapan yang diduga dilakukan Edy Tethol tidak jauh dari tepi pantai dimana kenyataannya banyak ditumbuhi pohon mangrove.

Selain itu, kawasan itu juga terdapap anak sungai yang jaraknya tidak jauh dari areal penebangan kayu di tanjung Tapan. Sehingga apa yang dilakukan oknum pelaku penebang kayu secara illegal itu sangat bertentangan dengan UU Nomor 18 tahun 2013.

Dimana jarak anak sungai dengan lokasi penebang pohon hanya berkisar 50 meter, baik dari sisi kanan maupun kiri.  (SAT)