Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kasus Belanja PNS Malteng Rp143 Miliar Masih Berstatus Penyelidikan

AMBON, INFO BARU - Belanja Pegawai Negeri Sipil 2007-2010 Rp143 miliar yang ditengarai fiktif dan sarat korupsi, semasa roda Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dikendalikan mantan Bupati Abdullah Tuasikal, hingga kini pihak Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus mengusut.

Namun sayangnya, skandal dugaan korupsi jumbo ini belum juga naik kelas atau tetap nongol di fase penyelidikan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Masyarakat (Kasi Penkum) Bobby Palapia yang dikonfirmasi Info Baru di kantor Kejati Maluku Selasa (22/10) siang  kemarin mengaku, kalau dugaan belanja PNS Malteng yang fiktif itu masih diproses penyeldikan atau diusut.

Kata Palapia, tim jaksa yang menangani kasus ini terkendala dengan pengecekan nama-nama PNS yang akan dimintai keterangan tapi hal tersebut sulit dilakukan jaksa.

Namun Palapia mengaku, bukan berarti kasus belanja PNS Malteng 2007-2010 yang diduga fiktif itu dihentikan atau tidak diproses lanjut. “Mengusut kasus korupsi itu bukan hal yang mudah. karena butuh proses panjang hingga ada bukti-bukti cukup,” katanya.

Publik harus bersabar dan tidak mudah untuk menyimpulkan sekaligus memvonis Korps Adhyaksa Maluku tidak bekerja. “Jadi, semua kasus tetap diproses. Kalau ada bukti maka tetap diproses kok. Termasuk kasus belanja PNS Malteng yang diduga fiktif itu,” terangnya.

Palapia mengaku sementara ini pihak Kejati Maluku masih memproses kasus-kasus lain yang akan pada pelimpahan Berita Acara Pemeriksaan. “Kita konsenterasi untuk menuntaskan kasus yang sudah dalam tahap pemberkasan dululah. Yang lain dalam penyelidikan itu belum bisa kita sampikan secara detail kepada publik. Karena status kasus seperti PNS Malteng yang diduga fiktif itu masih dalam penyelidikan. Yang jelas tetap diproses lanjut,” tandasnya.

Soal sejauhmana perkembangan kasus belanja PNS Malteng  2007-2010 Rp 143 miliar yang diduga fiktif itu, kata Palapia, status tersebut masih dalam fase penyelidikan sehingga dirinya belum bisa menyampaikannya secara detail ke publik. “Kan masih dalam penyeldikan. Tetap diproses. Jadi, sabar saja,” singkatnya.

Data Koran ini, belanja PNS Malteng 2007-2010 Rp 143 miliar yang diduga fiktif itu, sempat ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Masohi, tapi tidak menuai perkembangan berarti, sehingga dialihkan ke Kejati Maluku, dalam hal ini Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Maluku, Abdul Aziz.

Hanya saja, Asintel dan kawan-kawan dalam mengusut kasus ini belum mampu mengungkap indikasi korupsi di belanja PNS Malteng yang diduga fiktif tersebut. Sehingga kasus ini berpindah tangan dari Intelijen ke Bagian Tindak Pidana Khusus (Pidsus), dibawah pimpinan Aspidsus Kejati Maluku, M Natsir Hamzah.

Untuk membongkar sindikat korupsi melalui belanja PNS Malteng 2007-2010 itu, jaksa telah memintai keterangan dari sejumlah pihak terkait di lingkup Pemkab Malteng.

Di antaranya, Kepala Dinas PPKAD Malteng, Luthfi Rumbia, Kepala BKD Malteng, Napsin Ramia, mantan Kepala Bagian (Kabag) Zainudin Ali, serta beberpa staf pegawai lingkup Pemkab Malteng.

Kasus ini terungkap, kala Pansus DPRD Malteng menginvestigasi data PNS Malteng tahun 2007-2010 di Departemen Keuangabn dan Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta dugaan kuat dimanipulasi.

Investigasi Pansus DPRD Malteng yang dipimpin Halimun Saulatu (Ketua Pansus) beserta anggotanya menemukan, indikasi rekayasa kuota PNS Malteng 2007-2010 itu di BKD Pemkab Malteng.

Pasalnya, data jumlah PNS Malteng yang ditemukan Pansus di Departemen Keuangan-RI dan BKN-RI di Jakarta mengalami perbedaan yang signifikan juga variatif.

Manipulasi jumlah PNS Malteng di BKD Malteng untuk tahun 2008 hanya  9.220 pegawai. Selanjutnya 2010 berjumlah 10.956 pegawai, serta di Desember 2009 2010 total jumlah PNS  Pemkab Malteng hanya 11.247 pegawai.

Anehnya, di Departemen Keuangan-RI dan BKN-RI data jumlah PNS Malteng mengalami pembengkakan alias buncit juga bervariasi, yakni 2008 berjumlah 11.320 pegawai, di 2009 naik menjadi 11.753 pegawai.
Dari temuan tersebut kemudian Pansus DPRD Malteng yang diketuai Halimun Saulatu menyerahkan kasus ini untuk diusut pihak Kejaksaan.

Sayangnya, di tengah perjalannya Pansus DPRD Malteng yang dipimpin Saulatu juga pecah kongsi atau beda pendapat. Sebagian anggota Pansus menginginkan hasil investigasi diserahkan ke BPK untuk diaudit, dan anggota Pansus lainnya termasuk Ketua Pansus menginginkan kerja Pansus itu, langsung diserahkan kepada Kejaksaan untuk diusut.

Tarik ulur penyerahan data dari Pansus DPRD Malteng itu terjadi dalam Paripurna, yang digelar DPRD Malteng 2010 lalu.

Sebelumnya, lewat paripurna DPRD Malteng 2010 lalu juga menghadirkan mantan Kabag Keuangan Zainudin Ali untuk mempresentasikan belanja PNS Malteng tahun 2007-2009 yang diduga fiktif tersebut.

Dalih Zainudin dalam sidang paripurna tersebut adalah kuota PNS Malteng dibengkakan di pusat sebagai strategi Pemkab Malteng memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih. Dan atas kelebihan DAU itu, bisa dipergunakan untuk program pembangunan lainnya di Kabupaten Malteng.

Sayangnya, meski DAU yang lebih diperoleh Pemkab Malteng dengan modus merekayasa jumlah PNS di Depkeu dan BKN di Jakarta, tapi sebagian besar gaji termasuk tunjangan lain PNS Malteng tidak dibayar.

Mendengar penjelasan di atas, salah satu anggota DPRD Malteng Rudi Lailosa dari Fraksi Golkar menyoal Zainudin. Bahwa pembengkakan kuota PNS Malteng 2007-2009 di pusat, oleh Pemkab Malteng bertujuan mendatangkan DAU yang lebih, mengapa sebagian besar gaji PNS tidak dibayar?

Pertanyaan Lailossa tidak bisa dijawab oleh Zainudin bahkan mantan Kabag Keuangan Malteng itu tidak mampu menjelaskannya di paripurna DPRD Malteng 2010 lalu.

Karena tidak mampu menjelaskan pertanyaan Lailossa, sidang paripurna yang kala itu dipimpin Ketua Pansus Halimun Saulatu, akhirnya menskorsing sidang, sekaligus ada lobi.

Kabar lain menyebutkan, dari lobi itu Zainudin memohon kepada Pansus agar tidak lagi mempersoalkan pembengkakan PNS Malteng. Permintaan Zainudin itu diamini sebagian anggota Pansus sehingga terjadi pecah kongsi di tengah Pansus.

Selain DPRD Malteng, kasus ini juga dilaporkan Lembaga Anti Korupsi Maluku, dalam bentuk laporan tertulis dan telah diserahkan langsung kepada pihak Kejati Maluku.

Dalam laporannya Lembaga Anti korupsi Maluku mengungkapkan, belanja PNS Malteng di 2007 hingga 2009 telah terjadi penyelewengan yakni pada belanja tidak langsung bagi  setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mulai pembayaran gaji, pembayaran tunjangan PNS serta pembayaran kekurangan gaji PNS dilingkup Pemkab Malteng itu telah terjadi syarat rekayasa.

Laporan tiga LSM itu membeberkan untuk APBD 2007 belanja PNS Malteng yang direalisasikan hanya Rp232 juta lebih, sedangkan sisanya diduga raib alias disunat oleh pejabat teras di lingkup Pemkab Malteng.
Ditaksir kerugian keuangan negara pada APBD 2007 Pemkab Malteng itu mencapai Rp 36 miliar. Untuk belanja PNS di 2008 diduga terjadi penyimpangan serta merugikan keuangan negara senilai Rp64 miliar. selanjutnya belanja PNS Malteng di APBD 2009  itu juga diduga kuat telah merugikan keuangan negara mencapai Rp42 miliar.

Hingga berita ini naik cetak, jaksa juga telah memeriksa Kepala Dinas PPKAD Malteng, Luthfi Rumbia, Kepala BKD Malteng, Napsin Ramia, serta beberpa staf pegawai di lingkup Pemkab Malteng. (MAS)

Posting Komentar untuk "Kasus Belanja PNS Malteng Rp143 Miliar Masih Berstatus Penyelidikan"